Mendengar kata poligami memang tidak pernah selesai diperbincangkan oleh publik. Perdebatan ini bisa dilihat dari berbagai pandangan, mulai dari sosial budaya hingga dari teologi tafsir. Pembahasan ini memang menarik, baik pro maupun kontra terhadap poligami yang sama-sama bersandar terhadap dalil al-Qur’an dan juga sejarah Nabi Muhammad saw. ayat al-Qur’an yang sering dikutip sebagai dalil kebolehannya berpoligami terdapat dalam QS. al-Nisa’ [4]: 3 dan juga ayat al-Qur’an yang dikutip sebagai dalil kontranya terdapat dalam QS. al-Nisa’ [4]: 129. ( Departemen Agama RI, 1984)
Ayat itulah yang sering menjadi titik pijakan para ulama dalam membicarakan persoalan poligami dalam perspektif al-Qur’an dan Islam. Dibalik QS. al-Nisa’ [4]: 3 terdapat riwayat yang menjelaskan bahwa ada seorang laki-laki merasa yakin tidak dapat berbuat adil kepada anak-anak perempuan yatim, maka carilah perempuan lain. Dibalik QS. al-Nisa’ [4]: 129 ada beberapa pemahaman yaitu dengan perintah Allah namun bukan perintah wajib, dilarang mempersunting istri lebih dari empat dalam satu waktu, berlandaskan keadilan.
Terdapat pertanyaan, bagaimana jika seorang laki-laki yang sudah memiliki istri namun menikahi perempuan lain demi menyelamatkan nyawa perempuan tersebut? Dari pertanyaan itu ada unsur yang menyimpang dari apa yang telah diatur dalam hukum Islam, yaitu poligami dilakukan berdasarkan ingin menolong nyawa seseorang, sedangkan banyak bentuk pertolongan yang bisa diberikan dan tidak harus dinikahi.
Meskipun poligami diperbolehkan oleh agama dan ada hadis yang mendukung mengenai poligami, akan tetapi poligami masih menjadi hal yang sulit diterima oleh masyarakat. Maka dari itu, harus dilakukan dengan hati-hati karena didalamnya ada persoalan tentang hak pribadi yang benturan dengan kepentingan orang lain dan juga aturan demi aturan telah terancang rapi berbentuk kumpulan hukum Islam.
Dalam kitab tafsir al-Maraghi menyatakan bahwa kebolehan poligami adalah kebolehan yang dipersulit dan diperketat. Maksudnya, poligami diperbolehkan dalam keadaan darurat yang haya dapat dilakukan oleh orang yang benar-benar membutuhkan. Kemudian al-Maraghi mencatat kaidah fiqh “dar’u al-mafasid muqaddamun’ala jalbi al-mashalih” (menolak yang berbahaya harus didahulukan dari pada mengambil yang bermanfaat). Catatan ini dimaksudkan betapa pentingnya berhati-hati dalam berpoligami.
Alasan yang diperbolehkan poligami, menurut al-Maraghi. Pertama, karena istri mandul sementara keduanya atau salah satunya mengharapkan keturunan, kedua, apabila suami memiliki sifat hiperseks sedangkan istri tidak mampu meladeni, ketiga, jika suami memiliki harta yang banyak untuk membiayai segala kebutuhan, mulai dari kepentingan istri sampai dengan kepentingan anak-anak, keempat, jika jumlah perempuan lebih banyak dari pada laki-laki yang bisa dijadikan perang.
Dalam sudut pandang Islam sudah jelas bahwasannya poligami tidak dilarang asalkan memenuhi beberapa alasan yang sudah dijelaskan di atas. Namun konsep poligami demi menyelamatkan nyawa seseorang tidaklah termasuk dalam beberapa alasan dalam hukum Islam. Terdapat ketentuan mengani poligami dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Isi dari Kompilasi Hukum Islam terdapat dalam Bab IX (beristri lebih dari satu orang) pasal 55 sampai pasal 59:
Pasal 55
- Ber isteri lebih dari satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat orang isteri.
- Syarat utama ber isteri lebih dari satu orang, suami harus berlaku adil terhadap isteri dan anak-anaknya.
- Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang ber isteri lebih dari satu orang.
Pasal 56
- Suami hendaknya ber isteri lebih dari satu orang harus mendpaatkan izin dari Pengadilan Agama.
- Pengajuan permohonan izin dimaksudkan pada ayat 1 dilakukan menurut tata cara sebagaimana diatur dalam Bab VIIIPP No. 9 tahun 1975.
- Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 57
Pengadilan Agama dapat memberikan izin kepada seorang suami yang akan ber isteri lebih dari satu orang apabila:
- Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri.
- Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
- Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 58
- Selain syarat utama yang disebut pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin pengadilan Agama harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, yaitu:
- Adanya persetujuan isteri.
- Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
Pasal 59
Dalam hal ini wewenang Pengadilan Agama dalam memberikan izin lebih besar sehingga bagi isteri yang tidak mau memberikan persetujuan kepada suaminya untuk berpoligami, persetujuan ini dapat diambil alih oleh Pengadilan Agama. Pengadilan dapat menetapkan pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar isteri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama dan terhadap penetapan ini isteri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi. (Surjanti, 2014: 19)
Jadi dapat disimpulkan bahwa poligami demi menyelamatkan nyawa seseorang tidak etis dalam hukum Islam maupun al-Qur’an. Karena, syarat-syarat dan aturan yang telah ditetapkan Kompilasi Hukum Islam sama sekali tidak mengatur diperbolehkannya beristeri lebih dari satu orang berdasarkan karena ingin menolong nyawa seseorang, karena menolong bisa saja dengan cara lain dan tidak harus dinikahi.