Kisah sukses perayaan keberagaman dan keberagamaan sebagaimana diwujudkan oleh Indonesia Merayakan Perbedaan (IMP), tidak pernah bisa dilepaskan dari peran yang dimainkan oleh Dr. Otto Bambang Wahyudi.
Bisa dikatakan, ia merupakan tokoh yang memainkan peran sentral dalam menjaga dan merawat energi dialog lintas agama/kepercayaan yang sudah berjalan empat tahun terakhir. Tokoh yang sering dipanggil Bopo ini, tidak lain adalah salah satu representasi kalangan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada forum tersebut.
Bopo Otto menganut Kerohanian Sapta Darma (KSD), salah satu organisasi kepercayaan di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1952 dan memiliki pengikut yang tersebar di berbagai wilayah di Jawa, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, dan Kalimantan. Bahkan, belakangan diketahui bahwa di Surename dan di Belanda juga ditemukan para penganut ajaran tersebut.
Dalam internal Sapta Darma sendiri, Bopo Otto dipercaya sebagai Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan. Latar belakang akademiknya telah menjadikannya berperan sangat vital dalam pengembangan organisasi KSD.
Sejak tahun 2014, Bopo Otto juga didaulat sebagai salah satu Presidium Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) Provinsi Jawa Timur. MLKI merupakan organisasi payung bagi organisasi-organisasi Penghayat Kepercayaan yang saat ini mencapai 178 organisasi di seluruh Indonesia.
Dalam kapasitasnya sebagai Presidium MLKI Jatim, Bopo Otto menjadi salah satu tokoh yang dipercaya oleh organisasi dan paguyuban Penghayat di Jawa Timur, untuk mewakili suara kalangan Penghayat di jaringan lintas agama/kepercayaan.
Dalam kapasitas inilah, kiprahnya bergerak seperti aliran sungai, menyusuri semua tempat kosong yang membutuhkan peran dan sentuhannya. Ia selalu menegaskan, “Urip iku mung sak dermo” (Hidup hanya sekadar menjalankan darma/kontribusi total pada kehidupan).
Hal ini, misalnya, ia buktikan dalam kiprahnya yang tak tergantikan dalam mengawal forum dialog lintas agama/kepercayaan, bukan hanya di IMP, tetapi juga di berbagai aliansi masyarakat sipil yang ada di Jatim.
Bopo Otto bisa dibilang sebagai “makhluk organisatoris” yang tidak mungkin hidup tanpa mengelola berbagai organisasi sosial dalam rangka mencapai harmoni tertinggi yang ia cita-citakan sebagai seorang penganut Penghayat Kepercayaan.
Dalam hal akademik, Bopo Otto tercatat sebagai dosen yang menjelajahi beberapa perguruan tinggi. Expertise-nya di bidang Ilmu Komunikasi mengantarnya menjadi dosen di Universitas Dr. Soetomo, di Universitas 17 Agustus Surabaya, dan di Universitas Kristen Petra.
Belakangan, ia diminta juga menjadi dosen di Universitas Ciputra untuk mengajar Studi Agama-Agama. Itu adalah mata kuliah yang memberinya keleluasaan untuk menggali persepsi anak-anak muda tentang agama yang dipeluknya, sekaligus bagaimana mereka merefleksikan agama dan kepercayaan yang berbeda-beda yang dianut oleh orang lain.
Tokoh senior ini juga berkiprah sangat panjang dalam pendampingan isu HIV/AIDS. Ia lama sekali berkiprah di Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Jatim, dan hal itu memberinya jalan untuk menggeluti seluk beluk pendampingan terhadap Orang dengan HIV/AIDS (Odha), sekaligus juga berkenalan dengan ragam kehidupan kelompok rentan, terutama kalangan pekerja seks yang berada di posisi yang sangat marginal.
Pengalaman itulah yang kemudian menjadikannya pribadi yang sangat luwes dan lentur dalam menghadapi berbagai persoalan. Terutama, ia menjadi sangat mudah diterima oleh berbagai kalangan.
Di usia yang tak bisa dibilang muda, Bopo Otto bahkan tidak tanggung-tanggung lagi mengabdikan hampir semua waktunya untuk organisasi Penghayat Kepercayaan, terutama dalam hal ihwal membangun jaringan dengan lembaga dan organisasi keagamaan lain.
Persis di posisi inilah Bopo Otto menjadi begitu total dalam mengelola forum-forum dialog lintas agama/kepercayaan. Bertahun-tahun ia dipercaya oleh tokoh-tokoh agama menjadi satu-satunya host, yang menjadikan dialog lintas agama/kepercayaan keluar dari cangkangnya.
Di tangannya, dialog lintas agama/kepercayaan telah menjadi framework untuk merambah ke berbagai isu kontemporer kebangsaan, kebudayaan, kemanusiaan, teknologi modern, sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Dialog lintas agama dan kepercayaan tidak lagi dalam rangka membahas agama itu sendiri, tetapi menjadikan isu agama dan kepercayaan berpotensi didialogkan dengan isu-isu kontemporer kebangsaan dan kemanusiaan.
Sikap luwesnya membuatnya diterima oleh semua kalangan dan tokoh agama yang lain. Begitu pula, sikap lenturnya telah menempatkannya bukan hanya sebagai juru bicara bagi kalangan Penghayat Kepercayaan yang diwakilinya, tetapi sekaligus menjadi juru bicara bagi tokoh-tokoh agama yang sedang menaruh harapan besar bagi lestarinya situasi harmoni dan dialog yang sudah bertahun-tahun dirawat secara bersama-sama.
Di usia kepala tujuh, Bopo Otto justru telah membuktikan dirinya sebagai tulang punggung bagi gerakan bersama yang dikawal oleh para tokoh lintas agama/keyakinan. “Karena usia persisnya berapa tidak begitu penting, karena yang penting orang harus tetap menampilkan semangat muda dan tidak pernah kalah dengan kiprah yang dimainkan anak-anak muda,” begitu tegasnya.
Melihat ketokohan dan kiprah Bopo Otto, orang seketika akan mengingat quote abadi KH. Abdurrahman Wahid (Gur Dur), “Tidak penting apa agama atau sukumu. Jika kamu bisa berbuat baik kepada semua orang, orang tidak akan bertanya apa agamamu.” Begitulah Bopo Otto seolah hadir sebagai tokoh yang telah melepaskan baju dan identitas agama atau kepercayaannya dengan melebur dalam misi bersama membangun perdamaian agama-agama.
Bersama dengan tokoh-tokoh agama dan kepercayaan dan melalui tangan dingin Bopo Otto, model dialog lintas agama/kepercayaan yang dikembangkan oleh Indonesia Merayakan Perbedaan (IMP) telah menjadi model dialog agama yang menggairahkan, sehingga begitu lentur menyapa hal ihwal perkembangan mutakhir kehidupan manusia. [AR]