Atun Wardatun Dosen Fakultas Syari’ah UIN Mataram; Direktur Yayasan LA RIMPU (Sekolah Rintisan Perempuan Untuk Perubahan)

Meneladani Nilai Rukun Islam dan Rukun Iman untuk Relasi Ideal Pasutri

2 min read

Semua Muslim, sejak kecil sudah diajarkan tentang Rukun Islam dan Rukun Iman. Rukun Islam ada lima. Rukun Iman ada enam. Jika diminta untuk menyebut, mereka hafal di luar kepala. Rukun Islam adalah syahadat, sholat, puasa, zakat, dan haji (bagi yang mampu). Rukun Iman adalah percaya kepada Allah, Malaikat, Rasul, Kitab Suci, Hari Akhir, Qadha (takdir baik) dan Qadar (takdir buruk).

Biasanya kedua rukun tersebut dibicarakan dalam konteks hubungan manusia dengan penciptanya. Bahwa melakukan rukun Islam adalah bukti kepatuhan seorang Muslim.  Sedangkan menjalankan Rukun Iman adalah bukti kepercayaan terhadapNya.

Tidak banyak yang menggunakan nilai-nilai (moral of the points) rukun-rukun ini untuk diimplementasikan dalam kehidupan sosial. Dalam kehidupan berislam dan beriman manusia memiliki dua dimensi yang tidak terpisah. Hubungan dengan Allah (hablun min Allah) dan hubungan dengan sesama (hablun min an nas). Bahwa hubungan dengan Allah adalah pegangan teologis  bagi terciptanya hubungan yang baik dengan sesama dan lingkungan.

Sebaliknya,  hubungan yang baik dengan alam dan manusia adalah implementasi sosiologis dari hubungan yang baik dengan Allah.  Oleh karenanya, nilai-nilai dalam kedua rukun tersebut bisa terus digali untuk menjadi solusi bagi problem keseharian yang dihadapi oleh umat Islam

Dalam tulisan ini, Rukun Islam akan ditempatkan sebagai tips menghindari masalah di dalam keluarga. Sedangkan Rukun Iman untuk menyelesaikan problem yang tetap saja mungkin timbul.

Ketahanan Keluarga dan Relasi Pasutri

Indikator dari relasi ideal pasangan suami istri bukanlah tidak memiliki problem sama sekali. Problem selalu muncul diharapkan atau tidak. Tetapi problem sebenarnya bisa dihindari. Problem hendaknya bukan sesuatu yang sengaja dilakukan. Apabila muncul, maka dengan memiliki relasi yang ideal, pasutri biasanya dapat menghadapi masalah-masalah mereka dengan efektif dan kepala dingin. Manajemen problem yang baik inilah yang merupakan indikator utama dari relasi yang ideal tersebut. Relasi yang ideal dapat mewujudkan ketahanan keluarga yang didambakan oleh semua pasangan.

Baca Juga  Toleransi dan Transformasi Sosial Keberagamaan (2)

Dalam konteks kehidupan keluarga, misalnya, terdapat nilai-nilai  dari rukun Iman maupun Islam tersebut yang bisa diaplikasikan untuk mewujudkan ketahanan keluarga (family resilience). Ketahanan keluarga menjadi topik yang sangat signifikan dewasa ini. Tak disangkal, keluarga menghadapi gap yang menganga antara harapan dan kenyataan. Keluarga diharapkan memulai segala kebaikan dalam proses pendidikan dan pembangunan peradaban. Tetapi, keluarga juga menghadapi tantangan yang begitu berat, dari hari ke hari. Alih alih menjalankan fungsi baik, keluarga bahkan banyak menjadi sumber ketidakbaikan.

Berbagai fakta sosial, termasuk disrupsi sosial dan pandemi Covid-19, berkontribusi bagi semakin banyaknya problema yang dihadapi keluarga. Resistensi keluarga melemah. Para anggota keluarga tidak memiliki kemampuan menghadapi perubahan yang begitu cepat.  Ini mengakibatkan keutuhan keluarga terkorbankan. Tak ayal, dalam masa pandemi Covid yang sudah berlangsung dua tahun terakhir ini, jumlah perceraian semakin meninggi.

Penyebab inti dari perceraian adalah ketidakmampuan suami istri yang merupakan nahkoda kehidupan keluarga meretas problem yang dihadapi. Disadari problem adalah bagian tak terpisah dari kehidupan. Di manapun, kapanpun, dan dalam level apapun. Kesadaran ini mungkin dimiliki tiap orang. Tetapi tidak semua orang mau mengakui, menghadapi, lalu memenangkannya. Kehidupan rumah tanggapun tidak pernah sepi dari masalah.

Perlu disadari bahwa “masalah adalah sesuatu yang bisa engkau carikan jalan keluarnya. Jika tidak ada jalan keluar, Namanya bukan masalah. Tetapi takdir.” Misalnya dilahirkan sebagai seorang perempuan dan laki-laki, bukan masalah. Menjadi anak dari orang tua yang miskin atau kaya adalah takdir. Seseorang tidak bisa merubah, kecuali menjalaninya.

Tetapi jika karna menjadi perempuan atau laki-laki menyebabkan seseorang tertindas, ini adalah masalah, yang bisa dicarikan solusinya. Jika karena miskin, tidak bisa bersekolah, atau karena banyak uang cenderung terlibat pada pergaulan bebas, maka ini harus diretas.

Baca Juga  Mendadak Ngustad: Antara Nafsu dan Komitmen Beragama

Problem yang dihadapi suami istri beragam. Dengan menggunakan pikiran positif, problem bisa dilihat sebagai cara untuk menguji kuatnya ikatan cinta. Juga sebagai awal untuk memulai cara lain yang berbeda tetapi lebih baik. Berita baiknya, berbagai masalah keluarga juga bisa dicegah kehadirannya misalnya kebosanan, perselingkuhan, KDRT, ketidakpuasan dan daftarnya bisa lebih panjang. Nilai-nilai dalam rukun Islam berfungsi mencegah masalah tersebut timbul. Pelajaran dari rukun Iman bisa menjadi tips untuk keluar dari masalah.

Selanjutnya: Tips Menghindari Masalah… (2)

Atun Wardatun Dosen Fakultas Syari’ah UIN Mataram; Direktur Yayasan LA RIMPU (Sekolah Rintisan Perempuan Untuk Perubahan)