Bakhrul Huda Santri PP Mambaus Sholihin Gresik; Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya

Abu Mahdzurah, Pria Berambut Gondrong yang Menjadi Muazin Nabi Muhammad

1 min read

Foto: middle-east-online.com
Foto: middle-east-online.com

Abu Mahdzurah ra. adalah salah satu sosok Muazin Rasulullah saw. selain Bilal bin Rabah ra. Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang nama aslinya. Satu riwayat mengatakan bahwa nama aslinya adalah Aus bin Rabi’ah bin Mi’yar bin Arij bin Sa’ad al-Jumahi, sedangkan riwayat lain mengatakan bahwa namanya adalah Samrah bin Mi’yar, riwayat lain mengatakan namanya adalah Salmah atau Salman bin Mi’yar, ada juga yang mengatakan bahwa namanya adalah Aus bin Mughirah al-Jumahi.

Dalam Siyar A’lām al-Nubalā’ volume 3 halaman 117, al-Dzahabi menceritakan bahwa Abu Mahdzurah adalah sosok sahabat dan muazin Rasulullah saw. Ia pemilik suara merdu yang nyaring dan ditugaskan oleh Rasulullah saw. menjadi Muazin di Baitul Haram Mekkah. Kisah tentang bagaimana ia terpilih jadi muazin diceritakan oleh Imam Baihaqi dalam Sunannya dan Tabaqāt Ibnu Sa’ad. Saat itu Abu Mahdzurah yang terhitung masih remaja menirukan suara Bilal bin Rabah ra. yang sedang azan dengan tujuan untuk mengolok-olok.

Perbuatannya ini membuat geram mayoritas sahabat kala itu, terlebih saat itu psikologi para sahabat lagi keras-kerasnya sebab posisi dalam perjalanan pulang dari medan perang Hunain. Di saat hampir semua sahabat mulai marah atas ulah Abu Mahdzurah dan teman-temannya yang tertawa, Nabi saw. justru sangat tenang dan tersenyum mendengar lantunan suara Abu Mahdzurah yang dirasa lebih nyaring dan merdu dibanding Bilal. Maka setelah Bilal menyelesaikan azannya, Nabi saw. memerintahkan beberapa sahabat untuk menghadirkan sekelompok remaja pembenci Islam di sebarang lembah yang menjadi sumber asal suara tiruan azan.

Dikumpulkanlah semua remaja itu di hadapan Nabi saw, semua dalam keadaan takut dan mengira akan ada ganjaran setimpal dan perih atas perbuatan tidak bermoral mereka barusan. Nabi saw. memerintahkan satu per satu untuk melantunkan azan, hingga tibalah giliran Abu Mahzurah. Di sinilah Nabi saw. mengenal bahwa yang barusan menirukan azannya Bilal adalah Abu Mahdzurah. Saat itu Nabi saw. memerintahkan Abu Mahdzurah untuk mendekat. Beliau mendudukkan Abu Mahdzurah di antara kedua tangan mulia beliau, beliau melepas penutup kepala Abu Mahdzurah dan menyentuh ubun-ubunnya dan berdoa:

Baca Juga  Kitab Dhikr al-Mawt: Mengingat Kematian [1]

اللهم بارك فيه واهده الى الإسلام

“Ya Allah, berkahi dia dan tunjukkanlah ia pada Islam”

Doa ini diucapkan oleh Nabi saw. tiga kali, kemudian ia memerintahkannya menjadi Muazin di Mekkah, karena belum hapal maka Nabi saw. menalqinkan kalimat Azan padanya berikut juga Iqamahnya.

Pengalaman ini membuat Abu Mahdzurah yang sebelumnya membenci Nabi saw. menjadikannya cinta dan rindu pada beliau saw. Hatinya kian hari dipenuhi dengan cinta pada Nabi saw. dan tidak menyisahkan ruang untuk lainnya. Bukti kecintaan itu dapat terlihat bagaimana ia menjaga dan mengkultuskan rambutnya yang pernah disentuh oleh tangan mulia Nabi saw. hingga akhir hayatnya.

Abu Nu’aim dalam Ma‘rifat al-Sahābah juga menuturkan bahwa sejak kejadian itu Abu Mahdzurah tidak pernah memangkas rambut yang ada di area ubun-ubunnya hingga diceritakan bahwa panjang rambut tersebut terkepang menjuntai setengah badannya. Abu Mahdzurah berkata:

والله لا احلق هذا الشعر حتي أموت

“Demi Allah, saya tidak akan memotong rambut ini sampai saya mati”

Dalam kitab al-Shifā bi Ta‘rīf Huqūq al-Mustafā karya Qadhi Iyad disebutkan bahwa Shofiyah binti Najdah ra. (istri sahabat Abu Mahdzurah ra.) menceritakan: “Abu Mahdzurah mempunyai rambut panjang di area ubun-ubunnya, jika ia lagi duduk dan menjuntaikan rambutnya maka rambut tersebut tentu menjulur menyentuh tanah, kami berkata padanya: “tidakkah engkau mencukurnya?”, namun ia menjawab:

لم أكن بالذي احلقها، وقد مسّها رسول الله بيده

“Saya tidak akan pernah menggunakan sesuatu yang membuatnya terpotong, sebab Rasulullah Saw. pernah menyentuhnya dengan tangan mulianya”. [MZ]

Bakhrul Huda Santri PP Mambaus Sholihin Gresik; Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *