Semenjak beradar video tentang keberadaan Raudhah Nabawi dan tembok makam Nabi saw didisinfektasi yang dipimpin langsung oleh Imam Haramain, Syeikh Sudais, ragam komentar datang baik yang pro maupun yang kontra. Pertanyaannya masih ada yang mempertanyakan kebijakan ini, hingga ada tagar waylakyasudais [celaka kau wahai Imam Sudais]; sebuah ungkapan celaan bagi seseorang yang melakukan tindakan tak terpuji.
Justru yang menjadi pertanyaan upaya sterilisasi Covid-19 dengan menyemprotan cairan disinfektan ini kenapa dianggap salah oleh sebagaian Muslim. Dalam video tersebut sebagaimana umumnya orang yang menyemprotkan cairan disinfektan, Syeikh Sudais juga demikian, tidak ada hal yang nyeleneh dalam aktivitas itu. Hanya bagi yang kontra, praktik tersebut dianggap tidak mendasarkan pada beberapa hadis berikut:
Pertama, dalam beberapa hadis disebutkan bahwa Raudhah adalah salah satu taman surga. Potongan tanah yang menjadi masjid Nabi saw tersebut telah dipatenkan oleh Nabi saw sebagai taman surga. Walaupun taman surga diartikan sebagai kalimat majaz oleh sebagian ulama sebagai tempat yang terahmati sebagaimana surga. Sebagian lain tetap mengartikannya sebagai kalimat sebenarnya bahwa Raudhah adalah potongan surga yang diletakkan di dunia. Dengan keistimewaan Raudhah sebagai taman surga tersebut, apakah kita tidak yakin bahwa ia terbebas dari segala penyakit dan wabah? Apakah di surga ada penyakit dan wabah? Apakah tempat yang penuh rahmat dan tempat mustajābah tidak terbebas dari wabah mematikan?
Kedua, Madinah dalam beberapa hadis juga disebutkan, bahwa Ta‘ūn dan Dajjal tidak akan dapat masuk Madinah. Wabah Ta‘ūn apakah diinterpretasi secara tekstual sebagai wabah yang masyhur dalam sejarah? Tdak, karena apapun wabah mematikan dan dapat menular secara masif masuk kategori Ta‘ūn. Berdasarkan pemahaman ini, apakah Madinah (khususnya Raudhah Nabawi) akan dimasuki wabah yang mematikan seperti Covid-19?
Ketiga, Nabi saw. menyampaikan dalam salah satu hadis bahwa orang yang menziarahinya saat beliau sudah wafat sama halnya telah mengunjunginya saat beliau masih hidup. Pun telah kita dengar bahwa jasad Nabi utuh tidak hancur oleh tanah. Tidak ada tanah yang lebih terhormat dan diberkati Allah swt melebihi tanah di mana di situ Nabi saw dimakamkan. Karena di situ terdapat jasad makhluk terkasih, makhluk termulia, makhluk yang seandainya bukan karenanya, alam semesta dan semua makhluk ini tidak akan tercipta. Hal ini sebagaimana tersampaikan dalam hadisnya Jabir ra. Dengan keistimewaan Nabi saw disisi Allah swt, apakah ada virus yang akan masuk Raudhah atau bahkan masuk di ruangan makam mulia?
Di lain pihak, argumentasi yang pro dengan praktik tersebut umumnya mendasarkan pemahamannya pada teks-teks syariat semisal pada al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 195, yang artinya: … Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Adapun rujukan hadis yang dipakai adalah hadis lā ḍarar wa lā ḍirār (tidak boleh ada kemudaratan untuk diri sendiri dan orang lain), dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, ada kubu dengan pemahaman syariah objektif, sedangkan yang lain dengan intersubjektif. Pro kontra ini akan selalu ada dan akan berkepanjangan terlebih hadirnya media sosial yang setiap orang dapat terlibat aktif di balik smartphone-nya. Sebagai Muslim, kita diharapkan berbaik sangka atas apa yang dilakukan oleh Syeikh Sudais, karena hal itu bentuk ikhtiar zahir atas kecintaan pada Nabi saw. dan menjaga tempat mulia Raudhah tetap bersih dan laik untuk dibuat ibadah lagi. Allah A’lam. [MZ]