Diajeng Laily Hidayati Aliansi PTRG dan Dosen di UINSI Samarinda

Inklusivitas Haji melalui Haji Ramah Lansia dan Disabilitas

3 min read

Kementerian Agama RI (Kemenag) mengusung semangat ‘Haji Ramah Lansia’ pada penyelenggaraan haji tahun 2023. Semangat ini didorong dengan banyaknya jemaah yang berada dalam kategori lanjut usia. Dari 203.320 kuota jemaah reguler, tercatat 67 ribu jemaah adalah lanjut usia. Pada tahun 2023 ini, calon jamaah haji yang berusia di atas 65 tahun diijinkan untuk menunaikan ibadah haji setelah adanya pembatasan pada tahun 2022.

Untuk mengoptimalkan layanan bagi jemaah lansia dan penyandang disabilitas, Kemenag membentuk tim pelayanan khusus lansia. Selain itu, Kemenag juga menunjuk Kepala Bidang Pelayanan Lansia dan Disabilitas, yang akan dibantu Kepala Seksi di setiap kantor daerah kerja (Daker). Di setiap sektor wilayah juga disiapkan 10 petugas haji ramah lansia yang siap melayani jemaah setiap saat. Terobosan ini merupakan langkah nyata kemenag untuk membangun inklusivitas pada pelaksanaan haji tahun ini.

Mewujudkan Haji yang Inklusif

Bagi sebagian orang, seperti lansia dan penyandang disabilitas, rentetan pelaksanaan ibadah haji bukanlah hal yang mudah. Dibentuknya Bidang Pelayanan lansia dan Disabilitas pada pelaksanaan haji merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memberikan perhatian khusus kepada jamaah lansia agar mereka dapat menjalankan ibadah haji dengan nyaman dan aman. Pendirian biro ini adalah langkah penting dalam memastikan bahwa semua umat Muslim memiliki kesempatan yang setara untuk menjalankan ibadah haji dengan aksesibilitas dan dukungan yang memadai.

Salah satu aspek penting yang menjadi fokus bidang ini adalah pendampingan khusus yang diberikan kepada jamaah lansia dan disabilitas selama perjalanan haji yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi jamaah. Aksesibilitas dan dukungan yang memadai merupakan kunci dalam mewujudkan haji yang inklusif. Beberapa poin penting dalam pendampingan haji bagi lansia dan penyandang disabilitas antara lain:

Baca Juga  Pilkada DKI Yang Memilukan: Sebuah Refleksi Kemerdekaan

Pertama, Fasilitas Fisik yang Inklusif: Fasilitas fisik yang ramah lansia dan disabilitas akan sangat membantu aksesibilitas jamaah dalam pelaksanaan ibadah haji. Ini meliputi aksesibilitas bangunan, misalnya, dengan adanya tangga dan ramp yang nyaman, lift, toilet yang sesuai, serta rute yang mudah diakses bagi lansia dan orang dengan disabilitas fisik. Kementerian agama, tentunya, telah merancang dengan mempertimbangkan kebutuhan khusus, seperti penyediaan kursi roda atau fasilitas bantuan mobilitas lainnya bagi lansia dan penyandang diasbilitas.

Kedua, Staf dan Petugas yang Kompeten: Pengetahuan tentang cara memberikan bantuan dan dukungan yang tepat, serta pemahaman tentang aspek keamanan yang dimiliki oleh pendamping haji. Dengan pemahaman yang baik tentang kebutuhan khusus ini, pendamping haji dapat memberikan layanan yang lebih baik dan merasa lebih siap dalam menghadapi situasi yang mungkin terjadi. Dalam hal ini, Kemenag telah secara khusus memberikan pelatihan bagi para pendamping lansia dan disabilitas.

Ketiga, Dukungan Medis yang Adekuat: Penting untuk menyediakan dukungan medis yang memadai bagi lansia dan orang dengan disabilitas selama perjalanan haji. Ini termasuk memastikan adanya tenaga medis yang terlatih dan berpengalaman yang siap memberikan perawatan dan pengawasan medis yang diperlukan. Dukungan ini dapat mencakup pemantauan kesehatan secara rutin, pengobatan yang sesuai, penanganan keadaan darurat, serta aksesibilitas ke fasilitas medis yang mungkin diperlukan.

Keempat, Pendampingan dan Bimbingan: Pendamping yang terlatih akan membantu para lansia dan penyandang disabilitas dalam mengatasi tantang fisik dan emosional yang mungkin dialami para jamaah. Untuk memberikan pemahaman yang inklusif bagi pendamping dan jamaah, Kemenag telah menyiapkan buku panduan manasik haji dan umrah ramah lansia. Buku ini menjadi panduan dalam pelaksanaan manasik jemaah lansia.

Baca Juga  Kepemimpinan Demokratis di Era Pandemi

Pembuatan panduan ini merupakan terobosan nyata Kemenag dalam memenuhi kebutuhan jemaah lansia. Buku pedoman ini membahas tentang beberapa poin penting yang berkaitan erat dengan proses peribadahan haji bagi lansia seperti prinsip kemudahan dan keringanan beribadah dalam Islam, shalat di hotel Tanah Haram bagi lansia, shalat arbain di Madinah bagi lansia, melontar jumrah bagi Lansia, dan tata cara peribadahan haji lainnya.

Kesejahteraan Psikologis untuk Haji yang Lebih Bermakna

Kelancaran pelaksanaan haji bagi jamaah lansia dan penyandang disabilitas bukan hanya perihal komponen yang kasat mata saja. Aspek emosional bagi para jamaah dengan kebutuhan khusus juga perlu diperhatikan. Pada umumnya, haji adalah salah satu momen penting dalam kehidupan seorang Muslim. Bagi lansia dan penyandang disabilitas, merasakan kesempatan untuk menjalankan ibadah haji dengan dukungan yang tepat dapat memberikan perasaan kebahagiaan, kedamaian, dan kesejahteraan secara psikologis.

Pelaksanaan haji yang memperhatikan kebutuhan dan keterbatasan fisik serta emosional lansia serta penyandang disabilitas dapat memberikan rasa aman, nyaman, dan kepercayaan diri yang pada gilirannya berdampak positif pada kesejahteraan psikologis mereka. Penyediaan pendamping yang kompeten dapat mengurangi tingkat stress yang mungkin dialami oleh lansia dan penyandang disabilitas selama proses haji.

Dengan adanya pendekatan yang lebih sensitif terhadap kebutuhan jamaah dengan berbagai keterbatasan, termasuk mengatur kelompok perjalanan dengan kecepatan yang sesuai, istirahat yang cukup, dan perhatian medis yang memadai, lansia dan penyandang disabilitas dapat merasa lebih tenang.

Penyediaan aksesibilitas dan dukungan yang memadai dalam pelaksanaan haji membantu lansia dan penyandang disabilitas merasakan pemenuhan dari rasa berarti dan tujuan hidup yang mereka cari. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis mereka, memberikan perasaan pencapaian dan memperkuat ikatan spiritual yang mendalam. Dengan menjalankan ibadah haji yang diinginkan, mereka dapat merasa bahagia, puas, dan mendapatkan kepuasan spiritual yang mendalam. Hal ini berpotensi meningkatkan kesejahteraan psikologis dan kualitas hidup secara keseluruhan.

Baca Juga  Pribumisasi sebagai Perspektif: Pergulatan Islam ‘Otentik’ dan Islam Kontekstual (2)

Meski demikian, penting untuk dicatat bahwa pelaksanaan haji yang inklusif harus didasarkan pada pendekatan yang holistik dan memperhatikan kebutuhan individu. Setiap lansia dan penyandang disabilitas memiliki kebutuhan yang berbeda, dan penting untuk menyediakan dukungan yang sesuai sesuai dengan kondisi fisik, emosional, dan sosial mereka. Melibatkan keluarga, tenaga medis, dan ahli psikologi dalam pelaksanaan haji dapat menjadi pendekatan yang efektif untuk memastikan kesejahteraan psikologis jamaah terjaga dengan baik.

Melalui pendekatan yang inklusif, pelaksanaan haji dapat menjadi pengalaman yang lebih bermakna dan memenuhi kebutuhan spiritual bagi lansia dan orang dengan disabilitas. Dengan memastikan aksesibilitas, dukungan yang memadai, dan kesadaran masyarakat yang tinggi, inklusivitas penuh dalam pelaksanaan ibadah haji dapat tercapai.

Diajeng Laily Hidayati Aliansi PTRG dan Dosen di UINSI Samarinda