“Barang siapa menapaki jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga”.
(HR. Abū Dāwūd dan al-Turmudhī)
Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah. Dhat yang menaungi seluruh alam semesta. Yang menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi-Nya. Semoga kita tetap dalam lindungan rahman-rahim-Nya.
Dalam episode paling awal ini, rubrik “Ngaji Kitab” akan mulai menyajikan pembahasan kitab secara berseri. Kajian disuguhkan secara linear, mulai awal hingga khatam. Kitab yang dikaji adalah “kitab kuning”, warisan para ulama’, yang pada kesempatan awal ini, kami intisari dari goresan tinta seorang ‘Alim ‘Allamah ‘Abdillāh b. Husayn b. Tāhir Bā‘alawī al-Hadramī al-Shāfi‘ī. Judul kitabnya Sullam al-Tawfīq ilā Mahabbatillāh ‘alā al-Tahqīq: Mukhtasar fīmā yajib ‘alā kull Muslim an ya‘lamahu min usūl al-dīn wa furū‘ih (tangga pertolongan untuk menggapai cinta Allah dengan sebenar-benarnya: sebuah ringkasan tentang sesuatu yang wajib diketahui orang Islam tentang dasar-dasar agama dan percabangannya). Judulnya memang cukup panjang, namun jangan khawatir, sang mu’allif (pengarang) menyajikan materi-materinya secara ringkas dan padat, tidak sampai 50 bab.
Mu’allif kitab ini (rahimahullāh) adalah seorang ulama berkebangsaan Yaman, tepatnya dari Tarim, Hadramaut. Beliau keturunan Nabi dengan marga Bā‘alawī. Bā‘alawī atau Bani ‘Alawī (keturunan ‘Alawī) merupakan sebutan untuk kelompok keturunan Nabi yang pertalian darahnya tersambung ke ‘Alawī b. Ubaydilāh b. Ahmad al-Muhājir b. ‘Īsā b. Muhammad b. ‘Alī al-‘Uraydī b. Ja‘far al-Sādiq b. Muhammad al-Bāqir b. ‘Alī Zayn al-‘Ābidīn b. Husayn b. ‘Alī dan Fātimah bint. Muhammad Rasulullah.
Beliau adalah seorang Shāfi‘īyah, penganut mazhab fikih Shāfi‘ī. Kitab yang ditulis ini banyak membicarakan masalah fikih, mulai dari wudu, mandi junub, salat, puasa, zakat, hingga perihal jual beli. Tentu, corak fikih yang dipaparkan cenderung ke mazhab Shāfi‘ī, sebuah mazhab yang juga sangat dominan di Indonesia.
Selain Fikih, beliau juga membahas tentang akhlak tasawuf. Di buku tersebut, kita akan mendapati uraian-uraian mengenai ragam kemaksiatan yang jamak dilakukan anggota badan: mulai dari mata, perut, hingga kaki. Dan di penghujung kitab, kita akan disuguhkan satu pembahasan mengenai taubat.
Pengetahuan ini, meski mendasar, cukup untuk menjadi pegangan umat Islam. Kata mu’allif dalam pengantar kitabnya, karangan tersebut tidak hanya ditujukan untuk khalayak umum, namun juga cerdik cendikia. Karena kitab tersebut tidak hanya menekankan proses pembelajaran dan pengajaran, namun juga pada pengamalan. Urgensi dari sebuah pengetahuan adalah melahirkan pengamalan. Barangkali, inilah yang dikehendaki sang mu’allif dengan mempertautkan fikih dan tasawuf dalam karyanya itu. Dalam tasawuf, pengetahuan dinilai kosong tanpa pengamalan. Pepatah Arab juga mengingatkan, ilmu tanpa amal ibarat pohon tak berbuah. Demikian juga Imam al-Ghazālī, dalam kitab Ayyuhal Walad beliau mengatakan, “ilmu tanpa amal merupakan sebuah kegilaan, sedang amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan”.
Pertautan antara fiqh-tasawuf inilah yang terasa amat penting dalam kitab ringkas ini. Seakan mengingatkan kita pada sebuah kutipan berikut:
ﻣﻦ ﺗﺼﻮﻑ ﻭﻟﻢ ﻳﺘﻔﻘﻪ ﻓﻘﺪ ﺗﺰﻧﺪﻕ ﻭﻣﻦ ﺗﻔﻘﻪ ﻭﻟﻢ ﻳﺘﺼﻮﻑ ﻓﻘﺪ ﺗﻔﺴﻖ ﻭﻣﻦ ﺟﻤﻊ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﻓﻘﺪ ﺗﺤﻘﻖ
“Barang siapa bertasawuf tanpa berfikih maka dia telah zindik, barang siapa berfikih tanpa bertasawuf maka dia telah fasik, dan barang siapa yang memadukan keduanya maka dia benar-benar tahqīq (berada dalam kebenaran)”.
Dewasa ini, kedua hal tersebut menjadi representasi ruang kekosongan kita. Hukum jika berjalan tanpa kebijaksanaan hanya akan menjadi pedang tajam yang melibas setiap orang. Demikian juga kebijaksanaan yang abai terhadap norma hanya akan menguap tanpa memberi makna apa-apa. Kiranya itulah yang menjadi salah satu alasan kami menyajikan kitab ini kepada para pembaca.
Dalam membahas kitab ini, kami berupaya untuk menyajikan teks kitabnya secara utuh dengan disertai terjemah dan memberi keterangan tambahan secukupnya, khususnya dari buku-buku sharah maupun tahqīq. Kami berusaha untuk memaparkan pembahasan se-ringkas dan se-ringan mungkin agar pembaca bisa dengan mudah memahami dan meresapi. Semoga, ikhtiar ini menjadi amal jariyah bagi kami, memberi manfaat bagi para pembaca, dan memberkahi seluruh kehidupan kita.
Teruntuk sang mu’allif, ‘Abdillāh b. Husayn b. Tāhir Bā‘alawī al-Hadramī al-Shāfi‘ī, lahul fātihah. [MZ]