Halimatus Sa'diyah Penyuluh Agama Islam Kota Surabaya santri PP. Darul Hafidhin Surabaya

Role Model Ashabul Kahfi Panutan Generasi Masa Kini

2 min read

Masa muda adalah saat di mana seseorang dapat menekan potensinya semaksimal mungkin dan mengembangkan gejolak performanya secara drastis layaknya para pemuda Ashabul Kahfi. Sayangnya, banyak pemuda yang lupa, sehingga potensi dalam diri mereka terbuang percuma.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah memberikan kisah sukses dari sekelompok pemuda zaman dahulu, Ashabul Kahfi namanya. Melekat pada mereka, semua mental dan karakter minimal yang harus dimiliki oleh para pemuda yang terangkum dalam dua ayat berikut,

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُم بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ لَن نَّدْعُوَ مِن دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا

“Kami ceritakan kisah mereka kepadamu [Muhammad] dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk;  dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri lalu mereka berkata: ‘’Rabb kami adalah Rabb langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyeru Ilah selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (QS. 18: 13-14)

Karakter pertama ialah أمنوا, artinya mereka beriman. Bukan sekadar meyakini adanya rukun iman, melainkan orientasi hidup mereka jelas. Mempersiapkan diri guna menyambut kebenaran tentang rukun-rukun tersebut, selamat dari siksa neraka, lalu hidup abadi berbahagia di Surga.

Dengan keyakinan seperti ini, naluri seseorang agar senantiasa berbuat baik dan mengejar impiannya di dunia akan terangsang. Sebab orientasi hidup yang jelas dan percaya jika Tuhan menghargai setiap usaha, adrenalin mereka terangsang untuk tidak mudah putus asa dan terus bersemangat meskipun harus jatuh bangun untuk kesekian kalinya.

Baca Juga  Keutamaan Surah Yasin dalam Tradisi Masyarakat Indonesia

Seperti anak kecil yang merengek meminta dibelikan mainan, Tuhan pun tidak akan menunjukkan jalan sukses seseorang jikalau orang tersebut tidak punya orientasi yang jelas seperti rengekan seorang anak kecil. Berbeda jika halnya dia berdoa maksimal meminta agar Allah menjembatani usahanya menuju tingkat yang lebih tinggi, maka di situlah implenentasi dari sifat ikhtiar dapat dihitung terlaksana

Kedua, وزدناهم هدى, Allah menambahkan hidayah yang mereka dapat. Hidayah dalam konteks ini bermakna potensi, kemahiran, hingga jalan kesuksesan yang terus ditambah. Allah memandang Ashabul Kahfi memiliki potensi kesalehan yang lebih. Mereka tidak puas jika potensi mereka untuk menjadi kekasih Allah dihambat raja dan diancam dibunuh, maka dari itu Allah menyelamatkan mereka dari raja yang dzalim.

Dari kisah tersebut, dapat dipahami bahwa dengan tetap merasa tidak puas akan level potensi yang dimiliki, akan terus mendorong kita meningkatkannya di atas rata-rata Layaknya BJ Habibie yang tidak gampang puas dengan ketinggian IQ-nya dan cenderung memilih belajar lebih lama daripada orang lain.

Ketiga, وربطنا على قلوبهم, Allah teguhkan hati mereka di jalan kebenaran. Dengan kata lain, Ashabul Kahfi konsisten dengan apa yang ia perjuangkan hingga Allah pun mengikat hati mereka agar senantiasa berada di jalan kebaikan. Banyak semangat pemuda begitu menggebu di awal, namun tak menjamin akan bertahan hingga akhir. Oleh karena itu, Konsisten ini merupakan fase terberat dalam konsep ini.

Tidakkah kita mengingat sebuah kaidah kehidupan? Bukan tentang siapa yang paling cepat menuju puncak, melainkan siapa yang paling lama bertahan. Bahwa bukan hanya yang tercepat menuju puncak, melainkan yang paling konsisten dalam menggapainya.

Terakhir, yakni keterlibatan dengan Allah SWT. Ketika Ashabul Kahfi diburu oleh penguasa kala itu, mereka berdoa kepada Allah agar diselamatkan. Sebagaimana kita tahu, Man proposes God disposes, Manusia hanya berencana, Allah-lah yang mengabulkan.

Baca Juga  Haji sebagai Sarana Menggapai Puncak Kesadaran

Boleh saja kita merasa puas dengan usaha yang sudah dilalui. Boleh saja kita rehat sejenak setelah berusaha keras. Boleh saja menganggap potensi kita sudah dirangsang semaksimal mungkin. Tapi harus diingat, ketika potensi dan kesuksesan hampir mencapai titik puncaknya,  maka di sinilah campur tangan Allah berlangsung. Hal yang mendasar, tapi seringkali menjadi titik balik krusial dalam kehidupan.

Semacam kisah Nabi Musa saat berada dalam puncak kapabilitas sebagai makhluk ciptaan-Nya, terdesak oleh pasukan Firaun di tepi laut Merah. Di tengah kegentingan itulah, Allah memenangkan hamba-Nya dengan membelahkan laut Merah melalui tongkat Musa. Keajaiban itu datang tepat pada waktunya. Maka, jika ingin “keajaiban” itu juga mau menghampiri kita, sudah sepadankah jerih payah ini membelinya?

Halimatus Sa'diyah Penyuluh Agama Islam Kota Surabaya santri PP. Darul Hafidhin Surabaya