Imam Nakhai Dosen Ma’had Aly Situbondo, Komisioner Komnas Perempuan, Ahli Ushul Fiqh

Zakat Fitrah untuk Fakir Miskin yang Masih Jadi Rebutan

2 min read

Foto: www.rqiim.com

Zakat Fitrah adalah bagian dari kewajiban Zakat secara umum. Di samping zakat fitrah, ada zakat māl, zakat perdagangan, zakat pertambangan, zakat penghasilan, zakat perhotelan dan perindustrian.

Zakat fitrah adalah zakat khusus yang paling menyita perhatian umat Islam karena ia dikaitkan dengan kewajiban puasa Ramadan. Sehingga ia memiliki daya tekan dibandingkan kewajiban zakat yang lain. Jika tidak bayar zakat fitrah, maka puasa Ramadannya dikhawatirkan tidak berpahala. Begitu nalar sebagian umat Islam.

Ukuran kewajiban zakat fitrah sangat sangat kecil dibandingkan zakat yang lain yang bisa mencapai jutaan rupiah. Zakat fitrah, hanya 2,5 kilo gram, yang jika dihargai dengan beras yang paling mahal sekitar 35.000. Anehnya, zakat ini selalu menjadi “rebutan”. Hingga ini, banyak yang bertanya: bolehkah masjid, madrasah, gaji guru menerima zakat fitrah? Bolehkah zakat fitrah untuk membangun jembatan, dan pertanyaan lain.

Zakat Fitrah Hanya Untuk Fakir Miskin

Setidaknya ada dua hadis Nabi yang secara tegas menyatakan bahwa zakat fitrah itu khusus untuk fakir miskin:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ

Lafal tu’matan li al-masakīn menunjukkan secara tegas bahwa zakat fitrah itu “untuk orang miskin”.

أغنوهم عن السؤال في هذا اليوم، وهذا الحديث وإن كان ضعيفًا، لكن يقويه حديث ابن عباس رضي الله عنه: فرضها – أي زكاة الفطر – طهرة للصائم من اللغو والرفث وطعمة للمساكين

Cukupilah orang orang miskin itu di hari fitri ini, jangan biarkan mereka masih mengemis-ngemis. Demikian sabda Nabi.

Berdasar hadis ini dan melalui penalaran maqāsid al-syarī‘ah, Banyak ulama berpendapat, termasuk Ibnu Taimiyyah, bahwa zakat fitrah khusus untuk fakir miskin. Buatlah mereka kaya. Jangan rebut kembali hak mereka.

Baca Juga  Kitab Suci Agama-agama [Part 2 Selesai]

Waktu Zakat Fitrah

Banyak yang memahami bahwa waktu wajib zakat fitrah dimulai sejak malam lebaran sampai usai penyelenggaraan salat Idul Fitri. Kalau dibayarkan setelah salat Idul Fitri, maka seperti sedekah biasa. Begitu ungkapnya. Sesungguhnya tidak demikian.

Zakat fitrah boleh dibayarkan sebelum waktu wajibnya (malam lebaran). Zakat yang dibayarkan sebelum waktu wajib ini disebut ta’jīl zakat. Waktu zakat fitrah itu berakhir dengan tenggelamnya matahari di hari lebaran. Memang yang paling utama zakat diberikan sebelum salat Idul Fitri (ini disebut waktu utama), tetapi juga masih diberi waktu sampai sehari penuh. Bahkan jika menunggu penerima zakat yang masih kerabat atau menunggu orang yang lebih membutuhkan, maka sunnah diakhirkan sampai setelah salat Idul Fitri. Jika sampai masuk tanggal dua, maka haram hukumnya, tetapi tetap harus dibayarkan. (I’ānat al-Talibīn, Vol. 2).

Lo kan ada hadis, kalau diakhirkan dari salat, maka ia adalah “sedekah biasa”. Benar itu. Sedekah itu artinya zakat. Jadi arti hadis, jika dibayarkan setelah salat Idul Fitri, maka pahalanya seperti zakat-zakat yang lain. Kalau sebelumnya maka pahalanya lebih utama.

Niat Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah kewajiban, sehingga membutuhkan “niat” untuk membedakan dengan pemberian lain yang tidak wajib. Niat zakat fitrah sebaiknya dibersamakan dengan ketika menyerahkannya kepada yang berhak atau ketika diserahkan kepada amil sebagai wakil zakat. Niat zakat juga bisa diserahkan kepada wakil. Bahkan jika yang dizakati anak anak, atau orang yang tidak cakap hukum, maka wali yang berniat atas nama mereka.

Bagaimana dengan istri? Bukankah suami yang membayarkannya? Pada dasarnya istri juga berkewajiban membayar zakat fitrah sebagaimana suami dan anak anak, hanya saja harta yang akan dibayarkan zakat berasal dari suami, sebagaimana nafkah. Jadi yang membayar zakat hakikatnya adalah istri. Bahkan banyak ulama yang berpendapat istri wajib membayar zakat dari hartanya sendiri. Oleh karena hakikatnya yang membayar zakat adalah Istri, maka “niat zakat fitrahnya” juga dari istri. Istrilah yang berniat mengeluarkan zakat. Namun sebagaimana suami, istri juga bisa mewakilkan niatnya kepada wakil.

Baca Juga  Tadarus Litapdimas (17): Cite, Menyebarkan Islam Moderat dan Melawan Imej Negatif Tentang Islam Di Australia

Jadi, salah pandangan yang menyatakan bahwa suami yang berniat karena dialah yang membayarkannya. Sebab istri juga berkewajiban membayar zakat, baik dari harta suami atau hartanya sendiri. Apalagi jika suaminya berjarak jauh dan harus pulang ke kampung halaman hanya kebutuhan meniatkan istrinya berzakat. Itu tidak perlu dan keliru. [MZ]

Imam Nakhai Dosen Ma’had Aly Situbondo, Komisioner Komnas Perempuan, Ahli Ushul Fiqh

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *