Saya bukan seorang teknokrat. Pula, saya juga bukan ahli pesawat terbang. Alih-alih untuk membuat desain pesawat terbang, untuk menggambar pesawat terbang dalam kertas pun hasilnya jauh dari layak. Tapi saat membaca berita bahwa pesawat N250 Gatotkaca karya BJ Habibie dimuseumkan, perasaan ini menjadi teraduk. Dada ini begitu menjadi sesak.
Betapa tidak, pesawat N250 yang pada masanya menjadi kebanggaan Indonesia harus menemui nasibnya sebagai penghuni museum. Pesawat yang pernah mengangkat kepala Indonesia di hadapan dunia hanya tinggal sejarah. Pesawat yang pada uji terbang perdananya menghentak dunia kini hanya tinggal cerita. Pesawat yang menjadi inspirasi anak dan pemuda Indonesia untuk menjadi Habibie-Habibie berikutnya kini termenung di sudut museum. Ah, rasanya tak kuasa nostalgia ini untuk dikenang dan ditulis jika hanya akan menyayat rasa kita sebagai Indonesia.
Saya termasuk mengidolakan Pak Habibie. Beberapa buku tentang Pak Habibie saya koleksi dan saya baca. Membaca buku Pak Habibie sangat menginspirasi dan mencerahkan. Sarat dengan kisah, spirit dan motivasi untuk maju tidak hanya sebagai pribadi tapi juga sebagai anak Bangsa. Jika pada masanya Pak Habibie menjadi idola setelah berhasil membuat pesawat N250 Gatotkaca, bisa dibayangkan bagaimana ia menjadi idola lewat bukunya yang inspiratif itu. Bersyukur jika generasi muda masih punya kesempatan membaca buku tentang Pak Habibie.
Bagi saya, Pak Habibie adalah salah satu anugerah Allah untuk Indonesia. Anugerah yang tidak diberikan Allah kepada banyak bangsa di dunia. Anugerah yang maha berlimpah ada pada sosok Pak Habibie. Saat membaca buku Pak Habibie yang selalu terlintas pada pikiran saya adalah begitu sayangnya Allah kepada Indonesia sehingga memberikan kepada Indonesia seorang Pak Habibie. Rasa kagum luar biasa dengan Pak Habibie tak disadari membuat saya bertanya-tanya: “Kok ada ya orang seperti Pak Habibie ?”. Pertanyaan yang sama sekali bukan meragukan Pak Habibie tapi muncul akibat begitu istimewanya Pak Habibie di mata saya.
Bagi Indonesia, Pak Habibie tidak hanya satu dari WNI yang mencintai Indonesia, tapi juga SDM yang jasanya luar biasa. Untuk orang seperti Pak Habibie saya tidak cukup pilihan kata untuk menggambarkan sosoknya. Hampir semua pilihan kata positif terkait SDM selalu cocok disematkan kepada Pak Habibie.
Sebagai ahli dunia dalam bidang pesawat terbang, seharusnya Pak Habibie menerima apresiasi lebih dari yang ada saat ini. Pak Habibie bukan ahli pesawat terbang biasa yang umum dimiliki banyak Bangsa. Pak Habibie adalah ahlinya ahli pesawat terbang dengan sejumlah paten yang sampai saat ini masih diterapkan oleh industri pesawat terbang dunia. Sekali lagi, Indonesia bersyukur bahwa Pak Habibie adalah seorang WNI yang cinta NKRI.
Jika kita sepakat bahwa tiap anak bangsa harus berkontribusi untuk Indonesia, Saya pikir Pak Habibie telah sangat luar biasa memberikan kontribusi untuk Indonesia. Pak Habibie tidak memberikan keahlian sampingan dalam teknologi, tapi kepakaran utamanya dalam Industri pesawat terbang. Saya yakin semua ilmu dan pengetahuannya tentang pesawat terbang telah ditumpahkan demi martabat Indonesia di mata dunia. Tidak ada yang tersisa dari Pak Habibie yang diberikan untuk Negeri yang dicintainya.
Pesawat N250 adalah buktinya. Pesawat yang menjadi pionir industri pesawat terbang Indonesia. Pesawat yang memacu para teknokrat Indonesia hingga mampu membuat model pesawat lainnya setelah N250. Tahun 1995 saat uji terbang N250 optimisme sebagai bangsa yang akan menjadi rujukan industri pesawat terbang dunia membuncah dari dada setiap anak bangsa. Indonesia menjadi “harum” namanya di mata bangsa yang telah menjadi produsen pesawat terbang lebih dulu.
Semua itu dulu pernah terjadi. Tapi kini, semua tinggal kenangan yang entah manis atau pahit kenangan itu. Tiap anak bangsa punya rasa tersendiri. Jika sudah seperti ini rasanya tidak hanya saya dan Indonesia yang meratap, tapi saya yakin banyak negara sahabat yang melek sejarah juga meratap. Mau menyalahkan pihak tertentu juga bukan solusi tepat merespons pemuseuman N250. Kita Indonesia hanya bisa belajar; jangan ragu dan gemetar di hadapan siapa pun untuk menjadi bangsa mandiri dan terhormat. Cukuplah N250 sebagai pembelajaran nyata.
Berpolitik jangan cukup dengan meraih jabatan tertentu di pemerintahan tanpa peduli SDM bangsa dan karyanya yang sejatinya harus difasilitasi. Terlalu naif jika berpolitik hanya puas dengan viralnya diri dan parpolnya sementara martabat bangsa di mata dunia tidak lagi menjadi perhatian serius. Oh, N250 nasibmu kini. Izinkan kami tetap berbangga denganmu. Wallahu A’lam.
*Penulis penerima beasiswa ICMI Cairo tahun 1995-1996.*
Editor: MZ