Yang dimaksud dengan al-‘ālim (العالم) ialah orang yang menggunakan waktunya untuk mendidik (التعليم), memberi fatwa (الإفتاء), menyusun karya ilmiah (التصنيف), dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan al-‘ābid (العابد) ialah orang yang memutuskan diri untuk hanya beribadah meninggalkan semua itu, meskipun ia ‘ālim (orang yang berilmu). Bukan berarti orang ‘ālim yang utama itu yang tidak beramal, dan tidak pula berarti al-‘ābid (ahli ibadah) itu orang yang kosong dari ilmu, tetapi yang dimaksud dengan itu al-ālim adalah bahwa ilmu merupakan fokus amalnya, sedangkan fokus amalan al-‘ābid adalah ibadah berdasarkan ilmunya.
Oleh karena itu, pada prinsipnya ibadah orang yang tidak berdasarkan ilmu (عبادة الجاهل) berpotensi merusak dirinya dan tidak bernilai menurut ajaran agama, sehingga dalam pandangan ajaran agama seorang yang tidak berilmu, al-jāhil, itu mustahil menjadi kekasih (walī) Allah ( يستحيل شرعا أن يكون وليا لله تعالى).
Bahwa al-walī itu lebih umum dari al-‘ālim, itu benar. Konon ada yang mengatakan,
إن الولي هو العالم العامل بعلمه
Sesungguhnya al-walī adalah al-‘ālim (orang berilmu) yang mengamalkan ilmunya.
Sehingga antara al-walī dan al-‘ālim adalah dua hal yang sama.
Ibnu Bun dalam kitab al-Wāsilah menyatakan,
والأولياء المؤمنون الأتقياء فالعلماء العاملون أولياء
“Al-Awliyā’ (para kekasih Allah) yang beriman itu adalah al-atqiyā’ (orang-orang yang bertakwa. Adapun al-ulamā’ (orang-orang yang berilmu) adalah orang yang mengamalkan ilmunya itu, mereka adalah auliyā’.”
Jelasnya sebagaimana dikatakan oleh al-Imam al-Syafi’i,
إذا لم يكن العلماء أولياء فليس لله تعالى ولي
“Bila ulama itu bukan auliya’, maka Allah tidak memiliki seorangpun wali (kekasih).”