Khoirul Fata Alumnus PP Darussalam Gontor; Alumnus S1 Universitas al-Azhar Mesir; Dosen UNIDA Gontor

[Profil Ulama] Syekh Yusri al-Hasani dari Mesir: Ulama yang Menjadi Konsultan Bedah

2 min read

Syekh Yusri Saat Menghadiri Studium Generale Prodi AFI UINSA

Nama lengkapnya adalah Yusri Rusydi al-Sayyid Gabr al-Hasaniy. Nasabnya bersambung hingga Sayyidina Hasan ibn ‘Ali ibn Abi Thalib. Syekh Yusri lahir pada tanggal 23 September 1954 di distrik Rawd al-Faraj Kairo, Mesir.

Umumnya ulama al-Azhar yang mendalami ilmu agama, Yusri muda justru mengawali karir akademisnya dengan menekuni ilmu kedokteran. Pada tahun 1978 ia berhasil menamatkan kuliah strata satunya di Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Kairo. Pasca-lima tahun berselang ia berhasil menggondol gelar Magister pada tahun 1983. Di tahun 1991, ia berhasil menamatkan jenjang S3 di universitas yang sama.

Semenjak resmi menjadi dokter dengan seabrek kesibukan medisnya, Syekh Yusri tidak mengurangi kecintaannya terhadap ilmu agama hingga mengantarkannya menempuh kembali jenjang pendidikan Strata Satu di Universitas al-Azhar dengan mengambil jurusan Syariah Islamiyah dan lulus pada tahun 1998.

Selama kuliah di al-Azhar, ia banyak berguru kepada sejumlah ulama besar seperti Syekh Nashr Farid Washil, Mantan Mufti Mesir, Syekh Kamal al-‘Annani, ahli  fikih terkemuka di al-Azhar, Syekh Rabi’ Jauhari, anggota dewan ulama senior al-Azhar, Syekh Muhammad Zakki Ibrahim, dan ulama lainnya.

Selama menempuh studi ilmu kedokteran di Kairo, ia juga secara konsisten mempelajari ilmu-ilmu keislaman dan berguru kepada sejumlah ulama besar di masanya. Tahun 1985 ia menyelesaikan hafalan al-Qur’an di tangan Syekh Abdul Hakim Khathir, melalui riwayat Hafsh, dengan sanad muttasil kepada Rasulullah Saw.

Dari tahun 1976 sampai tahun 1978 ia belajar kitab al-Muwatta’, salah satu kitab otoritatif dalam bidang hadis kepada Syekh Muhammad Hafiz al-Tijani, ahli hadis di masanya. Ia juga berguru kepada Syekh Muhammad Nagib al-Muthi’, pengarang Takmilat al-Majmū, dari tahun 1978 sampai 1981. Dari Syekh Nagib al-Muthi’i ia mendapatkan ijazah Sahīh Bukhārī, Hāsyiyat al-Qalyubī wa ‘Umayrah, Ihyā’ Ulūm al-Dīn dan kitab-kitab lain dalam bidang fikih dan hadis.

Baca Juga  [Resensi] Ahmadiyah dan Absurditas Tafsir Undang-undang Penodaan Agama

Ulama yang paling mempengaruhi perjalanan intelektualnya adalah Syekh Abdullah ibn Shiddiq al-Ghumari, ulama tersohor dari Maroko. Dari al-Ghumari, ia menerima Ijazah kitab al-Syamāil al-Muhammadiyyah, dan beberapa kitab hadis lainnya, sekaligus ijazah tarekat al-Shiddiqiyyah al-Darqawiyyah al-Syadzuliyyah pada tahun 1980. Dari Syekh Abdullah, ia juga mempelajari kitab al-Luma’, salah satu kitab rujukan dalam bidang ushul fikih, bersama Syekh ‘Ali Jum’ah, Mantan Mufti Mesir. Dari Syekh ‘Ali Jum’ah ia mempelajari kitab al-Waraqāt fī Usūl al-Fiqh, Jam’ al-Jawāmi’, Mughnī al-Muhtāj, Sahīh Bukhārī, Sahīh Muslim, Sunan Abū Dawud, Muqaddimat ibn Salāh, al-Asybāh wa al-Nazhāir, Syarh al-Kharidah al-Bahiyah, Fath al-Qarīb dan lain-lain.

Berkat ketekunannya dalam menuntut ilmu, kini ayah dari lima anak ini dikenal sebagai ulama karismatik al-Azhar yang memiliki pengaruh luas dengan jumlah pengikut yang melimpah, baik dari dalam maupun dari luar. Setiap hari masjidnya yang terletak di kawasan Muqattam selalu ramai dikunjungi oleh mahasiswa dan mahasiswi asing yang datang dari berbagai negara.

Sejauh ini, beliau sudah mengampu dan menamatkan beberapa kitab seperti Sahīh Bukhārī, Sahçh Muslim, Sunan al-Tirzmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan Nasai’, Sunan Ibnu Majah, al-Syamail al-Muhammadiyyah, al-Syifā’, Manāzil al-Sairin, al-Risālah al-Qusyairiyyah, al-Hikam al-‘Athaiyyah, Fath al-Qarīb, Riyādh al-Sālihīn, dan lain-lain.

Ulama yang Menjadi Konsultan Bedah Umum

Saat Syekh Yusri berstatus mahasiswa kedokteran, di waktu yang sama beliau juga aktif mengaji dan mengambil ilmu dari majelis ilmu para ulama al-Azhar. Kecintaannya pada ilmu-ilmu agama membuat Yusri muda hendak meninggalkan bangku fakultas kedokteran. Ia merasa merugi belajar ilmu-ilmu kedokteran.

Baca Juga  Mereka Kira Kami Bodoh [Sajak Rakyat Jelata]

Keinginan kuat untuk fokus belajar ilmu agama itu diutarakan pada gurunya, al-Ghumariy. Di luar dugaan, sang mursyid memberi pandangan berbeda dari keinginan sang murid. Sang mursyid berkata, “Di mana saja Allah menempatkanmu, di situlah engkau dapat beribadah kepada Allah. Buatlah hal itu dengan baik. Itulah pilihan Allah buatmu”.

Setelah mendengar jawaban indah itu, SyekhYusri lantas kembali ke rumahnya dan membuka kembali buku-buku kedokteran. Ia tekuni disiplin ilmu kedokteran hingga level strata tiga, sebagai konsultan bedah umum. Ia pun mendapatkan gelar profesor bidang kedokteran dan menjadi anggota asosiasi dokter bedah internasional.

Ada satu resep yang dipeganginya hingga mengantarkan pada derajat ini. Ia membaca buku-buku kedokteran karena Allah. Hal yang sama saat ia mempelajari dengan saksama ilmu agama. Sebagaimana perkataan Imam Syafii yang dinukil oleh Imam al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’allim, bahwa ilmu ada dua, ilmu fiqih untuk agama dan ilmu kedokteran untuk tubuh. Selainkedunya hanya tambahan di majelis. [MZ]

Khoirul Fata Alumnus PP Darussalam Gontor; Alumnus S1 Universitas al-Azhar Mesir; Dosen UNIDA Gontor

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *