Mohamad Khusnial Muhtar Santri dan Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Ampel Surabaya

Pentingnya Retorika dalam Kehidupan Beragama

2 min read

Dalam kontestasi politik yang telah berlalu, diperlihatkan kepada kita sebuah seni dalam mengajak, meyakinkan, dan memengaruhi massa, untuk menentukan pilihan dan dukungannya kepada satu atau beberapa kontestan dalam ajang pemilihan umum.

Para kontestan menyampaikan visi dan misi dengan berbagai cara melalui beragam media. Ada kalangan yang memandang semua itu sekadar “omon-omon” atau retorika belaka, tetapi ada juga yang memandang bahwa itu memang sudah seharusnya, karena pemimpin itu tugasnya ngomong, dan yang kerja di lapangan adalah pihak yang diutus melalui omongannya.

Bicara perihal retorika, dalam konteks lain seperti kehidupan beragama, ia menjadi sebuah pertanyaan menarik bahwa apakah keterampilan ngomong atau retorika itu penting dalam kehidupan beragama?

Karena sebagaimana yang kita tahu bahwa setiap ajaran agama, pesan-pesan moral dan spiritual dari sesuatu yang diagungkan, sering kali disampaikan melalui omongan entah dalam bentuk khotbah, ceramah, atau lainnya.

Dalam artikel ini, kita akan bahas seberapa penting retorika atau urgensi retorika dalam kehidupan beragama. Melalui poin demi poin, kita akan jelajahi makna dari seni retorika yang meliputi esensinya.

Retorika adalah seni atau keterampilan yang berkaitan dengan penggunaan bahasa secara efektif untuk memengaruhi atau meyakinkan pendengar atau pembaca. Seni ini melibatkan pemilihan kata-kata, struktur kalimat, dan gaya berbicara yang dirancang untuk mencapai tujuan komunikatif tertentu, seperti menginspirasi, memotivasi, atau mengubah sikap dan perilaku.

Retorika tidak hanya tentang bagaimana menyampaikan pesan secara jelas dan persuasif, tetapi juga tentang memahami audiens dan situasi dengan baik sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan baik.

Dalam konteks kehidupan beragama, retorika berperan penting dalam menyampaikan ajaran, pesan-pesan moral, dan nilai-nilai keagamaan kepada umat. Pemimpin agama, seperti ulama, pendeta, atau rohaniwan, menggunakan retorika untuk menginspirasi, memotivasi, dan memengaruhi jemaahnya. Dengan kemampuan berbicara yang efektif, mereka mampu mengomunikasikan pesan-pesan agama dengan cara yang menarik dan mudah dipahami.

Baca Juga  Arrahim.ID, Dilahirkan Karena Yang “Waras Harus Bersuara”

Misalnya, ketika seorang pendeta menyampaikan khotbah tentang kasih sayang dan belas kasihan, ia mungkin akan menggunakan kisah-kisah dalam Alkitab untuk mengilustrasikan konsep-konsep tersebut.

Dengan retorika yang tepat, dia dapat menggerakkan hati jemaat untuk mempraktikkan kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, hal ihwal seperti memberi pertolongan pada sesama yang membutuhkan, melindungi sesama yang terzalimi dan lain-lain, dapat menjadi basis karakter yang melekat pada diri masing-masing jemaat.

Retorika juga berperan dalam memotivasi dan menginspirasi umat untuk meningkatkan spiritualitas dan ketaatan mereka kepada ajaran agama. Tablig atau ceramah yang disampaikan dengan penuh semangat, ceria, dan persuasif dapat menggerakkan hati dan pikiran orang untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai agama.

Sebagai contoh, dalam Islam, khotbah Jumat acap kali digunakan sebagai sarana menginspirasi umat untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan ketaatan kepada Allah. Seorang khatib yang menggunakan retorika yang kuat dapat memberikan motivasi kepada jemaah untuk melakukan amal saleh, seperti bersedekah atau beribadah dengan lebih tekun.

Namun, apabila sang khatib tidak mampu bicara dengan seni retorika yang baik, maka tidak mengherankan para jemaah cenderung bosan dan mengantuk saat mendengarkan khotbah dalam rangkaian ibadah Jumat.

Selain dua hal di atas, retorika juga memainkan peran penting dalam membangun komunitas yang kuat dan solid di dalam kehidupan beragama. Pesan-pesan yang disampaikan dengan baik dapat mempersatukan umat dalam kesatuan visi, misi, dan tujuan. Selain itu, retorika juga dapat membangun rasa persaudaraan dan solidaritas di antara umat.

Sebagai contoh, dalam kehidupan umat Hindu, sering kali terdapat khotbah-khotbah atau ceramah yang menekankan pentingnya karma, darma, dan moksa.

Seorang pandit yang menggunakan retorika yang efektif dapat membangun komunitas yang kuat dengan mengilhami umat untuk menjalani hidup yang sesuai dengan ajaran agama mereka, seperti melaksanakan tugas-tugas mereka sesuai dengan darma dan berusaha untuk mencapai moksa. Kondisi kekuatan umat atau komunitas sangat dipengaruhi oleh pemimpinnya, baik ulama dalam Islam, pendeta dalam Kristen, maupun pandit dalam Hindu.

Baca Juga  Merajut Kesetaraan Gender: Menghadapi Seksisme dan Diskriminasi

Terakhir, retorika efektif dapat juga membantu umat mengatasi tantangan dan keraguan dalam keyakinan agama mereka. Pemimpin agama yang mahir dalam retorika dapat memberikan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan-pertanyaan atau keraguan-keraguan umat, sehingga memperkuat kepercayaan mereka terhadap agama dan tradisi keagamaan.

Sebagai contoh, dalam kehidupan umat Buddha, terkadang muncul keraguan tentang konsep karma dan reinkarnasi. Seorang biksu yang terampil dalam retorika dapat menggunakan analogi, ilustrasi, dan penjelasan yang jernih untuk membantu umat memahami dan menerima konsep-konsep ini dengan lebih baik, sehingga dapat mengatasi keraguan-keraguan yang mungkin timbul.

Dalam kehidupan beragama, retorika memainkan peran yang sangat penting dalam menyampaikan ajaran agama, memotivasi dan menginspirasi umat, membangun komunitas yang kuat, serta mengatasi tantangan dan keraguan dalam keyakinan agama.

Dengan menggunakan retorika yang efektif, pemimpin agama dapat menjadi agen perubahan yang kuat dalam membentuk pemikiran dan perilaku umat mereka, sehingga membawa dampak positif dalam masyarakat dan dunia.

Tanpa retorika yang baik, bukan tidak mungkin umat akan dapat keliru memahami ajaran agama, kehilangan semangat, bahkan terpecah belah karena tidak adanya kesolidan yang ditunjang oleh keterampilan sang pemimpin dalam mengondisikan massa. Maka dari itu, hal demikian menunjukkan alangkah pentingnya retorika dalam kehidupan beragama. [AR]

Mohamad Khusnial Muhtar Santri dan Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Ampel Surabaya