Membaca tulisan redaksi yang berjudul “120 Portal Keislaman Pilihan di Indonesia” dan melihat Arrahim.ID telah nangkring di ranking 71 portal keislaman di Indonesia, rasanya kami ingin melonjak kegirangan. Bagaimana tidak, media ini baru berusia tiga bulan sekian hari.
Kami tidak pernah berharap bisa secepat ini, bahkan mimpi pun tidak. Di tengah himpitan berbagai portal keislaman, bahkan koran-koran online sekuler pun banyak yang latah mengangkat tulisan keagamaan “receh”–misalnya, “Doa Masuk WC dan Hikmahnya”–begitu kami biasanya menyebutnya dalam rapat redaksi, maaf.
Kami menargetkan bisa masuk ke dalam 100 besar di tahun kedua. Karena itulah ranking 71 itu seperti hadiah yang teramat berharga bagi kami yang menggawangi dapur redaksi dengan standart operating procedure (SOP), “siapa saja boleh mengerjakan apa saja”.
Saya teringat sekitar empat bulan lalu ketika mulai membahas ide mau membuat portal keislaman yang menyuarakan Islam damai. Kami berdebat sengit tentang nama karena sebagai pendatang baru, nyaris semua nama ideal telah diambil para “saudara tua”.
Ketika kami memutuskan nama “Arrahim” kami sampai harus membuka-buka referensi “kitab kuning”, apakah nama itu tepat dengan misi yang hendak dibawa oleh media ini. Ketika kami menemukan bahwa “Arrahim” tidak hanya digunakan untuk menyifati Allah, tapi juga untuk menyifati manusia atau makhluk yang berlimpah kasih sayang, kami mantap untuk menggunakan nama tersebut. Dan, jadilah Arrahim.ID.
Masalah berikutnya adalah pendanaan. Bagaimana kami membiayai kerja-kerja awal untuk mewujudkan ide tersebut menjadi kenyataan. Kenyataannya, kami tidak memiliki apapun. Akhirnya, kami bersepakat untuk mencari bantuan dan urunan ala kadarnya sekedar untuk membangun website, sewa hosting, serta tetek bengek lainnya.
Tampilan “wajah” kami memang tidak terlalu menarik di awalnya. Tapi kami semua sudah tak sabar. Ibaratnya, kami adalah seorang ibu yang sedang hamil tua yang tak mungkin lagi diminta menunda melahirkan jabang bayinya. Bahkan jika ada uang, kami akan memaksa dokter untuk segera melakukan operasi cesar agar bayi ini segera lahir.
Kami tak peduli sebopeng apa penampilan kami. Kami hanya punya satu keinginan, Arrahim.ID harus segera lahir. Launching ceremonial? Kami sempat memikirkannya, tapi kami semua tahu diri bahwa kami tidak memiliki modal apapun untuk melakukan launching-launchingan. Kami berkejaran dengan waktu sekalipun tidak ada pihak lain yang sedang memburu kami. Kami memburu diri kami sendiri. Tak ada waktu untuk launching. Jabang bayi yang baru lahir ini harus mendapatkan asupan ASI (air susu ibu) yang mencukupi dari kami semua.
Sambil berjalan, kami berbenah. Satu persatu kami rapikan. Kami setting ulang rubrikasi, sambil menulis dan mencari tulisan orang lain untuk setiap rubrik yang ada. Kami seperti “pengemis” yang mencari tulisan ke sana ke mari karena belum ada yang tahu media ini. Jalinan pertemanan menjadi andalan kami. Dan setiap sahabat yang kami undang menulis, selalu kami motivasi agar tidak mengharap imbalan apapaun kecuali surga di akhirat kelak. heheu…
Mengapa kami perlu segera lahir?
Menurut catatan Achmad Sulfikar, media online, media sosial, dan berbagai portal online lain menjadi faktor penting dalam lahirnya radikalisme Islam di Indonesia. Media-media ini menjadi alat dalam penyebaran ideologi kekerasan dan ujaran kebencian, termasuk gagasan mendirikan negara Islam.
Survei The Wahid Foundation menemukan bahwa banyak anak muda yang belajar agama dari media online. Salah satu penelitian yang mengungkap kaitan antara media online dengan radikalisasi di kalangan anak muda adalah penelitian yang dilakukan Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini menemukan bahwa bahwa media online Islam didominasi oleh narasi-narasi kebencian. Yang menyedihkan lagi adalah bahwa pengakses terbesarnya adalah anak-anak muda.
Melihat kenyataan ini, kami tidak bisa tinggal diam. Ketika anak muda yang menempati kelompok terbesar penduduk Indonesia belajar agama melalui media-media online, sementara media-media itu didominasi oleh suara-suara kebencian dan narasi-narasi keislaman radikal, maka suara perdamaian harus diperdengarkan kuat-kuat. Ibarat kata, jika kegilaan mendominasi ruang publik, maka kesadaran publik akan disetir oleh kegilaan. Agar kegilaan tidak menguasai kesadaran publik, maka yang waras tidak boleh diam.
Dengan semangat “yang waras harus bersuara” inilah Arrahim.ID lahir. Kami tidak memiliki apa-apa, tapi kami yang ada di dapur Arrahim.ID masih memiliki nurani yang utuh bahwa spirit Islam yang menyuarakan perdamaian tidak boleh dibajak oleh kaum pembenci dan penebar kekerasan.
Kami sadar ini baru langkah awal. Kami sadar bahwa jalan di depan semakin terjal. Tapi kami adalah para pecinta yang menempuh perjalanan ini dengan riang gembira. Semua akan damai-damai saja karena kami adalah pendendang Islam damai. [AA]