Muhammad Alfatih Suryadilaga Kaprodi Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; Ketua Asosiasi Ilmu Hasis Indonesia (ASILHA)

Kuasai Turats Sejak Kecil Hingga Menjadi Profesor Hadis: Mengenang H. Ramli Abdul Wahid 1954-2020

3 min read

Tepat di hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2020, Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA) kehilangan salah seorang tokoh ahli hadis dari UIN Sumatera Utara dan dewan pakar ASILHA. Masih dalam ingatan, empat tahun yang lalu, di Annual Meeting pertama, di Yogyakarta, beliau memberikan semangat untuk berjihad meraih akreditasi Prodi Ilmu Hadis yang harus minimal B.

Saya sebagai ketua ASILHA dan seluruh peserta yang hadir sangat senang dengan kehadiran beliau dalam pertemuan para ahli hadis se-Indonesia itu. Masih di acara yang sama, di akhir penutupan, pesan-pesan beliau untuk memajukan studi hadis di Indonesia juga masih melekat baik dalam benak saya.

Beliau, Prof Ramli Simangunsong adalah sosok pribadi yang tekun sejak kecilnya sampai beliau wafat. Karya ilmiah yang dihasilkan sangat banyak dan bahkan sempat dinobatkan sebagai dosen paling produktif di tahun 2006 di PTKI se-Indonesia. Selain itu, beliau juga menduduki berbagai jabatan baik sebagai rektor, dekan, wakil rektor maupun direktur pasca di beragam Perguruan Tinggi di Sumatera Utara.  Di tengah kesibukan formalnya itu, beliau juga aktif di organisasi masyarakat. Setidaknya beliau aktif di al-Wasliyah dan MUI Sumatera Utara dengan beragam jabatan di dalamnya.

Ulasan singkat kehidupan beliau ini saya padukan dengan beberapa data dari buku Anak Desa Tak Bertuan Jadi Profesor Kisah Nyata Kehidupan 60 tahun Prof. Dr. Drs. H. Ramli Abdul Wahid Lc., MA.  Buku tersebut berisi tentang kesan dan pandangan kolega dan murid yang berjumlah hampir 75 orang, ditambah putra dan putri beliau, serta kata sambutan dalam buku yang jumlahnya enam orang. Kesemuanya mengakui bahwa Prof Ramli adalah sosok yang bersungguh-sungguh dalam menjalani aktivitasnya dan menjadi ulama rujukan di masyarakat.

Baca Juga  Nalar Logis Imam Ghazali tentang Imam vis-à-vis Nalar Irasional Atha Abu Rashta perihal Khalifah

Awal kesuksesan Prof Ramli barangkali merupakan berkah dari giat belajarnya kepada para ulama. Bahkan dalam satu kesempatan, guru beliau yang doanya dianggap tanpa hijab, pernah memberi doa khusus untuk kesuksesannya. Berkah doa inilah yang diakui Prof. Ramli memegang peranan penting setiap jengkal langkah kehidupannya.

Ramli Abdul Wahid Simangungson merupakan sosok yang gigih dalam berjuang dalam memaknai kehidupannya. Beliau lahir 66 tahun yang lalu, tepatnya 12 Desember 1954. Sejak kecil hingga dewasa beliau tidak pernah bosan menapaki jalan kehidupan akademik. Beliau sangat giat dalam belajar dan mengajarkan ilmu agama. Keseharian dalam hidupnya bisa dikatakan penuh kemanfaatan. Karena ucap dan laku beliau adalah ilmu yang bermakna bagi masyarakat dan umat. Hingga dalam fase kehidupan berikutnya beliau meraih jabatan akademik tertinggi dengan diangkat sebagai Guru Besar Hadis di UIN Sumatera Utara.

Beliau, Prof Ramli, dilahirkan di desa yang bernama Sungai Lendir. Sebuah desa yang kaya akan kelapa yang menghasilkan kopra yang disetor ke pabrik di Tanjung Balai. Desa kelahirannya pun tidak seperti biasanya. Desa tersebut dipenuhi oleh kedai kopi, toko kelontong, pakaian dan sepeda. Di desa itulah Prof Ramli dan keluarganya hidup dalam keseharian. Setidaknya ada lima juragan kopra yang terkenal. Di masa kecil, beliau juga ikut bekerja menjemur kopra dengan upah Rp. 250. Ayahnya sendiri membuka kedai kopi dan menjual bahan makanan, rokok, sayuran, dan beragam alat tulis dan obat tertentu yang dijual bebas.

Ketika memasuki usia sekolah beliau duduk di bangku madrasah Ibtidaiyah. Beliau memulai belajar ke ulama sepuh alumni Makkah Tok H. M. Arsyad Haitami. Beliau belajar dengan kawan-kawanya yang lain. Prestasi besar dalam akademiknya tidak terlepas dari jasa guru tersebut. Usai belajar, Prof. Ramli didoakan agar usianya panjang dan sehat serta dibukakan ilmu dan menjadi ulama masa depan. Doa ini merupakan kebiasaan doa yang dipanjatkan oleh Nabi saw. kepada murid-muridnya, di antaranya ke Anas bin Malik dan Ibn ‘Abbas.

Baca Juga  Lailatur Qadar, Menghadirkan Citra Tuhan Yang Welas Asih

Ilmu yang diperoleh dari gurunya secara talaqqi mampu memberi inspirasi dalam kehidupan ke depannya. Setidaknya beliau mendapatkan pelajaran tauhid, Kifayat al-‘Awam, Syarah Matan al-Jurumiyah, Mukhtasar Jiddan dan terjemah Surat Yasin. Beberapa kitab tersebut juga diajarkan ke mahasiswa IAIN Sumatera Utara. Bahkan tradisi yang didapat melalui gurunya tersebut juga diajarkan ke Majelis Taklim al-Ittihad, yaitu kajian kitab Fath al-Mu‘in.

Pengalaman belajar di madrasah Ibtidaiyah membawanya untuk lanjut menjajaki bangku Madrasah Tsanawiyah. Beliau belajar di Sei Tulang Raso dan Sorenya melakukan belajar di Madrasah Aliyah Tanjung Balai di saat kelas tiga Madrasah Tsanawiyah. Bersamaan dengan sekolah tersebut, beliau juga berguru ke Tok Marzuki. Kitab yang diajarkan adalah tauhid, al-Syarqawi ala Hududi, Iqna’Mukhtasar Jiddan Syarah Alfiyah Ibn Malik, Syajarah al-Dzahab, Mughni al-Azim. Perlu dicatat, banyak murid yang belajar ke guru-guru tersebut melanjutkan sekolah ke luar negeri. Karena mayoritas dari mereka piawai dalam ilmu bahasa Arab.

Beliau menjadi ulama yang mengglobal. Setidaknya banyak negara yang sudah dikunjungi semasa hidupnya. Di antaranya Malaysia, Libya, Mesir, Belanda, Perancis, dan Saudi Arabia. Beragam kunjungan dilakukan dalam rangka rihlah akademik baik dalam penyelesaian studi S1 di Libya, maupun kegiatan ilmiah lainnya.

Satu hal yang mendasar dari Prof. Ramli adalah penguasaan turas klasik yang dengannya beliau mampu eksis di bidang akademik di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Hal ini kemudian menjadikan sosok beliau menjadi penulis produktif dan menghasilkan karya ilmiah yang terpublikasikan. Karya itu ada dalam bentuk buku, antologi, artikel ilmiah dan sebagainya.

Cukuplah perjalanan awal dan pencarian ilmu dari ulama besar menjadikan perjalanan kehidupan lebih baik. Sebagai seorang akademisi beliau sangat apik dalam menjaga hubungan personal. Bahkan beliau terkenal sangat tawaddu. Pada acara ASILHA yang saya sebut di atas, beliau berangkat ke Yogyakarta atas inisiatif sendiri. Kata beliau “saya merindukan pertemuan ilmiah para ahli hadis di Indonesia.” Begitulah beliau. Selalu bersemangat dan tidak mau merepotkan orang lain. Semoga kita mampu melanjutkan estafet perjuangannya untuk mengembangkan kajian hadis di Indonesia. [FYI]

Muhammad Alfatih Suryadilaga Kaprodi Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; Ketua Asosiasi Ilmu Hasis Indonesia (ASILHA)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *