M Mujibuddin Alumnus Pascasarjana Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; Editor Arrahim.id

Mengenal Pemikiran Fiqih Sosial KH. Ali Yafie

1 min read

Jika ingin mengetahui landasan teologis dan epistemologis pembangunan di Indonesia berdasarkan Islam, maka rujuklah KH. Ali Yafie. Pernyataan ini tidak berlebihan mengingat sosoknya dikenal sebagai ahli fiqih terkemuka di NU yang memiliki segudang pengalaman baik sebagai MUI, sebagai anggota ICMI hingga menjadi Rais Aam PBNU.

Ulama yang lahir pada tahun 1926 ini, bertepatan dengan lahirnya NU, dikenal sebagai salah satu ulama penggagas Fiqih Sosial di Indonesia. Dikatakan sebagai salah satu penggagas karena KH. Ali Yafie memberikan argumentasi secara teologis dan filosofis pandangannya tentang fiqih sosial.

KH. Ali Yafie pertama-tama mendefenisikan dan mentipologikan apa itu fiqih. Menurut beliau fiqih merupakan produk ijtihadi ulama dan berlandaskan pada al-Quran dan Hadis. Posisi ini penting untuk melihat potensi dari fiqih itu sendiri apakah sesuai dengan zaman atau tidak. Jika kurang sesuai dengan zaman maka perlu untuk didiskusikan lagi dengan berlandaskan al-Quran dan Hadis.

Setelah mengetahui posisi tersebut, KH. Ali Yafie menjelaskan tipologi atau macam-macam fiqih. Pertama, fiqih yang berientasi pada ahkam syari’iyah I’tiqadiyah. Ini berkaitan dengan petunjuk dan bimbingan untuk mendekatkan diri pada Allah (baca fiqih ibadah). Kedua, ahkam syariyah khuluqiyah. Fiqih sebagai pentunjuk untuk pengembangan potensi kebaikan yang ada dalam diri manusia. Ketiga, ahkam syariyah amaliyah. Fiqih yang membincangkan persoalan amaliyah atau hal-hal praktis kehidupan manusia.

Khusus yang berkaitan dengan amaliyah atau hal-hal praktis kehidupan manusia, fiqih ini berkaitan dengan kesejarahan manusia itu sendiri. Artinya manusia bersifat dinamis. Setiap zaman memiliki perbedaan kultur sehingga hukum yang berkaitan dengan muamalah juga dinamis. Maka dalam konteks ini, KH. Ali Yafie melihat penting untuk mengembangkan fiqih muamalah yang berdimensi sosial atau yang beliau sebut dengan fiqih sosial.

Baca Juga  KH. Syafawi Ahmad Basyir, Anak PKI, dan Metode Dakwah Humanis

Secara spesifik, konsepsi fiqih sosial yang dikembangkan oleh KH. Ali Yafie berkaitan dengan terwujudnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk menunjang tujuan tersebut, maka KH. Ali Yafie mengambil konsepsi maslahah sebagai argumentasi dasar terwujudnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Konsepsi maslahah berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia yang terdiri dari kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia yang apabila tidak ada maka ia pasti kesulitan sebagaimana yang terangkum dalam al kulliyat al khamsah, sehingga kebutuhan primer harus dijaga. Kedua, kebutuhan sekunder (hajjiyah) berkaitan dengan kepentingan manusia yang menjadi kebutuhan nyata dalam keseharian untuk mempermudah dan memperlancar urusannya yang berhubungan dengan Tuhan maupun sesama makhluk. Ketiga, kebutuhan tersier (tahsiniyah) kebutuhan pelengkap untuk menjamin norma moral dan kesopanan sesuai dengan tingkat kebudayaan seperti kebersihan, sejahtera, dan bahagia lahir-batin.

Kemaslahatan bisa disepadankan dengan kepentingan umum dalam terminologi masyarakat modern. Maka dari itu, Menurut KH. Ali Yafie, negara diwajibkan untuk memperjuangkan kepentingan umum sehingga dapat terhindar dari kemelaratan.

Satu hal yang kalah penting adalah strategi pembangunan nasional demi terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera harus didasarkan pada aspek teologis. Ini merupakan bentuk integrasi aspek pembangunan di satu sisi dan ketakwaan atau keimanan di sisi yang lain. Kedua unsur tersebut harus seimbang sehingga orientasi pembangunannya berdimensi teologis.

Secara implisit, pemikiran fiqih sosial KH. Ali Yafie ingin menegaskan bahwa apapun program pembangunan pemerintah, semua harus diarahkan untuk kepentingan umum atau kemasalahan umat dan didasarkan pada unsur ketakwaan dan keimanan.  Dalam hal ini, fiqih dapat menjadi sumber nilai etika dan fungsi sosial demi terciptanya masyarakat sejahtera sesuai dengan hak kemanusiaannya yang berdimensi teologis.

Baca Juga  Kisah Pilu al-Hallaj dalam Catatan Louis Massignon

Baik secara akademis maupun praktis, pemikiran fiqih sosial KH Ali Yafie perlu untuk diaktualisasikan dan dikembangkan demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, adil, dan setara. Selamat jalan Kiai, ilmu dan pemikiran fiqih sosial njenengan akan menjadi amal jariyah.

M Mujibuddin Alumnus Pascasarjana Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; Editor Arrahim.id