Khairun Niam Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta

Nilai Nasionalisme dalam Shalawat Asnawiyah Karya KH. Raden Asnawi Kudus

2 min read

Penulis ingin flashback ke delapan tahun yang lalu. Saat itu penulis baru saja menyelesaikan tugas pengabdian salah satu  pondok pesantren di Madura. Sebelum melanjutkan study di Jogja penulis menyempatkan untuk nyantri lagi di salah satu pesantren tahfidz di daerah Kudus selama kurang lebih satu tahun. Di kudus inilah pertama kali penulis mendengarkan syiir sekaligus shalawat yang menarik perhatian penulis. Shalawat itu bernama shalawat Asnawiyah.

Ternyata menurut Zudi Setiawan dalam artikelnya tradisi pembacaan syi’iran Shalawat Asnawiyah telah dilaksanakan selama turun temurun dan masih berlaku hingga sekarang oleh masyarakat Kudus khususnya para santri yang ada di sana. Biasanya, shalawat ini dibaca sebelum memulai pengajian baik di rumah, musholla dan di masjid. Bahkan biasanya juga dibaca dalam setiap acara formal dan non formal.

Mengenal KH. Raden Asnawi Kudus

Raden Asnawi merupakan seorang ulama kharismatik kelahiran Kudus, yang juga merupakan keturunan Sunan Kudus. mengutip dari banten.nu.or.id nama asli Kiai Asnawi adalah Raden Syamsi. Adapun nama Asnawi diperoleh menunaikan ibadah haji. Raden Asnawi lahir di Damaran, Kudus, pada 1281 H/1861 M. Beliau merupakan putra dari pasangan H. Abdullah Husnin dan R sarbinah. Jika di lilihat secara nasab maka Kiai Asnwai masih keturungan ke-14 Sunan Kudus dan keturunan ke-5 Kiai Ahmad Mutamakkin, Kajen, Pati.

Sebagai sosok yang senang dengan ilmu Raden Asnawi pertama kali belajar mengaji kepada ayahnya. Selain diajarkan mengaji, ayahnya juga mengajak Raden Asnawi untuk berdagang. Sepulang dari berdagang sore hari, ayahnya mengantarkannya untuk mengaji di Pondok pesantren Mangunsari Tulungagung. Di pesantren ini Raden Asnawi mengaji dari sore sampai malam hari.

Ketika Asnawi berumur 25 tahun, ia diajak oleh ayahnya untuk perhi Haji. Kemudian pada umur 39 tahun Raden Asnawi kemudian tinggal di Makkah selama kurang lebih 22 tahun. Di sana ia belajar kepada Kiai Sholeh Darat Semrang, Kiai Mahfudz at-Turmusiy dan Sayyid Umar Satho. Ketika mengaji di Makkah, Raden Asnawi menikah dengan Nyai Hj. Hamdanah, janda dari Syekh Nawawi al-Bantani.

Baca Juga  Spirit Ke-Negarawan-an Kiai Ageng Muhammad Besari

Selain aktif dalam berdakwah, Raden Asnawi juga aktif dalam pergerakan organisasi nasional. Beliau aktif di Nahdlatul ulama, bahkan termasuk pendiri Nu yang jarang diketahui oleh orang NU sendiri dan beliau juga aktif di Serikat Islam. Beliau wafat pada hari sabtu tanggal 25 Jumadil akhir 1378 H, yang bertepatan dengan tanggal 26 Desember 1959 M, dan dimakamkan di sebelah barat Mihrab masjid Agung Menara Kudus.

Nasionalisme KH. Raden Asnawi dalam shalawat Asnawiyah

Syair shalawat Asnawiyah ini ditulis oleh KH. Raden Asnawi sekitar tahun 1925. Shalawat ini berisi tentang doa, curahan rahmat dan salam yang ditujukan kepada nabi Muhammad SAW. Di sisi lain shalawat ini juga mengandung kalimat doa untuk keselamatan umat Indonesia yang saat itu sedang mengalami penjajahan oleh Belanda. Berikut ini adalah lirik Syair shalawat Asnawiyah

Ya rabbi shalli ‘alaa rasuli. Muhammadin sirril ‘ula
Wal anbiyaa wal mursalinal ghurri khatman awwala
Ya rabbi nawwir qalbanaa, binuri qur’aanin jalaa,
Waftah lanaa bidarsin au, qiraatin turttala
Warzuq bifahmil anbiyaa’, lanaa wa ayya man talaa
Tsabbit bihi imaananaa, dunya wa ukhraa kamilaa
Aman aman aman aman, bi Indoensia Raya aman
Amin amin amin amin, ya rabbi rabbal alamin
Amin amin amin, wa ya mujibas saailin.

Artinya:

Ya Tuhan kami, semoga shalawat tercurah kepada rasul Muhammad dengan segala kemuliaan
Kepada para nabi dan rasul lainnya yang tidak pernah putus kemuliaannya
Ya Tuhan kami, sinarilah kami dengan cahaya al-Qur’an
Berikanlah kami pemahaman dalam mempelajari atau membaca secara tartil,
Berkahilah kami dan mereka yang membaca al-Qur’an dengan hikmah para nabi
Jadikanlah keimanan kami lebih kuat maupun sempurna baik di dunia dan di akhirat
Ya Tuhan seru sekalian alam
Wahai dzat yang senantiasa menjawab doa
Jadikanlah Indonesia Raya damai dan aman
Kabulkanlah, wahai tuhan kami, tuhan semesta Alam.

Dari lirik syiir di atas terdapat sebuah narasi, “aman aman aman aman, Indonesia raya aman. Amin amin amin amin, ya rabbi rabbal alamin”. Narasi tersebut menggambarkan sebuah doa sekaligus manifesasi hubbul wathon minal iman  yang bermakna cinta tanah air sebagian dari iman. Harapan yang ditulis oleh Raden Asnawi dalam lirik shalawatnya kemudian dapat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi penguat nilai nasionalisme untuk umat muslim yang sedang berjuang melawan penjajah waktu itu.

Baca Juga  Kebijakan Ekonomi Khalifah Umar bin Khattab

Pesan tersirat dalam shalawat itu adalah sebagai negara yang multikultural segala aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara tidak akan berjalan dengan baik jika suatu negara dalam kondisi tidak tentram, aman dan nyaman. Dari sini dapat dilihat bahwa selain sebagai pahlawan, ulama, dan penulis. KH. Raden Asnawi menyampaikan pesan melalui shalawat Asnawiyah kepada kita semua untuk selalu mencintai dan menjaga negara kesatuan Republik Indonesia. Wallahua’lam

Khairun Niam Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta