Rodina Billah Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Rufaidah al-Aslamiyah: Perawat dan Pendiri Pusat Kesehatan Islam Pertama

2 min read

Belakangan ini, profesi perawat mulai gandrung diminati oleh perempuan. Di samping itu, perawat memang cocok dengan sikap alami perempuan yang sabar dan penyayang. Jadi tak ayal, jika melihat sebagian besar murid sekolah keperawatan adalah perempuan. Dalam dunia keperawatan, nama “Florence Nightingale” tidak asing di telinga mereka. Tokoh yang digadang-gadangkan sebagai pelopor perawat pertama. Namun sebelum Florence Nightingale lahir, nyatanya beribu abad sebelumnya, Rufaidah al-Aslamiyah telah menyandang gelar tersebut dan telah merawat banyak orang yang terluka dan sakit.

Rufaidah al-Aslamiyah, perempuan dari bani Aslam yang diperkirakan lahir pada tahun 620 M. Perempuan keturunan suku Khazraj tersebut memiliki nama lengkap Rufaidah binti Sa’ad al-Bani Aslam al-Khazraj merupakan salah satu kaum anshor yang memeluk agama Islam sejak Nabi Muhammad SAW singgah pertama kali di Madinah. Sebagai seorang muslim yang taat, Rufaidah mencoba menggabungkan keahliannya dalam bidang keperawatan dengan ajaran Islam.

Keterampilan dan keahlian Rufaidah dalam bidang keperawatan didapatkan sejak masih muda dari ayahnya, Sa’ad al-Aslami yang merupakan seorang dokter. Sebelum Islam datang, praktek kesehatan yang diserap Rufaidah dari ayahnya terkait keperawatan cenderung mengkombinasikan antara praktek kesehatan Persia dan Byzantium dengan praktek kesehatan lokal masyarakat Arab ataupun praktek kesehatan peradaban kuno. Seperti teknik pengobatan mengeluarkan zat berbahaya atau beracun dengan cara bekam. Bekam sendiri merupakan praktek pengobatan dengan cara menyedot darah kotor yang ada dalam tubuh.

Praktek kesehatan lokal masyarakat Arab masih sederhana dan menyesuaikan dengan keadaan geografis. Mereka sangat bergantung pada tumbuhan dan hewan. Selain itu, praktek kesehatan lokal masyarakat Arab juga mulai mengembangkan teknik pengobatan kauterisasi dan venesection. Kauterisasi yaitu suatu teknik pengobatan dengan cara menyulutkan badan dengan besi yang sudah dipanaskan. Kauterisasi sendiri bertujuan untuk mengobati penyakit ketopeng, kudis, dan luka terbuka lainnya. Adapun venesection merupakan praktek pengobatan dengan cara mengeluarkan darah dari pembuluh darah vena yang bertujuan untuk menghilangkan sumbatan-sumbatan yang ada di pembuluh darah vena yang diakibatkan oleh pola makan yang tidak teratur.

Baca Juga  Ngatawi Al-Zastrow, Membaca Realitas dan Berdakwah Melalui Seni

Setelah Islam datang, Rufaidah menyesuaikan metode pengobatannya dengan ajaran Islam. Seperti menghilangkan jampi-jampi atau jimat dalam mengobati pasien. Karena dikhawatirkan menimbulkan kemusyrikan serta menjadikan tempat pengobatannya lebih bersih, nyaman dan higenis. Perubahan ini dilakukan oleh Rufaidah berasal dari pemahamannya terhadap ajaran Nabi Muhammad SAW bahwa Islam mencintai kebersihan dan keindahan. Bahkan dia tidak segan-segan mengubah atau mencari alternatif lain terhadap metode pengobatan yang sudah diajarkan oleh ayahnya jika dinilai bertentangan dengan ajaran islam.

Rufaidah al-Aslamiyah sebagai salah satu orang yang turut kegirangan menyambut hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Rufaidah selalu berperan aktif hampir di semua peperangan yang dilakukan umat Islam, seperti perang Badar, Ukhud, Khandaq, dan Khaibar. Rufaidah dengan keahlian dan kemampuan medisnya memberikan sumbangsih yang sangat besar dalam mengobati para korban perang. Selain itu, Rufaidah juga membuat tenda di luar masjid Nabawi untuk mengobati pasein yang datang. Dalam tenda tempat orang berobat, Rufaidah sering medakwahkan ajaran Islam kepada para paseinnya.

Beberapa sejarawan menyebutkan bahwa Rufaidah tidak hanya mendirikan pusat kesehatan saja, dia juga mendirikan sekolah keperawatan pertama di dunia Islam, meski lokasinya tidak dijelaskan. Sekolah keperawatan yang didirikan oleh Rufaidah mendapatkan izin pengoprasian langsung dari Nabi. Rufaidah memimpin dan mendidik langsung para muslimah untuk belajar tentang keperawatan. Bahkan menurut pendapat lainnya, Rufaidah sudah menetapkan dan memakai kode etik pertama sebelum Florence Nightingale (Atkhinson, 2015)

Dikisahkan bahwa pada saat terjadi perang Khandaq, panah musuh mengenai dada Sa’ad bin Mu’adz. Kemudian Nabi Muhammad SAW. memerintahkan salah satu sahabat untuk membawa Sa’ad bin Mu’adz ke tenda Rufaidah. Melihat darah yang bersimbah dari dada Sa’ad, Rufaidah tidak langsung mencabut panah yang menancap, melainkan berusaha untuk menghentikan terlebih dahulu pendarahan yang terjadi. Tindakan yang dilakukan Rufaidah al-Aslamiyah sangat revolusioner dan brilian pada saat itu. Karena andai saja, Rufaidah mencabut panahnya terlebih dahulu Sa’ad bin Mu’adz akan mengalami pendarahan yang kemungkinan besar nyawanya tidak tertolong.

Baca Juga  Peer Group dan Hubungan Kekariban Gus Mus dan Gus Dur [1]

Rufaidah al-Aslamiyah sebagai seorang pelopor perawat dan pendiri pusat kesehatan Islam pertama, dan menjadi bukti bahwa perempuan berhak untuk berperan secara bebas dalam ruang publik tanpa terikat oleh budaya patriarki. Rufaidah berhasil membuka mata banyak orang setelahnya, terutama para penganut budaya patriarki bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dengan potensi yang dimiliki. Kisah inspiratif Rufaidah al-Aslamiyah ini terangkum dalam buku yang berjudul “ 25 Perempuan Teladan (Para Istri, Putri, & Sahabat Perempuan Nabi SAW) karya Umma Farida. Semoga beberapa tahun ke depan, lahirlah ribuan Rufaidah al-Aslamiyah yang mampu membawa banyak kemanfaatan bagi dunia global.

Rodina Billah Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya