Muhammad Sya’dullah Fauzi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Arab UIN Sunan Kalijaga; Sedang Mengabdi di PP Wahid Hasyim Yogyakarta

Dakwah Islam adalah Akhlak, Bukan Teriak

2 min read

Salah satu poin penting dalam beragama khususnya agama Islam adalah akhlak. Itulah mengapa ketika Rosulullah diangkat menjadi nabi, beliau tak segan-segan mengungkapkan “Saya diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak-akhlak mulia”. Karena memang dengan akhlak perdamaian akan tercipta. Sesuai dengan namanya, Islam berarti damai. Untuk itu, menurut Prof. M. Quraish Shihab dalam satu bukunya yang berjudul Yang Hilang dari Kita: Akhlak, beliau mengungkapkan bahwa Islam adalah akhlak.

Integritas seseorang sebenarnya ditentukan dengan akhlak atau etikanya. Bukan dengan kekayaan atau kecerdasan dan bahkan bukan pula ditentukan oleh amal ibadahnya. Karena secara jujur banyak kita temukan orang kaya dan pintar sekalipun tapi berani untuk mencuri uang dengan cara yang korupsi. Atau bahkan banyak kita temukan orang-orang yang rajin ke masjid atau sekalipun sudah berjejuluk sebagai ustaz, namun sering menyakiti hati orang lain.

Tentu hal ini tidak pernah dibenarkan dalam Islam. Karena sekali lagi, Islam adalah akhlak. Islam harus menciptakan kerukunan dan perdamaian antar makhluk dalam hal apapun. Termasuk dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam atau biasa kita menyebutnya dengan istilah dakwah. Dakwah harus dilakukan dengan baik dan benar. Bukan dengan cara kekerasan atau mencaci maki dan saling membenci seperti fenomena yang terjadi akhir-akhir ini.

Sekarang ini memang sedang maraknya mabuk dakwah. Semangat berlebihan dalam berdakwah namun seringkali justru memantik api kemarahan dan perpecahan jama’ahnya. Bahkan untuk mengkafirkan sudah menjadi hal yang terlalu mudah untuk dicapkan kepada orang lain yang tidak sesuai dengan “pemikiran” si pendakwah tersebut. Mereka melakukan itu atas nama Islam yang berarti kedamaian. Pertanyaannya, bagaimana mungkin pesan kedamaian dilakukan dengan cara yang tidak damai?.

Baca Juga  Memetik Hikmah dari Kisah Semut dan Para Nabi

Bukankah jika si pendakwah itu benar-benar berdakwah maka harusnya sudah belajar surah al-Nahl ayat 125. Yang mana dalam ayat tersebut telah dijelaskan tentang tata cara berdakwah dengan cara yang bijaksana dan baik. Bahkan jika objek dakwah membangkang, kita masih harus menyikapinya dengan baik, yakni dengan bantahan yang baik pula. Karena memang pada hakikatnya kewajiban kita hanya berdakwah, mengajak dalam kebaikan dengan cara yang baik. Urusan mau mengikuti atau tidak, sepenuhnya adalah urusan Allah, seperti apa yang diungkapkan di akhir ayat tersebut.

Karena akhlak, Islam dapat tersebar dengan mudah di Nusantara bahkan di Asia Tenggara. Islam dibawa oleh para pedagang dari timur tengah. Dengan cara yang ramah dan tidak dengan marah-marah. Bukan dengan cara memaki-maki tradisi masyarakat Nusantara sebelumnya. Jika saja pendatang yang menyebarkan Islam tersebut berdakwah dengan cara memaki dan memaksa, tentu Islam akan sulit diterima di Nusantara.

Jika kita mau sedikit mencermati, para pendatang tersebut mungkin belum bisa menggunakan bahasa penduduk Nusantara kala itu. Namun mengapa Islam dapat dengan mudah diterima di masyarakat Nusantara kala itu. Ini menunjukkan bahwa dalam berdakwah tidak hanya menggunakan kata-kata apalagi dengan perkataan yang menyakiti. Pesan-pesan yang disampaikan melalui perilaku yang terpuji justru sering kali mampu menyentuh hati seseorang, dan terbukti seringkali lebih efektif.

Berbeda dengan pendakwah sekarang ini, mereka mampu berbahasa yang sama dengan masyarakat yang menjadi objek dakwah. Namun dalam menyampaikan seringkali dengan cara yang kurang baik yang akhirnya memantik permusuhan, bahkan antar pemeluk agama yang sama. Nilai-nilai Islam justru dikaburkan oleh dakwah yang dilakukan seperti ini. Pada akhirnya, bukannya membuat seseorang semakin dekat dengan kebenaran dan kedamaian, justru sebaliknya, semakin menjauhkan.

Baca Juga  Tetap Khusyuk Ibadah di Rumah di Masa Pandemi

Untuk itu, akhlak adalah hal yang paling penting dalam agama. Karena agama selalu dibaca dan tergambar dengan akhlak dan etika. Berdakwah harus menggunakan akhlak. Mengajak untuk kebaikan haruslah dilakukan dengan cara yang baik pula. Karena akhlak adalah cermin dari agama itu sendiri. Jika kita mau membaca sejarah, bukankah banyak orang-orang masuk Islam justru karena perilaku Nabi yang terpuji, dan bukan karena suara lantang dan pekikan takbir, atau bahkan ancaman dari Nabi?

Akhlak juga merupakan puncak kekuatan iman seseorang. Iman harus dimanifestasikan dengan akhlak kepada sesama. Begitu juga dengan syariat. Karena muara dari keimanan dan ibadah seseorang adalah akhlak dan kedamaian. Jika kita masih saja menacaci dan menyakiti hati orang lain dengan perilaku atau ucapan kita, padahal ibadah tidak pernah kita tinggalkan, tentu harus kita pertanyakan keshahihan ibadah kita. Jika kita mengaku iman kepada Allah, tetapi masih saja kita mengadu domba dan dengki kepada orang lain, bukankah masih harus kita pertanyakan iman kita.

Akhlak adalah jalan dakwah yang paling efektif. Bukan dengan kepalan tangan yang meninju ke langit sembari memekikkan takbir dengan semangat menyalahkan orang lain. Bukan pula dengan cacian dan makian. Apalagi dengan pukulan. Karena Islam itu ramah bukan marah. Islam itu merangkul bukan memukul. Islam itu mendamaikan suasana bukan menggaduhkan suasana.

Cukuplah Rasulullah sebagai teladan kita dalam berdakwah. Menyampaikan Islam dengan islami. Mengajarkan kedamaian dengan cara yang damai. Yakni dimulai dengan memperbaiki perilaku kita dan menghiasi diri kita dengan akhlak terpuji. Maka secara tidak langsung kita telah membawa pesan-pesan Islam lewat perilaku kita. Karena Islam seharusnya selalu disampaikan dengan akhlak bukan dengan teriak. Islam adalah akhlak. [MZ]

Muhammad Sya’dullah Fauzi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Arab UIN Sunan Kalijaga; Sedang Mengabdi di PP Wahid Hasyim Yogyakarta