Siti Arina Seorang karyawan swasta di Magelang yang sedang belajar menulis di waktu yang bisa dibilang tak muda lagi.

Memetik Hikmah dari Kisah Semut dan Para Nabi

2 min read

Banyak hikmah dari perjalanan para nabi dan rasul serta umat terdahulu. Begitu banyak pelajaran yang dapat dijadikan pedoman hidup baik dari segi ibadah, muamalah sesama manusia, atau bahkan pada makhluk Allah lainnya. Meski waktu dan konteks berbeda, nilai-nilai yang terkandung dalam kisah para nabi tetap relevan dijadikan teladan umat saat ini.

Semut adalah salah satu binatang yang muncul dalam beberapa kisah nabi. Semut sendiri memiliki keistimewaan dalam Islam. Ia bahkan diabadikan menjadi salah satu nama surah di Al-Qur’an, al-Naml (surah Semut).

Kisah Semut dan Nabi Musa

Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad menceritakan kisah Nabi Musa. Dikisahkan pada suatu masa, Nabi Musa sedang berteduh dekat dengan desa semut dari perjalanan jauh. Di tengah rasa lelah dan panas menyengat, beliau digigit oleh seekor semut. Kemudian beliau memerintahkan untuk menjauhkan seluruh barang-barang dari dekat pohon tempat berteduh. Sesaat kemudian Nabi Musa menyulut api untuk membakar habitat sarang semut.

Mungkin saja kedatangan Nabi Musa dan rombongannya mengganggu para semut, sehingga salah satu dari mereka menggigitnya. Karena pada dasarnya, semut akan melawan orang yang mengganggu dan merusak ketenangannya.

Apa yang dilakukan Nabi Musa adalah sebuh kekhilafan sehingga Allah menegurnya, karena yang menggigitnya hanya seekor semut tetapi ia lebih memilih untuk menghabisi seluruh kaum semut yang ada di sana.

Rasulullah juga mengajarkan bahwa kita berhak melawan orang atau hewan yang menyerang manusia. Meskipun jinak, semut ini telah menyerang dan menggigit sehingga wajar memberikan reflek menyerang kembali.

Namun, menghukum semua semut yang ada di sarang juga bukan hal yang dibenarkan dan bukanlah sebuah keadilan. Semut juga merupakan ciptaan Allah yang bertasbih menyucikan nama Allah seperti hewan lainnya.

Baca Juga  Kisah Cinta Sufi (5): Khusrau dan Syirin - Takdir Memang Tak Selalu Seperti yang Diharapkan

Kisah Semut dan Nabi Ibrahim

Sebuah riwayat menceritakan bahwa ketika Nabi Ibrahim dibakar oleh Raja Namrud karena menyebarkan agama tauhid, dan ada hewan kecil yang berusaha untuk menyelamatkan nabinya. Hewan itu adalah semut. Ia pergi ke sungai terdekat untuk mengangkut air dari sana.

Karena tubuhnya yang mungil, ia pun hanya mampu membawa tetesan demi tetesan air untuk memadamkan api. Dalam perjalanan, semut bertemu dengan seekor burung gagak. Sang gagak pun bertanya melihat aksi semut. Kemudian dijawab bahwa ia ingin menyelamatkan Nabi Ibrahim dari api.

Gagak pun keheranan mengingat hal itu akan sia-sia, kemudian menggungkapkannya sembari tertawa, “Apa kamu yakin bisa memadamkan api besar yang dibuat raja Namrud dengan air yang kau bawa?”

Semut yang masih gigih dengan usahanya tak mempedulikan perkataan gagak. Ia kemudian menjelaskan bahwa apa yang dilakukan adalah untuk membuktikan bahwa ia sedang berpihak kepada Nabi Ibrahim, meskipun ia tahu bahwa takkan bisa memadamkan api.

Semut juga mengatakan bahwa ia bukanlah makhluk yang apatis hingga membiarkan keburukan terjadi. Sebagaimana dalam Al-Quran surat Al-Zalzalah ayat 7-8, Allah kabarkan kepada para hamba bahwa setiap amal kebaikan atau keburukan walau sebesar zarah punya balasan masing-masing.

فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗ * وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّايَّرَهٗ

Artinya: Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah, dia akan melihat (balasan)-nya Siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah, dia akan melihat (balasan)-nya.

Pada ayat di atas Allah menjelaskan kepada kita perihal keadilan-Nya, bahwa perbuatan sekecil apa pun akan tetap diberikan pertanggungjawaban baik itu keburukan maupun kebaikan.

Kisah Semut dan Nabi Sulaiman

Nabi Sulaiman merupakan nabi yang sangat cerdas dan kaya raya. Ia memiliki istana yang berkilauan permata. Salah satu mukjizat yang diberikan Allah padanya ialah mampu memahami bahasa binatang.

Baca Juga  Kebijaksanaan Nabi Zulkifli  

Pada suatu hari Nabi Sulaiman melakukan perjalanan ke Thaif. Dalam perjalanan itu, beliau membawa pasukan yang sangat banyak. Pasukan itu terdiri atas manusia, jin, dan burung-burung. Beliau juga mengatur pasukannya.

Di bagian depan bertugas menjaga agar tidak ada yang melewati batas yang telah ditentukan. Pasukan belakang bertugas menjaga agar tak ada seorang pun anggota pasukan tang tertinggal.

Di tengah perjalanan, Nabi Sulaiman dan pasukan memasuki sebuah lembah yang terdapat banyak sarang semut. Melihat banyaknya pasukan, para semut ketakutan karena khawatir akan terinjak-injak.

Berkatalah Ratu Semut kepada rakyatnya, “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (QS. al-Naml [27]: 18)

Mendengar perkataan Ratu Semut yang ketakutan, Nabi Sulaiman tertawa. Ia bersyukur kepada Allah yang telah memberikan keistimewaan padanya, sehingga beliau dapat memahami apa yang dirasakan para semut. Beliau berdoa kepada Allah sebagaimana dalam QS. al-Naml [27]: 19:

“Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan untuk mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai, dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan orang-orang yang saleh.”

Beliau kemudian meminta pasukannya untuk berhenti. Para pasukan kebingungan dan bertanya-tanya sebab tak mengerti. Nabi Sulaiman kemudian menjelaskan apa yang beliau dengar, seraya mencari jalan lain untuk sampai ke tujuan agar tidak menyakiti para semut.

Cerita ini memberikan kita pelajaran untuk selalu mensyukuri apa yang telah Allah berikan kepada kita, sebagaimana Nabi Sulaiman yang dilimpahi kekayaan, kecerdasan, dan anugerah yang begitu luar biasa tidak angkuh, melainkan tetap bersyukur dan meminta Allah untuk senantiasa melimpahkan rasa syukur kepadanya. [AR]

Siti Arina Seorang karyawan swasta di Magelang yang sedang belajar menulis di waktu yang bisa dibilang tak muda lagi.