Mubaidi Sulaiman Alumni Ponpes Salafiyah Bandar Kidul Kota Kediri, Peneliti Studi Islam IAIN Kediri-UIN Sunan Ampel Surabaya

Bisakah Umat Islam Hidup Bersih di Masa Pandemi?

2 min read

Sudah  ratusan kali kehidupan umat manusia didatangi oleh wabah penyakit yang datang akibat kecerobohan mereka sendiri. Manusia secara alamiah memiliki karakter yang dikotomis: di satu sisi memiliki naluri kuat untuk mempertahankan kehidupannya, di sisi lain  cenderung melakukan hal-hal yang menghancurkan dirinya. Tidak terkecuali umat Muslim.

Salah satu contoh sikap destruktif dari umat Muslim di zaman modern ini adalah perihal kebersihan. Menurut WHO, rata-rata negara terkotor di dunia masih didominasi oleh  negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim. Salah satunya adalah Indonesia yang menempatkan diri sebagai  peringkat 4 negara terkotor versi WHO tahun 2019.

Di era pandemi sekarang, hidup bersih adalah salah satu syarat terciptanya kehidupan “normal-baru”. Terbukti, negara yang berhasil melandaikan penyebaran wabah Covid-19 adalah negara dengan pola hidup sehat dan bersih.

Contoh nyatanya adalah Jepang dan Korea Selatan. Meski dua negara ini tidak menerapkan lockdown, keduanya sukses meminimalisir kurva penyebaran virus Covid-19. Hal ini disebabkan oleh pola hidup masyarakatnya yang menerapkan pola hidup sehat, jauh sebelum pandemi Covid-19 melanda.

Pertanyaannya: kenapa umat Muslim di Indonesia, yang terkenal religius dan taat beragama tidak bisa menerapkan hidup bersih dan sehat sebagaimana diperintahkan agama? Padahal Islam menekankan pentingnya hidup bersih sejak awal risalahnya. Tidak ada satupun ibadah mahdah yang diperintahan oleh Islam yang tidak mensyarakatkan bersuci: menggunakan air, bukan air bekas, bebas dari najis, dan sebagainya.

Bayangkan, umat Muslim Indonesia yang telah diiajari pola hidup bersih oleh agama sejak ratusan tahun tetapi masih jauh dari harapan untuk menjadi “umat percontohan”.

Ada kisah inspiratif yang terjadi di Eropa ratusan tahun yang lalu, ketika bangsa Eropa masih berada di Zaman Kegelapan. Dalam buku yang ditulis oleh Katherine Ashenburg, The Dirt on Clean: An Unsanitized History, diceritakan bahwa dahulu bangsa Eropa, pada abad ke-12 hingga 13 M,  merupakan kaum yang “sangat kotor”.  Konon, mandi bagi mereka merupakan sesuatu hal yang berdosa karena bertentangan dengan ajaran gereja pada waktu itu. Ratu Isabella I, seorang ratu kerajaan Andalusia (Spanyol), seumur hidupnya hanya mandi dua kali! Bahkan ketika Ratu Isabella berhasil menaklukan wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Dinasti Umayyah II di Spanyol, ia memerintahkan para prajuritnya untuk menghancurkan tempat-tempat pemandian umum yang ada di wilayah tersebut.

Baca Juga  Puisi: Bulan Yang Turun Ke Jendela

Masih soal mandi, Raja Philip II dari Spanyol pernah mengeluarkan larangan mandi di wilayah kekuasaannya. Bahkan, Puterinya, Isabella II, pernah bersumpah untuk tidak mandi seumur hidupnya dan tidak akan mengganti pakaian dalamnya sampai pengepungan Granada tuntas, yang berlangsung selama 3 tahun. Sumpah itu menyebabkannya meninggal dunia terkena penyakit kolera (pes).

Wabah pes, yang disebabkan oleh pola hidup tidak bersih, pernah menimpa bangsa Eropa (terutama Prancis dan Inggris) pada masa-masa selanjutnya dan membunuh ratusan ribu masyarakat kala itu. Termasuk wabah blackdeath dan flu Spanyol.

Bagaimana bangsa Eropa yang dulunya bangsa yang terkenal “kotor” menjadi bangsa yang menerapkan hidup bersih?

Seorang sejarawan Perancis, Dribarr, mengatakan: “Kami, orang Eropa, berhutang budi pada bangsa Arab (kaum Muslimin) yang telah mengajarkan kami cara meraih kenyamanan dan kesejahteraan dalam kehidupan kami. Kaum muslimin telah mengajarkan kami bagaimana cara menjaga kebersihan tubuh. Mereka berbeda dengan orang-orang Eropa yang tidak pernah mengganti baju mereka kecuali sudah sangat kotor dan mengeluarkan bau busuk. Kami telah mencontoh mereka menukar pakaian kami dan mencucinya. Orang-orang Islam terbiasa memakai pakaian yang bersih dan wangi, bahkan sebagian mereka menghiasi pakaian mereka dengan batu-batu mulia seperti zamrud, yaqut dan marjan. Cordoba dikenal sebagai kota yang dipenuhi oleh kamar mandi yang jumlahnya mencapai 300 buah. Padahal gereja-gereja Eropa memandang kamar mandi itu sebagai perangkat kafir (bertentangan dengan dogma gereja) dan maksiat.”

Nah, dari kisah singkat di atas, bangsa Eropa yang hingga saat ini bukanlah wilayah mayoritas Muslim terbukti mampu memahami dan menerapkan ajaran Islam dengan baik. Lalu, kenapa kita sebagai masyarakat Muslim terbesar di dunia belum mampu mengamalkan ajaran Islam untuk hidup bersih? Apakah kita hendak membenarkan perkataan Lord Bernard Shaw, “Islam is the best religion and Muslims are the worst followers” (Islam adalah agama terbaik, sementara umat Muslim adalah pengikut yang terburuk)?

Mubaidi Sulaiman Alumni Ponpes Salafiyah Bandar Kidul Kota Kediri, Peneliti Studi Islam IAIN Kediri-UIN Sunan Ampel Surabaya