

“Rumahku adalah surgaku”
Ungkapan tersebut adalah impian bagi setiap orang khususnya perempuan yang ingin memiliki keluarga dan hidup dengan aman, nyaman, tenang dan damai bersama keluarganya di dalam rumah sederhana tetapi tersimpan kebahagiaan yang mendalam. Namun realitanya perempuan masih banyak menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga sehingga surga itu berubah menjadi neraka bagi mereka yang mengalaminya.
Ternyata KDRT hanyalah satu dari sekian ancaman yang terjadi terhadap perempuan dalam lingkungan keluarga. Belum lama ini, viral di media sosial grup yang bernama “Fantasi Sedarah” dan Suka Duka” di platform Facebook. Kemunculan grup tersebut membuat masyarakat Indonesia marah sekaligus resah sebab pembahasan di dalamnya mengarah kepada pelecehan seksual.
Pelecehan Seksual dalam Grup “Fantasi Sejarah” dan “Suka Duka”
Sebagai informasi grup “Fantasi Sedarah” dan “Suka Duka” adalah grup yang muncul di platform Facebook dan mulai diperbincangkan netizen di paltform media X. Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan diketahui grup tersebut memiliki anggota sebanyak 32 Ribu yang kebanyakan di isi oleh laki-laki. setelah viral di platform X netizen kemudian ramai membagikan screenshoot postingan-postingan yang ada di grup tersebut.
Netizen mulai marah sebab postingan dalam grup itu mengarah kepada pelecehan seksual. Adapun yang membuat netizen geram adalah objek seksual mereka adalah anggota keluarganya sendiri yang meliputi saudara perempuan baik adik dan kakak, ibu bahkan anak perempuannya yang masih kecil.
Cerita-cerita dalam grup fantasi sedarah menurut penulis sangat-sangat menjijikan sebab selain mengarah kepada pelecehan seksual juga mengarah kepada konten pornografi anak dan perempuan. Bahkan grup tersebut menjual konten pornografi anak dengan harga Rp. 50.000 untuk 20 konten video serta Rp. 100.000 untuk 40 konten video dan foto.
Mengutip dari cnnindonesia.com setelah banyak diperbincangkan netizen polisi akhirnya menangkap enam tersangka yang menjadi admin grup tersebut. Ke enam tersengka tersebut memiliki peran yang berbeda-beda. Adapun motifnya adalah ekonomi dan kepuasan seksual.
Orang Tua menjadi Pelaku Child Grooming
Mengutip dari Mubadalah.id child grooming adalah salah satu teknik memanipulasi pikiran anak atau remaja dengan tujuan tertentu seperti eksploitasi dan pelecehan seksual. Berangkat dari definisi tersebut dan dari grup fantasi sejarah tanpa kita sadari bahwa sebagai orang terdekat dalam hal ini orang tua memiliki kesempatan yang besar sebagai pelaku utama child grooming.
Kedekatan emosional antara orang tua dan anak dapat menjadi faktor utama seorang ayah melakukan child grooming terhadap anaknya. Sebagaimana pada postingan dalam grup “Fantasi Sejarah” yang menunjukkan bahwa si ayah memiliki hasrat terhadap anaknya, namun karena si anak baru berumur 2 tahun akhirnya si ayah harus menunggu sampai anaknya umur 4 atau 5 tahun. Selama menunggu maka bisa saja ayah melakukan proses child grooming terhadap anaknya.
Jika telah berhasil maka pelaku akan dengan mudah melakukan pelecehan seksual. Apalagi korban tidak memiliki kekuatan untuk melawan karena pelaku telah mengendalikan korban, termasuk menakut-nakuti atau mengintimidasi jika korban menyebarluaskan perbuatannya. Hal ini juga dapat terjadi antara orang tua dan anak. Sebagaimana kasus di Garut anak 5 tahun diperkosa oleh Ayah dan pamannya.
Edukasi Keagamaan Dalam Keluarga
Grup fantasi sedarah menggambarkan bahwa minimnya ilmu agama yang dimiliki oleh para penghuni grup tersebut. Bayangkan saja jika ada orang yang memiliki hasrat kepada saudara, anak dan ibunya sendiri. Tentu orang tersebut tidak memahami terkait hukum mahram dalam Islam. Tetapi jikapun mereka paham terkait mahram maka hasrat tersebut berasal dari nafsu yang tidak bisa dilawan.
Oleh sebab itu menanggapi grup yang tengah viral tersebut perlu adanya edukasi keagamaan yang diberikan kepada setiap keluarga. Mereka harus pahami benar mengenai siapa saja yang termasuk mahram agar dapat menjaga nilai dan kehormatan keluarga. Sebab keluarga adalah titik awal dalam membangun perdaban serta lingkungan sosial yang sehat dan bermartabat.
Wallahua’lam
Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta