Khairun Niam Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta

Pentingnya Kampanye Moderasi Beragama dengan Komedi ala Yusril Fahriza

2 min read

Minggu, 9 Juni 2024, penulis mengikuti kegiatan Diskusi & Temu Penulis Muda yang diselenggarakan oleh IBTimes.id yang berlokasi di Laboratorium IsDB FISHIPOL UNY.

Kegiatan tersebut diadakan dalam rangka memperingati 5 tahun IBTimes.id sebagai ruang literasi digital yang telah memberikan kesempatan kepada para penulis muda untuk selalu berkaya lewat literasi.

Adapun tema yang diangkat dalam acara tersebut adalah “Merayakan Moderasi Beragama” dan dimeriahkan oleh Habib Husen Ja’far Alhadar, Yusril Fahriza, Alimatul Qibtiyah, dan Farchan Noor.

Setiap narasumber memaparkan materi sesuai dengan latar belakang mereka masing-masing. Salah satu narasumber yang menarik perhatian penulis di sini adalah Yusril Fahriza, salah seorang komika yang menurutnya “paling Muhammadiyah di antara komika yang lain”.

Dalam persentasinya, Yusril membawakan tema “Moderasi Komedi sesuai Asian Value”. Teman-teman tentu sudah membayangkan. Dari judulnya saja sudah sangat menggelitik. Meskipun begitu, apa yang disampaikan Yusril penuh dengan daging.

Memiliki Sense of Comedy

Komedi merupakan salah satu pertunjukan yang bertujuan untuk menghibur. Namun, tidak hanya itu, melalui komedi seseorang dapat menyampaikan hal apa pun, baik itu berupa kritik, pesan, dan berdakwah, termasuk dalam mengampanyekan moderasi beragaman di Indonesia.

Walaupun begitu, tidak semua orang memiliki selera humor yang sama. Bisa jadi lucu menurut kita, tetapi biasa saja menurut orang lain. Oleh sebab itu, dalam berkomedi menurut Yusril dalam persentasinya kemarin, hal yang harus didahulukan ialah harus menyamakaan asumsi terlebih dahulu.

Penyamaan asumsi tersebut bertujuan untuk memunculkan sinse of comedy karena tidak semua orang memiliki sense dalam berkomedi. Maka dari itu, sebelum mengakhiri acara Yusril berpesan kepada peserta untuk selalu memiliki sense of comedy dalam hal apa pun, baik itu dalam berdakwah dan menulis.

Baca Juga  Mewujudkan Pegadaian Alternatif di Indonesia

Penulis rasa pesan yang disampaikan oleh Yusril sangat relevan dengan fenomena hari ini, di mana masyarakat sangat membutuhkan humor di tengah-tengah ingar-bingar politik dan radikalisme yang kita saksikan sekarang.

Menurut Yusril bagi para pegiat literasi atau para pendakwah, memiliki sense of comedy dan sense terhadap humor sangat penting, “karena hari ini kita sudah dihadapkan dengan berbagai hal yang rumit, seperti Tapera misalkan.”

Komedi memiliki dampak terhadap perubahan perasaan yang dapat membuat seseorang merasa bahagia, gembira, dan senang, sehingga bisa menghilangkan kerumitan walaupun bersifat sementara.

Kampanye Moderasi

Mengutip dari IBTimes.id, Alimatul Qibtiyah selaku Komisioner Komnas Perempuan RI, moderasi beragama adalah pengurangan kekerasan dan penghindaran keesktreman. Ia adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan, membangun kemaslahatan umum berlandaskan prinsip adil, berimbang dan taat konstitusi.

Berkaitan dengan kekerasan, beberapa waktu lalu viral di media sosial sekelompok ormas yang masuk ke dalam Coffea Shop di Jalan Ap Pettarani, Makassar, dan memaksa pengunjung untuk keluar, bahkan salah satu pengunjung juga sempat dipukul oleh salah satu pendemo.

Adapun maksud dilakukan demo adalah dalam rangka aksi boikot produk-produk yang terafiliasi dengan Israel dan melarang para konsumen berbelanja di coffe shop tersebut. Tidak hanya itu, kasus-kasus intoleransi atas nama agama pun sampai saat ini masih sering terjadi.

Maka dari itu, untuk meminimalisir tindakan radikal di tengah-tengah masyarakat, perlu untuk menyuarakan moderasi sebagai upaya preventif dalam mereduksi kasus-kasus intoleransi di Indonesia agar tercipta kerukunan antar umat beragama.

Namun, nyatanya hari ini beberapa kasus yang terjadi berupa tindakan kekerasan tidak hanya terjadi antarlintas keyakinan, melainkan dalam satu agama pun bisa terjadi. Contohnya adalah kekerasan pada demonstrasi boikot di atas.

Baca Juga  Relevansi Tasawuf di tengah Krisis Spiritual dan Moral Masyarakat Modern  

Untuk menyuarakan moderasi beragama, setidaknya dalam kehidupan masyarakat dapat diukur melalui empat indikator, yaitu komitmen kebangsaan, antikekerasan, sikap toleransi, dan penerimaan terhadap tradisi lokal.

Empat indikator tersebut dapat kita sampaikan melalui media digital, di antaranya seperti membuat video pendek, menulis, membuat animasi, atau meme yang berkaitan dengan moderasi. Hal tersebut merupakan ragam upaya dalam kampanye moderasi.

Menyisipkan Komedi

Dalam upaya kampanye moderasi beragama yang dilakukan melalui tulisan, video, siniar, dan lainnya, sangat perlu menyisipkan hal-hal yang bersifat komedi. Menurut Yusril cara yang pertama adalah menyamakan asumi. Ketika asumsi menjadi satu, maka selanjutnya adalah memberikan fakta-fakta terkait isu yang diangkat. Langkah terakhir adalah memberikan punchline.

Menyisipkan komedi di tengah-tengah kampanye moderasi menjadi cara yang ramah dan mudah diterima oleh masyarakat. Hal ini karena apa yang disampaikan merupakan fakta-fakta yang mana semua orang menyadari hal tersebut memang benar-benar terjadi.

Selain sebagai sindirian kepada orang lain, komedi juga bisa menjadi sindirian untuk diri sendiri. Tentu saja harapannya adalah dengan menyisipkan komedi dalam kampanye moderasi membuat mereka yang masih melakukan kekerasan apalagi atas nama agama menjadi lebih lentur dalam bersikap.  Wallahualam bissawab. [AR]

Khairun Niam Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta