Rayhan Iqbalul Hanif Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Relevansi Tasawuf di tengah Krisis Spiritual dan Moral Masyarakat Modern  

2 min read

Tasawuf sebagai ilmu—yang mengarahkan manusia untuk tetap terhubung dengan fitrahnya, menekankan kerendahan hati, dan kehidupan sederhana—lambat laun mulai dianggap tak sesuai dengan gaya hidup manusia modern yang lebih rasional dan terpaku pada ilmu pengetahuan.

Pada zaman ini, gejolak cepat dan praktis mengambil alih. Ilmu dan teknologi yang sedang berkembang pesat mampu memberikan perubahan yang cukup besar bagi kehidupan manusia modern. Namun, tidak bagi aspek moral dan spiritual masyarakat modern yang sering kali terjebak dalam hedonisme, materialisme, dan individualisme.

Tilikan pertama di sini adalah spiritualitas. Kenapa spiritualitas masyarakat modern bisa mengalami kemerosotan? Hal itu ada kaitannya dengan masyarakat modern yang tidak lepas dari gaya hidup materialis dan individualis. Masyarakat beramai-ramai mencari harta tanpa memperhatikan hak-hak orang lain, memakai segala cara untuk mendapatkan harta atau materi.

Mereka yang mendapat hartanya secara fisik merasa puas tapi secara batin ataupun spiritual terasa hampa dan kosong. Karena terlalu fokus dalam mencari harta duniawi, mereka mulai merasakan jenuh dan stres dengan pekerjaannya dan kemudian tidak tahu harus mencari solusi apa dan ke mana. Ini disebabkan sifat individualistis mereka dan akhirnya lebih memilih mengakhiri hidupnya atau melakukan pelarian pada obat-obatan. Hal itu karena kehidupannya yang sudah sangat jauh dari nilai-nilai spiritual dan keilahian. Inilah yang disebut krisis spiritual.

Selain spiritualitas, manusia modern juga mengalami krisis moral. Lihat muatan media sekarang yang banyak berisikan konten-konten tidak mendidik dan semipornografi. Selain gaya hidup materialistis, gaya hidup hedonistis juga menyelimuti masyarakat modern. Contohnya, membeli barang yang kurang bermanfaat dan hanya sekadar untuk mengikuti trendi, demi kebutuhan gengsi.

Dua tahun yang lalu jika kita asih ingat ramai diperbincangkan kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seoarang oknum anggota polisi yang mengakibatkan korban hamil lalu dipaksa untuk mengaborsi kandungannya. Setelah itu, diikuti lagi kasus aksi pemerkosaan oleh seorang guru agama kepada 12 santriwati di Bandung.

Baca Juga  Ramadan: Antara Kesehatan, Religiositas Soliter, dan Solidaritas

Mengaborsi janin dalam kandungan adalah hal yang sangat tidak manusiawi; begitu pula seorang guru di madrasah yang seharusnya mengajarkan nilai-nilai islami tetapi malah melakukan perbuatan hewani. Sungguh sangat tidak memiliki hati nurani. Contoh ini sudah bisa menggambarkan bahwa manusia modern semakin mengalami krisis moral dan kehilangan jati dirinya serta arah tujuan hidup sebagai khalifah di bumi.

Lalu, pertanyaannya ialah bisakah tasawuf berperan mengatasi krisis spiritual dan moral yang sedang terjadi di masyarakat modern ini? Memasuki zaman modern tasawuf seakan-akan dianggap tidak cocok bagi kehidupan masyarakat modern yang cenderung berpikiran rasional dan mementingkan ilmu pengetahuan.

Mereka menganggap bahwa tasawuf hanya untuk orang-orang pasrah terhadap takdir dan tidak mau berusaha sehingga bisa menyebabkan kemunduran peradaban. Itu adalah anggapan yang salah. Inti dari ajaran tasawuf adalah membersihkan dan penyucian hati. Tasawuf menjadi penting bagi masyarakat modern karena bisa digunakan sebagai pengendali manusia agar nilai fitrahnya tidak tergerus oleh modernisasi yang lebih mengarah kepada penyimpangan nilai-nilai kehidupan.

Dengan itu, tasawuf bisa membentuk akhlak karimah. Lalu, mengenai sifat zuhud dan wara yang sering dikaitkan dengan menjauhi dunia, pengertiannya sekarang sudah jauh berbeda. Makna yang masyarakat modern pahami dari konsep tersebut adalah benar-benar menjauh dari sifat duniawi, sedangkan makna aslinya adalah lebih kepada menghilangkan kecintaan pada dunia yang fana. Boleh memiliki harta banyak, tetapi semua itu dianggap hanya titipan dari Allah dan tidak boleh sama sekali di-baper-in.

Sebagaimana dijelaskan pada QS. al-Hadid [53]: 23 yang berbunyi: “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Baca Juga  Covid-19 dan Wujud Empati Kepada Kelompok Work Outside Home

Ajaran tasawuf bukanlah ajaran yang antimodernitas. Said Aqil Siradj mengungkapkan bahwa ajaran tasawuf dalam Islam sangat relevan dengan kondisi modern saat ini. Menurutnya, pengajaran spiritual merupakan proses sosialisasi dan penyisipan kebudayaan dalam masyarakat. Tasawuf sebenarnya bukan pelarian dari dan ketidakpedulian terhadap kenyataan sosial.

Sebaliknya, justru tasawuf berperan penting dalam mewujudkan sebuah perubahan moral-spiritual dalam masyarakat. Oleh karena itu, tasawuf masih sangat penting keberadaannya untuk diaktualisasikan guna mencegah krisis spiritual dan moral serta membimbing manusia untuk lebih dekat kepada Tuhannya di kehidupan modern. [AR]

Rayhan Iqbalul Hanif Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya