Khairun Niam Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta

Tanggung Jawab Sebagai Manusia Merdeka

2 min read

Membahas tentang kemerdekaan, saya sempat mengobrol bersama teman terkait makna kemerdekaan. Menurutnya kemerdekaan adalah sebuah pengakuan dan  ada yang lebih penting dari pengakuan itu sendiri, yaitu tanggung jawab kita sebagai manusia merdeka. Merdeka tidak hanya tentang kebebasan yang membuat kita terlepas dari apapun. Namun apa yang akan kita lakukan ketika sudah terlepas dari belenggu tersebut, dan apa yang akan kita lakukan setelah mendapatkan sebuah pengakuan.

Terlepasnya Indonesia dari belenggu para penjajah Belanda dan Jepang merupakan sebagai pintu pembuka dalam meraih kemerdekaan tersebut. Langkah selanjutnya yaitu dibutuhkan sebuah pengakuan, karena kemerdekaan itu sendiri tumbuh ketika telah diakui. Indonesia bisa dikatakan merdeka karena ia telah terlepas dan telah diakui oleh sebagian negara yang berdaulat.

Mari kita kembali ke topik utama yaitu manusia merdeka. Mengutip dari kompas.com manusia merdeka menurut Ki Hadjar Dewantara adalah manusia yang secara lahiriah dan batiniah tidak bergantung pada orang lain. Jika ditarik kedalam pengertian yang lebih luas, maka menurut penulis sendiri manusia merdeka yaitu dimana ketika tuhan telah meniupkan ruh ke dalam jasad dan jasad tersebut lahir ke dunia maka itulah kemerdekaan. Dikatakan sebagai manusia merdeka karena telah terlepas dari dimensi rahim yang sempit menuju dimensi dunia yang luas. Artinya sebagai manusia yang telah merdeka karena telah dilahirkan di dunia terdapat beberapa tanggung jawab yang harus dilakukan oleh manusia tersebut.

Lantas hari ini sebagai manusia merdeka tanggung jawab, maka apa saja tanggung jawab kita sebagai manusia merdeka? Mengutip dari Yopi Nadia dalam kompas.com terdapat beberapa tanggung jawab sebagai manusia secara individu. Diantaranya tanggung jawab terhadap Tuhan, tanggung jawab terhadap masyarakat dan tanggung jawab terhadap bangsa dan negara. Berikut ini adalah penjelasan dari ketiga tanggung jawab tersebut.

Baca Juga  PNS dan Problem Standarisasi Kehidupan

Pertama, tanggung jawab kepada tuhan. Allah telah berfirman dalam al-Qur’an dalam surah Az-Zariyaat ayat 56.

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-ku

Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah menyebutkan bahwa terdapat dua macam ibadah yaitu mahdah (ibadah murni) dan ghairu mahdah (tidak murni). Ibadah mahdah adalah ibadah yang sudah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar, atau waktunya, seperti shalat zakat, puasa dan haji. Ghairu mahdah adalah segala aktivitas lahir dan batin manusia yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada allah. Seluruh aktivitas dapat menjadi ibadah apabila dilakukan karena Allah.

Berangkat dari ayat dan tafsir tersebut maka manusia sebagai makhluk tuhan tentu saja memiki tanggung jawab sebagai seorang hamba kepada tuhannya. Tanggung jawab tersebut dapat berupa beribadah dalam dua hal diatas yaitu mahdah dan ghairu mahdah. Terkadang sebagai manusia kita seringkali melupakan tanggung jawab sebagai seorang hamba, padahal sejatinya beribadah tidak selalu tentang melakukan sebuah ritual keagamaan tetapi juga bisa melakukan sesuatu yang berbentuk positif dan bermanfaat kepada orang lain dan juga meninggalkan segala bentuk larangannya.

Kedua, tanggung jawab kepada negara. Sebagai rakyat dari sebuah negara yang telah merdeka, tentu saja kita tidak bersantai menikmati kemerdekaan. Tetapi perlu juga sebuah upaya untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih agar tidak hilang begitu saja. Tanggung jawab utama bagi rakyat terhadap negaranya adalah cinta tanah air. Mengutip dari kumparan.com terdapat beberapa bentuk tanggung jawab manusia terhadap negara, menjaga kesatuan dan persatuan, melestarikan bahasa dan budaya, menghargai perbedaan, baik suku, ras dan agama, melawan berbagai diskriminasi dan menanamkan sikap tolrenasi sejak dini.

Baca Juga  Tentang Isu Kebangkitan PKI yang Selalu Muncul di Bulan September

Redaksi teologis mengenai cinta tanah air dalam al-Qur’an terdapat pada surah Al-Qashash ayat 85.

إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ

Artinya: “sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum ) Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.” (QS. Al Qashash: 85)

Quraish Shihab dalam Tafsir al Misbah menyebutkan bahwa ulama memiliki perbedaan pendapat dalam memaknai kata ma’ad. Ada yang memahaminya dalam arti hari kiamat, maut, padang mahysar dan ada yang mengartikannya dengan kota Mekkah. Mengutip dari Muhammad Syakir NF dalam Nu Online, Ismail Haqqi dalam tafsirnya menyampaikan bahwa ayat diatas menjadi dalil untuk cinta tanah air. Sebab, diksinya menunjukkan sebuah Isyarah terhadap tanah air mengingat Rasulullah SAW juga kerap menyebut tanah air dalam perjalanan hijrahnya.

Ketiga, tanggung jawab sosial. Sebagai makhluk sosial manusia memiliki tanggung jawab lebih dalam ruang publik baik nyata ataupun maya. Dalam publik nyata tidak hanya tentang partisipasi dalam berbagai kegiatan masyarakat, menjaga lingkungan, keamanan dan ketertiban namun lebih dari itu yaitu kemanusiaan. Contoh kecil dari sikap kemanusiaan itu sendiri adalah ta’awun (tolong-menolong). Dalam kitab Idzotun Nasiin karangan syaikh Mustofa Al Ghalayani bahkan membuat satu bab khusus terkait ta’awun. Menurutnya tolong menolong merupakan sebuah timbal balik antara manusia.

Dalam ruang publik maya sikap ta’awun dapat berupa mengembalikan ruang maya yang dingin dan tenang bukan ruang maya yang dipenuhi dengan ejekan, sindiran dan cacian bahkan menyebarkan hoax. Mengutip dari dhimas ginanjar dalam jawapos.com bahwa hari ini seharusnya setiap orang bisa berpendapat, menganalisis, dan mengkritik tapi dengan koridor keilmuan yang dikuasai dalam media sosial.

Berangkat dari macam-macam tanggung jawab diatas penulis jadi teringat kisah Nabi Musa yang berusaha untuk membebaskan kaumnya Bani Israil dari kekejaman Fir’aun. Namun ketika mereka sudah terbebas dari Fir’aun, Bani Israil tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas kemerdekaan yang diberikan. Belajar dari kisah Nabi Musa dan Bani Israil sebaiknya sebagai manusia merdeka maka kita harus memenuhi tanggung jawab atas amanah kemerdekaan yang telah diberikan. Wallahu a’lam bis shawab

Khairun Niam Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta