Nuzula Nailul Faiz Alumnus Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga

Pelestarian Lingkungan Menurut Dr. Yusuf al-Qaradawi (1)

3 min read

Dengan status sebagai salah satu agama dengan pemeluk terbanyak di dunia, Islam memiliki peran dan posisi yang strategis untuk mengatasi berbagai problematika yang sedang dilanda manusia dan buminya. Islam memiliki ulama-ulama dan pemimpin-pemimpin dunia dengan pengaruh yang begitu luar biasa, yang bisa dikerahkan untuk memberi dan melakukan solusi terhadap problem-problem tersebut.

Salah satu isu krusial yang menjadi banyak perhatian masyarakat dunia adalah masalah kerusakan lingkungan. Manusia mulai mendapatkan dan menyadari berbagai masalah dalam lingkungannya, yang diakibatkan salah satunya -yang punya porsi besar dalam menyumbangkannya- oleh tindakan buruk manusia sendiri. Mereka mencoba mulai mencari solusi permasalahan tersebut, dengan berbagai sudut pandang dan keilmuan yang masing-masing mereka punya.

Ulama-ulama Islam juga tidak lepas dari perhatian tentang problem tersebut. Dr. Yusuf Qaradawi, cendekiawan muslim dunia asal Mesir, termasuk ulama tersebut. Beliau menulis satu kitab yang cukup lengkap tentang pelestarian lingkungan dalam pandangan Islam. Nama kitabnya, Ri’ayat al-Biah fi Syari’ati al-Islam. Tulisan ini akan mencoba mengulas pandangan Dr. Yusuf Qaradawi dalam mengaitkan isu pelestarian lingkungan dengan ilmu-ilmu agama Islam dari kitab tersebut. Tulisan dimulai dengan mengulas pelestarian lingkungan dalam ilmu ushuluddin.

Problematisasi Kerusakan Lingkungan dalam Ilmu Ushuluddin

Dalam akidah Islam, manusia harus iman bahwa akan ada kehidupan selanjutnya setelah kehidupan dunia, yaitu kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang kekal dan sesungguhnya. Di dalamnya terdapat yaum al-hisab, atau hari perhitungan, dimana manusia akan dihitung dan dimintai pertanggungjawaban akan tindakan-tindakannya selama hidup di dunia: apakah ia taat terhadap perintah Tuhan atau sebaliknya. Bila ia termasuk hamba Tuhan yang taat, ia akan mendapatkan balasan berlipat ganda dan surge. Bila sebaliknya, ia akan mendapatkan siksa dan neraka.

Baca Juga  Islam dan Teologi Pembebasan, Spirit dalam Perjuangan Agraria

Termasuk dari salah satu perintah Tuhan, ialah tugas manusia sebagai khalifah di bumi. Dengan tugas tersebut, manusia mesti menjaga dan memastikan bumi Tuhan ini dapat lestari dan dimanfaatkan dengan baik. Merusak bumi jelas merupakan pembangkangan dari tugas tersebut, yang tentunya kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hari kiamat kelak.

Menurut data dari Basis Data Emisi untuk Penelitian Atmosfer Global (EDGAR), emisi gas rumah kaca dunia mencapai 53,79 gigaton setara karbon dioksida pada tahun 2022. Angka ini naik 1,37% dari tahun sebelumnya. Di antara sepuluh negara penyumbang emisi terbesar itu, terdapat dua negara dengan mayoritas penduduknya muslim, yaitu Indonesia dan Arab Saudi (Annur C M, 2023). Emisi gas rumah kaca yang menjadi salah satu factor kerusakan lingkungan merupakan masalah yang perlu dicarikan solusi bersama. Data itu bisa menjadi gambarannya. Lalu bagaimana kaitan urgensi pelestarian lingkungan dalam ilmu ushuluddin menurut Dr. Yusuf Qaradawi?

Pelestarian Lingkungan dan Peran Manusia dalam Ilmu Ushuluddin

Ilmu Ushuluddin melihat bahwa semua entitas yang ada dalam lingkungan, baik itu unsur benda mati maupun yang hidup, yang berakal maupun yang tidak, semuanya merupakan makhluk Allah yang bersujud pada-Nya. Segala unsur itu sama dengan manusia soal statusnya sebagai makhluk Allah (dijelaskan dalam QS. An-Nahl ayat 3-8), sama-sama bersujud, menaati perintah dan tunduk pada sunatullah (dijelaskan dalam QS. Ar-Ra’d ayat 15 & QS. An_nahl ayat 48-49), serta sama-sama menasbihkan nama Allah (dijelaskan dalam QS. Al-Hasyr ayat 1, QS. Al-Isra’ ayat 44 & QS. Ath-Thaghabun ayat 1).

Namun, manusia dianugerahi keistimewaan dibanding makhluk-makhluk dan entitas yang lain, yaitu dianugerahi akal dan jiwa, yang membuat mereka memiliki kemampuan yang cukup untuk menjadi khalifah atau wakil Tuhan di bumi. Hubungan manusia dengan bumi sendiri bisa dilihat dari bagaimana manusia ini diciptakan dari unsur bumi, yaitu at-tin atau tanah. Dr. Yusuf Qaradawi sembari mengutip QS. Shad ayat 71-72, QS. Al-Isra’ ayat 70, dan QS. Al-Baqarah ayat 30 mengatakan, bahwa fakta itu menjadikan manusia memang berkompeten dan berhak untuk menjaga bumi. Di dalam manusia, terdapat unsur ruh ilahi yang menjadikan mereka berhak atas pemuliaan dan tugas sebagai khalifah.

Baca Juga  Siapa Berani Ganti Pancasila?

Namun, Al-Qur’an juga mengkritik manusia yang dzalim dalam mengemban amanah itu. Allah swt. berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 72:

اِنَّا عَرَضْنَا الْاَمَانَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَالْجِبَالِ فَاَبَيْنَ اَنْ يَّحْمِلْنَهَا وَاَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْاِنْسَانُۗ اِنَّهٗ كَانَ ظَلُوْمًا جَهُوْ

Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya. Lalu, dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya ia (manusia) sangat zalim lagi sangat bodoh. (Terjemah Kemenag 2019)

Setelah menjelaskan hal itu, Dr. Yusuf Qaradawi kemudian memaparkan peran manusia dalam lingkungan, berangkat dari tiga tujuan utama untuk kehidupan manusia yang disusun oleh Syekh Raghib al-Asfahani. Peran tersebut yaitu:

Pertama, tujuan beribadah terhadap Allah swt. Dalam tujuan ini, manusia bisa mengambil peran untuk ikut usaha dalam melestarikan lingkungan, dengan melihat semua unsur lingkungan yang nantinya akan lestari dan tidak punah itu, ialah juga makhluk Allah yang beribadah kepada-Nya. Caranya dengan melakukan tindakan dan perkataan yang mengarah pada usaha tersebut, dimana usaha itu diridhoi oleh Allah swt.

Kedua, tujuan sebagai khalifah Allah swt. Untuk menjalankan tugas tersebut, manusia berperan dan dituntut untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, menyebarkan kebaikan dan kedamaian, yang mencakup pada pelestarian lingkungan.

Ketiga, tujuan untuk meramaikan bumi. Hal itu bisa sempurna, dengan berperannya manusia dalam pertanian, perkebunan, pembangunan, usaha perbaikan, usaha penumbuhan, serta menjauhi segala kerusakan atau pencacatan terhadap bumi maupun udara.

Apabila manusia mau melakukan dan menseriusi ketiga hal tersebut, kata Dr. Yusuf Qaradawi, maka manusia akan bahagia dan membahagiakan makhluk lain dalam lingkungannya, serta seluruh manusia dapat menikmati kehidupan baik dan keberkahan dari langit dan bumi.

Baca Juga  KH. Zainul Arifin Pohan dan Rukun Tetangga: Refleksi 76 Tahun Indonesia Merdeka

Dari keterangan di atas, bisa dilihat bagaimana ilmu ushuluddin melihat pelestarian lingkungan sebagai tugas manusia sebagai khalifah yang mesti dijalankan dengan bekal akal dan ruh ilahi yang dianugerahkan pada mereka. Manusia bisa melakukan berbagai hal untuk usaha tersebut dan menghindari perusakan lingkungan. Karena pembangkangan terhadap tugas tersebut, merupakan bentuk kedzoliman dan kebodohan manusia.

Wallahu a’lam bish showab.  

Nuzula Nailul Faiz Alumnus Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga