Saya pernah berpikir sebagaimana para peneliti lainnya yang memilah tegas antara Marxisme sebagai ideologi yang digagas Marx dalam buku induk Das Capital dan PKI yang dibangun oleh Muso, Semaun dan Darsono yang kemudian diteruskan para pewarisnya semisal Dipo Nusantara Aidit dkk.
Tapi bagaimana pula jika PKI bukan hanya sekadar partai politik yang berideologi komunis tapi adalah sebuah bangunan ideologi yang mandiri yang terlepas dari Marx atau Lenin dan Mao? PKI adalah varian marxian yang baru. Jadi sangat mungkin jika PKI adalah komunis produk asli Indoenesia?
Samakah PKI dengan Marxisme untuk menyebut buah pikiran Karl Marx tentang masyarakat komunal? Belum ada kajian khusus tentang hal ini. Hanya sebagian besar jawaban mengatakan bahwa PKI adalah partai politik yang berideologi Marxis. Cukupkah jawaban ini?
Jadi hubungan PKI dan marxisme bersifat simbiotik katalis. Tidak disebut PKI bila Marxisme sebagai ideologi dipisah atau ditanggalkan. Sebaliknya Marxisme belum tentu PKI. Sebab varian marxian bisa berwajah apapun dalam bentuk dan gerakkan yang sudah pasti berbeda. Tapi benarkah PKI menabalkan marxisme sebagai ideologi? Ada banyak spekulasi.
Jawaban pun mengembara, Marxisme yang mana? Bukankah paham Marxis telah mengalami dinamika dan melahirkan berbagai turunan serumpun, sebut saja: Leninisme di Uni Soviet dan Maoisme di China. Bahkan di Amerika Latin marxian mengalami banyak perkembangan menarik sebut saja New Left atau ‘kiri baru’. Komunis model baru yang lebih kompetitif, kenyal dan fanatik sebagai revisi atas kegagalan komunisme versi lama. Berbagai varian marxian meski menyebut dirinya komunis tetap saja berbeda dan bahkan banyak silang sengkarut.
PKI adalah partai populis. Partai rakyat yang menggagas tentang masyarakat komunal. Memimpikan keadilan komulatif, keadilan sama rata sebagai antitesis atas keadilan distributif yang cenderung kapitalistik.
Gagasan PKI sangat merakyat, dan diamini banyak orang. Pembagian pendapatan yang merata, tidak ada kelompok kaya menghimpun modal untuk eksploitasi. Menghapus konglomerasi. Menciptakan keadilan sosial, distribusi tanah kepada para petani miskin. Kebijakan landreform yang menarik dan banyak mendapat simpati.
Pendek kata, PKI berhasil memposisikan diri sebagai partainya kaum buruh yang dieksploitasi, orang miskin yang ditindas, petani yang tak punya tanah. Perempuan yang mengelana. PKI adalah simbol perlawanan proletar atau ‘wong cilik’ atas hegemoni kaum borjuis.
Atas pemahaman ideologi politik macam itu, maka PKI adalah partai yang hidup ditengah massa rakyat yang susah, rakyat miskin yang ditindas tanpa perlindungan dan petani tanpa tanah. PKI adalah bahasa rakyat melawan kemapanan, hegemoni dan dominasi. Di mana ada kezaliman dan ketidak adilan disitu pula PKI hidup dan tumbuh meski dengan bahasa dan sebutan yang berbeda. Dosa politik yang dilakukan PKI adalah karena tidak bertuhan dan berkhianat—bukan pada gagasan visi kerakyatannya.
Lantas di mana peran agama? Marx menjawab pedas: ‘agama adalah candu masyarakat”. Jawaban Marx ini bukan ditujukan kepada Islam. Tapi kepada institusi gereja yang korup, memeras dan buta terhadap kondisi sosial masyarakat Eropa saat itu—kawanan yang menyebut dirinya wakil Tuhan dan membuat koloni eksklusif di balik jubah putih yang disucikan.
Perlawanan Marx bukan hanya pada kaum borjuis yang memegang otoritas politik, sosial dan ekonomi tapi juga pada agamawan yang korup yang memonopoli atas benar dan salah dalam menetapkan hukuman dan menimbang keadilan. Pada fase tertentu: Menghapus ketidakadilan, ketidakmerataan, hegemoni, dominasi adalah salah satu cara jitu mematikan atau menghambat laju tumbuhnya ideologi PKI. [MZ]