Moh Rivaldi Abdul Mahasiswa Pascasarjana S2 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Perkembangan Masjid dan Penyebaran Islam di Bolaang Mongondow (2)

1 min read

Sebelumnya: Perkembangan Masjid dan Penyebaran … (1)

Menakar Penyebaran Islam dari Arsitektur Masjid di Bolaang Mongondow

Adanya keselarasan arsitektur masjid hampir di semua wilayah Nusantara, khususnya Indonesia Timur, bisa menjelaskan bahwa Islam di Nusantara menyebar dari sumber mata air yang sama. Sehingga tidak heran jika terdapat kesamaan budaya, dalam hal ini arsitektur masjid, antara satu wilayah dengan lainnya.

Diketahui kalau kiprah jaringan ulama Wali Songo tidak hanya sebatas penyebaran Islam di Jawa, namun juga meluas ke berbagai penjuru Nusantara, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka tidak mengherankan kalau gaya masjid Jawa banyak menginspirasi pembangunan masjid di Nusantara.

Namun kalau sekadar berdasarkan keselarasan arsitektur masjid, lantas mengatakan bahwa penyebaran Islam di Bolaang Mongondow dilakukan oleh ulama dari Jawa, sehingga ada kesamaan bentuk masjidnya, rasanya itu kesimpulan yang agak terburu-buru.

Sebab mulai masifnya penyebaran Islam di wilayah ini nanti pada awal abad 19 M. Itu pun baru sebatas di wilayah pesisir utara dan beberapa lipung (desa) di daerah pedalaman. Jadi ada jarak zaman yang jauh dengan jaringan ulama Wali Songo atau jaringan Giri yang aktif menyebarkan Islam di Indonesia Timur.

Selain itu, sebagaimana penjelasan dari W. Dunnebier dalam Over de Vorsten van Bolaang Mongondow, bahwa Islam masuk di wilayah ini melalui Gorontalo, jadi bukan dari Jawa.

Dalam hal ini, ada dua penjelasan yang lebih masuk akal.

Pertama, pengaruh dari jaringan ulama Wali Songo atau Jawa di Bolaang Mongondow terjadi secara tidak langsung. Artinya, bukan lagi dilakukan oleh jaringan ulama Jawa, melainkan oleh generasi setelahnya yang menerima Islam lewat gerakan mereka.

Persentuhan Islam di Bolaang Mongondow diketahui lewat interaksi dengan Gorontalo dan Bugis. Kalau ditelusuri lebih dalam, Islam di Gorontalo dan Bugis secara tidak langsung buah dari kiprah jaringan ulama Wali Songo, bahkan tidak hanya Gorontalo dan Bugis, namun juga wilayah lainnya di Indonesia Timur. Sebab Gowa dan Ternate yang menjadi pintu penyebaran Islam di Sulawesi mendapat pengaruh dari jaringan ulama Sunan Giri. Sehingga bisa dibilang kalau bentuk masjid kuno Nusantara khas Jawa, yang tanpa kubah, memang sudah termasuk bentuk masjid yang umum di Nusantara.

Baca Juga  Bagaimana Sikap Muslim Menghadapi Era Teknologi?

Kedua, arsitektur masjid khas Jawa yang berbentuk bujur sangkar dan beratap limas segi empat, kuat dugaan juga telah menginspirasi Raja D. C. Manoppo ketika berada di Jawa. Sehingga saat banyak dilakukan pembangunan masjid di masanya, arsitektur masjid kuno Nusantara pun muncul sebagai gaya yang umum digunakan.

Pada dasarnya, arsitektur masjid bujur sangkar dan beratap limas segi empat bersusun, telah menjadi bentuk umum dan khas dari masjid-masjid Nusantara. Dan arsitektur masjid ini juga telah digunakan oleh masyarakat muslim Bolaang Mongondow sejak masa awal masifnya Islam di daerah ini. (mmsm)

Moh Rivaldi Abdul Mahasiswa Pascasarjana S2 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta