Naufal Robbiqis Dwi Asta Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Tips Mendapat Kesuksesan Menurut KH Asep Saifuddin Chalim

3 min read

Allah sebagai yang Maha Pengampun mengenalkan ‘pintu taubat’ untuk manusia memohon pengampunan atas dosa-dosanya di dunia, dimana hal tersebut merupakan sebuah proses untuk manusia dari sebelumnya banyak berbuat keburukan untuk menuju perbuatan yang lebih baik dan dikehendaki oleh Allah. Jika melirik pada masa Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam seringkali mendapat kesulitan dan tidak terjadi secara instan tanpa proses begitu saja.

Dengan demikian, Islam sangat menghargai adanya proses untuk menuju sebuah kesuksesan dan keberhasilan. Disamping itu, proses yang dijalankan hendaknya juga diiringi perbuatan baik dan menuju pada hal yang baik pula. Tujuannya adalah agar dapat membuat seseorang selalu berada di jalan Allah SWT. Dalam konteks tersebut, KH. Asep Saifuddin Chalim telah memberikan tujuh buah kunci kesuksesan untuk mengiringi sebuah proses.

KH Asep Saifuddin Chalim merupakan putra dari pasangan Nyai Qana’ah dan KH. Abdul Chalim, selaku salah satu tokoh nasional yang membantu berdirinya jamiyah Nadhlatul Ulama’ bersama para tokoh pendirinya seperti KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Chasbullah.

Asep Saifuddin Chalim yang merupakan Ketua Persatuan Guru Nadhlatul Ulama’ (PERGUNU) Indonesia berupaya untuk mendongkrak pendidikan berbasis Islam di Indonesia dan melahirkan para santri yang nantinya akan menjadi orang-orang besar. Hal tersebut diupayakan dengan mendirikan dan mengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah di Provinsi Jawa Timur yang terletak di Siwalankerto, Surabaya dan Pacet, Mojokerto. Disamping itu, beliau juga mendirikan perguruan tinggi yang diberi nama Institut KH. Abdul Chalim (IKHAC) yang terletak di wilayah Pacet, Mojokerto.

Kiai Asep memberikan tujuh buah kunci yang diberikan kepada para santrinya dalam rangka untuk mencapai sebuah kesuksesan. Tujuh buah kunci kesuksesan yang diberikan oleh Kiai Asep meliputi bersungguh-sungguh dalam berkesungguhan, menjaga diri dalam kesucian dengan berwudhu, sedikit dalam makan, menjalankan sholat malam, membaca Al-Qur’an dengan melihat, menjauhi maksiat, dan tidak sembarangan jajan diluar.

Baca Juga  Melacak Akar Sejarah Gerakan Purifikasi Dalam Islam

Pertama, bersungguh-sungguh dalam berkesungguhan (والمواظبة الجد). Kiai Asep mengajarkan kepada santrinya agar bersungguh-sungguh dalam belajar dan melaksanakan tindakan-tindakan yang sudah diajarkan oleh agama Islam. Tujuannya adalah para santri dapat menjalankan kehidupannya dengan memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai yang telah diajarkan dalam agama Islam. Bersungguh-sungguh juga yang telah dijelaskan pada QS. At-Taubah Ayat 105, Allah berfirman :

Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Kedua, menjaga diri dalam kesucian dengan berwudhu (الوضوء مداومة). Selain untuk bersuci dari hadats yang harus dilakukan sebelum melakukan sholat, berwudhu merupakan upaya untuk meningkatkan keimanan dari seorang Muslim karena telah menjaga kesucian dari dirinya. Dalam Hadits Riwayat Muslim telah dijelaskan “Bersuci adalah setengah dari keimanan”.

Lebih jauh Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits tentang keutamaan seorang Muslim menjaga wudhunya: “Istiqamahlah kalian, dan jangan pernah menghitungnya. Ingatlah bahwa amal terbaik kalian adalah shalat, dan tidaklah menjaga wudhu kecuali orang yang beriman.” Dengan menjaga wudhu, ketenangan dalam diri dapat tercapai sehingga dapat membuat seseorang menjadi lebih produktif dan fokus, baik dalam mencari ilmu pengetahuan maupun melakukan aktivitas baik laainnya.

Ketiga, sedikit dalam makan (الغذء تقليل). Kiai Asep menganjurkan hal tersebut kepada santrinya karena beliau meyakini bahwa terlalu kenyang dalam makan dapat menghilangkan kecerdasan, yaitu menyebabkan rasa ngantuk dan mengurangi konsentrasi. Disampng itu, sedikit dalam makan merupakan upaya untuk seorang Muslim dapat mengekang hawa nafsunya. Dengan mengekang hawa nafsunya, seseorang akan dapat meraih jalan kebaikan dan dapat sedekat mungkin dengan Allah.

Baca Juga  Ironi Ramadlan, Cabut Penutupan Masjid Ahmadiyah

Keempat, menjalankan sholat malam (الليل صلاة). Keutamaan dari sholaat malam telah dijelaskan dalam salah satu hadits yang berbunyi “Dirikanlah shalat di waktu malam ketika manusia sedang tidur, dan masuklah surga dengan kedamaian” (HR. Ahmad, Ibnu HIbban, dan Hakim). Kiai Asep mengajarkan para santrinya untuk menjalankan sholat hajat secara rutin sebelum menjalankan sholat subuh yang dilanjutkan dengan pengajian kitab. Kiai Asep juga telah membuat syair untuk mengajak santrinya melakukan sholat malam yang berbunyi:

Jadikan pemuda harapan; Sholat malam sebagai kendaraan; Dengannya kamu mendapatkan; Semuanya yang dicita-citakan

Kelima, membaca Al-Qur’an dengan cara melihat (نظرًا القرآن قراءة). Membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara melihat merupakan upaya untuk membiasakan diri mengenal dan memahami ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Dengan kebiasaan tersebut, sikap istiqomah dalam diri juga perlahan akan terbentuk. Dengan demikian, untuk mencapai sebuah kesuksesan, sikap istiqomah disertai dengan pemahaman pada ayat Al-Qur’an akan membuat kesuksesan seseorang menjadi lebih mudah tercapai dan sesuai dengan petunjuk dari Allah.

Keenam, menjauhi maksiat (المعصى ترك). Sama halnya dengan sedikit dalam makan, menjauhi maksiat merupakan upaya untuk mengekang hawa nafsu dalam diri sendiri. Disamping itu, maksiat juga merupakan hambatan besar bagi para pencari ilmu. Seperti halnya Imam Syafi’i yang menjelaskan bahwa maksiat merupakan penghalang dalam belajar,

Aku mengadu kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat” (I’anatuth Tholibin, 2:190)

Ketujuh, tidak sembarangan jajan diluar (السوق طعام يأكل لا ان). Kiai Asep juga mengajarkan kepada santrinya untuk tidak jajan diluar wilayah pesantren secara sembarangan. Penyebabnya adalah selain tidak diketahui apakah jajanan diluar pesantren baik bagi kesehatan atau tidak, perihal haram atau halal dari jajanan tersebut juga perlu untuk dipertanyakan. Untuk mewaspadai hal tersebut, Kiai Asep memilih untuk mengajarkan agar tidak sembarangan jajan diluar.

Baca Juga  Saat Kenangan Lebih Penting dari Keselamatan Bangsa: Catatan Penutupan McD Sarinah

Selain menjalankan tujuh kunci untuk mengiringi sebuah proses dalam mencapai kesuksesan, Kiai Asep juga tidak henti-hentinya mengajak para santrinya untuk mengamalkan sholawat dan istighosah. Dengan menjalankan amalan tersebut, harapannya adalah para santrinya dapat selalu mendapat kemudahan dalam belajar dan mencari ilmu, serta selalu berada di jalan Allah SWT.

Naufal Robbiqis Dwi Asta Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya