Dewasa ini banyak kita jumpai teman-teman di sekitar kita khususnya para pemuda yang mudah putus asa dalam menghadapi permasalahan hidup dan kurangnya menikmati dan mensyukuri semua yang ada tanpa menyadari bahwa Rahmat Allah SWT itu luas takterbatas.
Dalam hadis di sebutkan “Khalifah Bin Khayyath berkata kepadaku, telah menceritakan kepada kami Mu’tamir, aku mendengar ayahku dari Qotadah dari Abi Rafi dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda: “Dikala Allah SWT menetapkan penciptaan, Dia menulis catatan di sisi-Nya “Rahmat-Ku lebih mendominasi, atau beliau mengatakan, “lebih mendahului kemurkaan-Ku” dan itu terjadi di atas ‘arsy” (Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitab Fath al-Bari Bisyarhi Shahih Bukhori, Vol 21).
Dan pesan Allah SWT pada Surat az-Zumar [39]: 53 “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari Rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya, Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Kata Rahmat dalam Al-Quran mengandung beberapa makna sebagaimana di jelaskan dalam kitab Qamus Alquran Aw Islah al Wujjuh Wa al-Nadzair fi al-Quran al-Karim (199) yaitu Bermakna “Surga, Hujan, Nubuwwah, Nikmat, Al-Quran, Rizqi, Pertolongan, Hidayah, Kesehatan, Kebahagiaan, Iman, Taufiq, Nabi Isa AS, Nabi Muhammad SAW”.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam Q.S al-A’raf [7]: 156
قَالَ عَذَابِيٓ أُصِيبُ بِهِۦ مَنۡ أَشَآءُۖ وَرَحۡمَتِي وَسِعَتۡ كُلَّ شَيءٍۚ فَسَأَكۡتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلَّذِينَ هُم بِايَٰتِنَا يُؤۡمِنُونَ
“(Allah) berfirman, “Siksa-Ku akan Aku timpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Akan Aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa dan menunaikan zakat serta bagi orang-orang yang beriman kepada ayatayat Kami”
Imam Qushayri> dalam tafsirnya (Lataif al-Isyarah, 1/337) menjelaskan keluasan Rahmat Allah SWT bahwa pada ayat tersebut menunjukan adanya kelembutan Allah SWT, Allah SWT tidak berkata “Sikasa-Ku tidak sepi dari seorangpun”, tetapi menghubungkan kepada kehendak-Nya, sehingga mengisyaratkan bahwa perbuatan Allah SWT tidak berhubungan dengan perbuatan makhluk, karena Allah SWT tidak berfirman “siksa-Ku Kutimpakan kepada orang-orang yang maksiat” tetapi berkata “من اشاء” sehingga disana mengisyaratkan adanya pengampunan bagi orang yang di kehendaki-Nya.
Lalu ketika selesai kepada Rahmat-Nya, Allah SWT berfirman “وَرَحۡمَتِي وَسِعَتۡ كُلَّ شَيءٍۚ” disitu Allah SWT tidak menghubungkan Rahmat-Nya dengan kehendak-Nya, karena Rahmat adalah kehendak tersendiri dan Rahmat itu sesuatu yang awal atau dahulu, dan irodat Allah tidak berhubungan dengan sesuatu yang dulu. Maka ketika ada siksa dari sifat perbuatan, Allah menghubungkannya dengan kehendak, kebalikan dari Rahmat, karena rahmat adalah sifat dzat-Nya Allah SWT.
Dan dikatakan dalam firman Allah SWT: (وَسِعَتۡ كُلَّ شَيءٍۚ) itu juga mencakup perbuatan orang-orang yang ingkar, karena meskipun mereka tidak termasuk orang-orang yang taat dan ahli ibadah, maka mereka masuk dalam kalimat “شيء”.
Bahasa mudahnya, ketika Allah SWT hendak menyiksa atau tidak itu sudah kehendak-Nya, tetapi Rahmat adalah Sifat Dzat-Nya sehingga siapapun itu akan mendapat cipratan Rahmat. Sebagaimana di sebutkan dalam Tafsir al-Qurtubi (4/180) bahkan dengan Rahmat-Nya hewan sebuas apapun masih punya kasih saying kepada anaknya, dan bahkan Iblispun juga mendapat Rahmat.
Orang-orang yang mendapat Rahmat secara khusus
Allah SWT berfirman pada Surat al-Imran [3]: 74
يَخۡتَصُّ بِرَحۡمَتِهِۦ مَن يَشَآءُۗ وَٱللَّهُ ذُو ٱلۡفَضۡلِ ٱلۡعَظِيمِ
“Dia menentukan Rahmat-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah memiliki karunia yang besar”
Mufasir sufi Imam Qushayri memaknai pengkhususan Rahmat bahwa ada kaum yang dikhususkan dengan nikmat akhlak, ada yang di khususkan dengan nikmat berupa rizqi, ada yang di khususkan dengan nikmat beribadah, ada yang di khususkan dengan nikmat menghendaki sesuatu, ada yang dengan nikmat taufiq, ada yang dengan di berikan rasa bahagia, dan yang lain dengan nikmat bertemu dengan yang di senangi.
Tetapi rahmat secara khusus diberikan kepada:
- Nabi Muhammad SAW berupa Nubuwwah (al-Imran [3]: 159)
- Orang-orang yang berbuat baik (muhsinin). (al-A’raf [7]: 56)
- Orang yang bertaqwa, beriman, dan menunaiakan zakat (al-A’raf [7]: 156).
Ada yang menarik lagi dari penafsiran Imam Qushayri yang berbeda, beliau menyebutkan tentang orang-orang yang mendapat Rahmat yaitu “Sesungguhnya orang-orang yang tulus dalam menggapai tujuannya, orang-orang yang ikhlas menjalankan janjinya (syahadatnya), dan tidak berpaling dari Allah SWT, mereka adalah orang-orang yang hidup dalam nikmatnya berharap (rahmat) hingga mereka sampai kepada sempurnanya kekekalan dan tempat pertemuan dengan Allah SWT (Surga)” (Lataif al-Isharah 1/103).
Maka dari pemaparan di atas kita sedikit lebih tau bahwa rahmat-Nya lebih luas dan setiap dari kita pasti mendapat Rahmat-Nya, maka hendaknya kita tetap menjalani kehidupan dengan optimis dan hati yang tenang.