Sugeng Bahagijo Direktur INFID (International NGO Forum on Indonesian Development)

Festival HAM 2021: Sebuah Ikhtiyar Untuk Memajukan HAM di Indonesia

4 min read

Di tengah dunia sedang berharap-harap cemas akan kesepakatan para pemimpin di dunia untuk memastikan kelestarian bumi bagi masa depan umat manusia, bulan November adalah saat yang tepat untuk membahas sampai dimana perkembangan Hak Asasi manusia (HAM) di Indonesia. Meski Hari HAM jatuh pada bulan Desember, tetapi persiapan untuk memperingati hari tersebut dan hal-hal penting lainnya akan berlangsung sejak bulan November.

Sejak 10 tahun terakhir, selain di Korea Selatan, hanya di Indonesa setiap tahun diselenggarakan acara Festival HAM yang bersifat nasional yang merupakan kolaborasi antara pemerintah, lembaga HAM dan organisasi masyarakat sipil. Tahun ini, acara tersebut akan diadakan di Kota Semarang pada tanggal 16-19 November 2021. Acara ini bertema Bergerak Bersama Memperkuat Kebhinekaan, Inklusi dan Resilensi”.

Tema tersebut mencerminkan bahwa keberagaman adalah kekuatan bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan bersama; inklusi untuk memastikan pembangunan Indonesia dengan mempertimbangkan kelompok rentan dan minoritas; sedangkan resiliensi sebagai harapan di tengah pandemi Covid-19.

Mengapa Kota Semarang?

Komnas HAM, INFID dan KSP dalam sebuah diskusi panel memilih Kota Semarang berdasarkan tiga kriteria. Pertama,Kota Semarang telah memiliki catatan yang baik terkait HAM, misalnya adanya Perda Disabilitas dan ijin bagi gereja di sana yang selama 20 tahun telah tertunda.  Kedua, Semarang menunjukkan semangat dan kemauan kerja nyata untuk terus meningkatkan kulitas layanan publiknya dan terpilih menjadi wakil Indonesa dalam Local Open Government; mewakili Indonesia bersama 4 kabupaten/kota lainnya. Ketiga, kesiapan teknis Semarang dalam mengadakan acara besar dengan Prokes yang baik.

Festival HAM

Festival HAM kali ini merupakan kegiatan ke-6 sejak diadakan untuk pertama kalinya pada tahun 2013-2014. Peserta yang akan hadir dalam festival ini terdiri dari dua pihak. Delegasi kabupaten/kota yang telah menerapkan Perda HAM dan mereka yang tertarik dan hendak mengadopsinya. Pemerintah Kota Semarang akan menyiapkan sedikitnya 1000 akomodasi bagi peserta. Mereka terdiri dari wakil kabupaten dan kota seIndonesia, akademisi, Civil Society Organization (CSO), lembaga-lembaga donor, dan mitra kerja Komnas HAM dari Asia.

Baca Juga  Isra Mikraj: Cikal Bakal Interaksi Batin antara Pencipta dan Hamba

Disamping sebagai wadah untuk showcase praktik-praktik baik HAM, festival ini juga menjadi wadah pertukaran ide dan pengalaman dari berbagai kabupaten/kota di Indonesia dan beberapa kota kota Internasional juga akan ambil bagian.

Secara umum, rangkaian Festival HAM tahun ini akan terbagi dalam 3 sesi. Semua sesi acara tersebut tujuannya tidak lain adalah untuk memperkuat capaian pemajuan HAM di Indonesia. Pertama, menampilkan kabupaten/kota yang menjadi pelopor dalam pemajuan HAM di level kabupaten/kota mengingat di Indonesia masih sangat sedikit wadah yang berupaya untuk mendorong dan menampilkan capaian-capaian itu.

Kedua, memperluas pendukung stakeholder pemajuan HAM di Indonesia dari berbagai bidang sesuai kemampuan semua pihak. Tugas Komnas HAM akan sangat terbantu jika lebih banyak pihak yang terlibat dan semakin menjunjung tinggi nilai-nilai HAM. Karena, kemajuan HAM hanya dapat diraih melalui reform from above (Komnas HAM) dilengkapi dengan dorongan dan praktik-praktik nyata dari bawah (reform from below).

Ketiga, mengakui dan memajukan pendekatan lintas bidang dan lintas tema dalam pemajuan HAM. Artinya, pemajuan HAM tidak hanya menjadi tanggung jawab dan mengandalkan peran pemerintah pusat, tetapi juga peran pemerintah daerah. Keseteraan dan perlindungan hak perempuan penting; demikian juga dengan Hak Disabilitas dan bagaimana setiap kota menjaga toleransi dan kebebasan beragama melawan paham-paham ektremkekerasan. Singkatnya, Festival HAM ini berupaya untuk merawat tiga hal penting bagi tamansari HAM: Narasi, Aktor dan Momentum.

Mengapa Hak Asasasi Manusia?

Hak asasi manusia akan terus relevan dan bahkan semakin relevan karena masih terdapat kelompok warga yang belum dilayani dan dilindungi dengan martabat dan kesetaraan, meski capaian pembangunan selama 10 tahun terakhir tidak diragukan. Faktanya, orang-orang di dunia semakin kaya dan jumlah orang superkaya pun semakin meluas, kesepakatan pembangunan, SDGs, yang disahkan PBB tahun 2015 menyatakan ukuran terpenting bagi pembangunan di semua negara hanya satu yaitu: tak seorang pun tertinggal, no one left behind.

Di AS, negara dan kelompok warga masih terus berikhtiar agar rasisme berhenti. Segala daya sudah dikerahkan melalui regulasi, beasiswa pendidikan dan kebijakan afirmasi dalam lapangan kerja dan lainnya. Namun, ternyata masalahnya bukan pada regulasi tetapi pada sikap orang per orang. Di Eropa, berbagai pemerintah dan kota kota masih berjuang agar hak asasi manusia dan kesetaraan layanan publik dapat dinikmati oleh kelompok imigran dan pengungsi.

Baca Juga  Misi Kebangsaan Walisongo dalam Naskah-Naskah Kuno

Pun demikian di Indonesia. Indonesia yang terdiri dari suku dan agama yang beragam, maka nation building yang kuat mengharuskan untuk terus menerus merawat kebhinekaan. Memang benar, bahwa Nation building memerlukan sarana dan prasaranan yang memadai, yang menghubungkan pulau satu dan pulau lainnya. Namun, nation bulding juga memerlukan tindakan kolektif, kebijakan dan institusi, yang membuktikan bahwa semua orang dilindungi dan dilayaniterlepas dari apapun suku dan agamanya. Sesuatu yang tidak nampak. Tetapi akan dirasakan sepanjang hayat oleh semua warga negara.

Reformasi tahun 1998 ternyata berdampak luas, yang terjadi ternyata bukan hanya perubahan rejim politik. Perubahan-perubahan kualitatif berskala luas-etis telah mengalir mewujudkan semangat dan jiwa UUD 45 dan Pancasila. Yang pertama layak dicatat adalah Kebijakan Presiden Gus Dur yang menghapus diskriminasi warga Tionghoa. Ini merupakansebuah lompatan peradaban bagi Indonesia dan buah manis masa reformasi sekaligus bukti bahwa Indonesia bisa memajukan Hak asasi manusia.

Kedua, lahirnya UU HAM tahun 1999 dan Pendirian Komnas HAM (1993). Meski merupakan konsesi dan kompromi politik, akan tetapi sejilid regulasi dan sebuah lembaga itu terbukti menjadi macan sosial” yang berdampak luas ke tingkat warga dan seluruh NKRI. Sejak itu, setiap warga Indonesia bukan saja memiliki kata-kata tetapi juga lembaga yang siap membela dan melindungi warga yang terlanggar haknya.

Ketiga,  UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) tahun 2004 yang memberi tanda bahwa setiap jiwa di Indonesiaberhak memperoleh dan menikmati  atas jaminan sosial dan kesejahteraan melalui penyelenggaran jaminan sosial untuk semua warga; bukan hanya alat negara dan pekerja perusahaan. Meski harus menunggu hinga tahun 2011, akhirnya manfaat Jamsos di Indonesia menjadi nyata dan dirasakan warga. Tentu, dengan semua kelebihan dan kekurangnnya.

Baca Juga  Cara Bermaafan Di Hari Raya Idul Fitri yang Benar

Ukuran Kemajuan

Seorang anak di Sulawesi yang diselamatkan oleh Polisi dan dinas sosial dari perlakuan kejam ayahnya bukan saja memulihkan kebebasan satu orang warga tetapi kebebasan seluruh generasi. Masa depannya dibebaskan dari belenggu tirani sehingga ia akan memiliki kesempatan untuk berkembang dan besar sesuai bakatnya. Setidaknya segawai warga tanpa dendam dan tanpa luka batin.

Seorang Ibu pedagang di pasar di Medan yang dilindungi dari perlakukan semena-mena kelompok preman bukan saja tindakan penegakan hukum tetapi juga pemajuan Ham bagi kelompok lemah dan rentan. Dan, seorang pegawai muda di sebuah lembaga negara di Jakarta yang akhirnya memperoleh keadilan dari pelecehan seksual akan membentuk penghargaan kepada peran negara dan kepercayaan kepada sesama.

Daftar ini tentu bisa ditambah: kasus-kasus perusahaan mempekerjakan pekerja pada jam kerja yang tidak manusiawi, perusahaan membuang limbah sehingga penduduk dan mata air tercemari; Oknum polisi dan Satpol PP yang bersikap arogan masih banyak terjadi. Pada intinya, semakin modern masyarakat, kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi manusia akan terus terjadi. Baik oleh aparat negara, kelompok warga dan perusahaan.

Benar, hak asasi manusia tidak bisa melindungi orang perorang dari mara bahaya dan pelanggaran HAM karena kualitas pemerintah, penegak hukum, dan sikap warga secara umum. Tetapi HAM akan manjamin hakhaknya dipulihkan dan memungkinkan warga membangung hidupnya kembali.

Demikianlah, sesuatu yang tidak nampak namun dirasakan akan membentuk pengalaman hidup orang per orang. Itu semua untuk memastikan agar masa depannya lebih baik dari masa lalu agar segala nasib setiap anakanak dan kaum muda Indonesia tidak sematamata diserahkan kepada resiko sosial.

Sehingga tidak salah jika ukuran kemajuan bangsa adalah bukan saja seberapa tinggi angka ekspor-impor dan  jumlah gedung, tapi juga seberapa tinggi derajat martabat manusia, dan perlindungan hak asasi manusia bagi setiap warga sudah dijamin.

Akhirnya, itulah mengapa pekerjaan memajukan dan membela hak asasi manusia tidaklah hanya pekerjaan dan tugas Jakarta tetapi juga tugas kota Semarang, kabupaten Bojonegoro, Lampung Timur, Kota Palu dan seterusnya. [AA]

Sugeng Bahagijo Direktur INFID (International NGO Forum on Indonesian Development)