Khairun Niam Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta

Misi Kebangsaan Walisongo dalam Naskah-Naskah Kuno

1 min read

Judul               : Walisongo Khittah Kebangkitan Bangsa

Penulis            : Ahmad Baso

Penerbit          : Pustaka Afid Jakarta

Tahun              : 2023

Tebal               : 152 Halaman

 

Buku Walisongo Khittah Kebangkitan Bangsa karya Ahmad Baso ini mengingatkan para pembaca terkait kontribusi para walisongo dalam mengislamkan tanah Jawa. Proses islamisasi yang dilakukan oleh para walisongo tidak hanya tentang mengislamkan tetapi juga merangkul masyarakat setempat. Setelah membaca buku ini penulis lebih senang menggunakan istilah merangkul karena memiliki substansi yang lebih kompleks salah satunya adalah mengislamkan masyarakat sambil diselingi dengan akulturasi budaya dan membawa misi kebangsaan.

Dalam buku ini Ahmad Baso menjelaskan secara rinci bagaimana kontribusi serta strategi para walisongo dalam merencanakan misi kebangsaan. Menariknya, Baso secara langsung menggunakan naskah-naskah kuno sebagai sumber utama.

Misi kebangsaan yang dilakukan walisongo tentu tidak sembarangan. Pertemuan para walisongo di tanah Nusantara menjadi era baru dalam proses islamisasi. Pertemuan para wali sembilan ini tercatat dalam Naskah Paciran: Babad Demak Pasisiran. Dalam naskah ini tercatat bahwa para wali sembilan bertemu di pesantren Giri, Gresik “ing dina jamaat, tanggal ping lima ing wulan Ramelan taun wawu”, Hari jum’at tanggal 5 bulan Ramadhan tahun wawu (19 November 1479). Dalam pertemuan ini para walisongo membentuk sebuah master-plan islamisasi yaitu diawali dengan mengenalkan makna ber-islam.

Adapun upaya yang dilakukan walisongo dalam berdakwah adalah dengan mengajarkan agama menggunakan ekspresi kebudayaan Nusantara seperti seni, musik, kisah-kisah populer, hingga kesastraan yang mana nantinya akan menjadi jangkar utama dalam berdirinya negara Indonesia yang bersatu, solid dan merdeka. Dalam serat dewaruci misal, dikisahkan tokoh Bima dan Werkudara belajar ilmu tasawuf kepada sang guru Dewaruci hingga mencapai level ma’rifat. Dengan cara itulah para wali membangun kesadaran pribadi dari masing-masing dalam berislam bukan karena paksaan atau tekanan dari luar.

Baca Juga  Nasida Ria: Kritik Sosial dalam Genre Kasidah

Keunggulan buku ini adalah kemampuannya dalam menjelaskan bagaimana proses serta langkah-langkah dinamis para walisongo dalam membangun serta membentuk misi kebangsaan yang telah dirumuskan ketika pertemuan para walisongo di pesantren Giri.

Dalam buku ini Ahmad Baso juga menyebutkan bahwa salah satu misi kebangsaan walisongo adalah menanamkan sikap toleransi yang tinggi, ini terlihat ketika walisongo melakukan mediasi kepada raja-raja pada waktu itu. Misalnya dalam Naskah Sunan Bonang walisongo menulis dua kalimat syahadat menggunakan aksara Jawa hanacaraka yang biasa dipakai masyarakat Majapahit saat itu.

Penggunaan aksara jawa yang dilakukan walisongo merupakan salah satu bentuk toleransi serta strategi dalam menyebarkan Islam pada penduduk majapahit pada waktu itu. Contoh lain adalah dalam Naskah Paciran dan Naskah Hikayat Banjar yang mana di dalamnya mencatat pernikahan beda agama antara Putri Campa dan Raja majapahit.

Secara keseluruhan buku ini memperlihatkan misi kebangsaan walisongo melalui naskah-naskah kuno yang tersimpan di beberapa tempat. Secara garis besar juga strategi islamisasi yang dilakukan walisongo dilakukan dengan dakwah bil hal dalam artian berdakwah melalui keteladanan perilaku dan penyesuaian dengan situasi pada saat itu. Sederhananya walisongo mengajak dengan cara memberi contoh tidak dengan bil lisan (omongan).

Buku ini juga menyajikan beberapa gambar naskah-naskah kuno yang berisikan tentang cerita-cerita walisongo selama menyebarkan agama Islam di Nusantara. Dakwahnya yang menggunakan strategi pendekatan budaya diawali dengan memperbaiki keagamaan masyarakat terlebih dahulu yang kemudian disusul dengan memperbaiki sistem ekonomi dan membangun tatanan sosial politik.

Dengan jumlah halaman yang tidak terlalu banyak, buku ini cukup untuk memperkaya pengetahuan terkait peran walisongo dalam membangun moderasi beragama di Indonesia yang tercatat dalam naskah-naskah klasik. Khususnya bagi para akademisi yang fokus pada kajian sejarah dan manuskrip buku ini menjadi salah satu rujukan yang patut untuk diperhatikan. Wallahua’lam

Khairun Niam Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta