Satrio Dwi Haryono Aktif di Komunitas Dianoia, Sukoharjo, dan Pengelola di Optimisme Media

Memahami Fenomena Maraknya Isu Gender di Indonesia dengan Pendekatan Glokalisasi

2 min read

Isu keadilan gender semakin menarik perhatian di Indonesia, terutama dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan.

Salah satu pendekatan yang semakin populer dalam memperjuangkan keadilan gender adalah melalui glokalisasi, yakni upaya untuk mengaitkan gerakan keadilan gender dengan realitas budaya, sosial, dan politik yang ada di tingkat lokal. Fenomena ini semakin marak di Indonesia, dan menimbulkan harapan akan terwujudnya kesetaraan yang lebih inklusif.

Sebelum melangkah lebih jauh, penggelembungan gerakan keadilan gender di Indonesia dipengaruhi oleh globalisasi. Proses globalisasi sendiri tentunya akan memengaruhi berbagai dimensi dalam kehidupan seperti, sosial, ekonomi, politik dan budaya, di mana gagasan yang awalnya berada di bumi Eropa dan Amerika tersebut muncul dan berkembang melalui suatu proses penyerapan, pemilahan dan pengaplikasian di bumi Nusantara.

Menurut Bastar (2018), terdapat tiga tahapan dalam penyebaran norma internasional, yaitu tahap pertama di mana norma internasional muncul dan dibentuk; tahap kedua yang disebut sebagai norma cascade di mana norma yang ada di tingkat internasional disosialisasikan ke dalam tingkat domestik’ dan tahap ketiga yang merupakan internalisasi norma di mana norma tersebut diterima di dalam masyarakat domestik. Norma dalam konteks ini ialah nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender.

Menurut Blatter dalam “Glocalization Encyclopedia Britannica” (2013), glokalisasi adalah penggabungan antara globalisasi dan lokalisme yang mencerminkan universalitas dan kekhususan dalam berbagai aspek sistem sosial, politik, budaya, dan ekonomi pada zaman modern.

Glokalisasi dapat dijelaskan sebagai pencampuran antara elemen-elemen budaya atau pemikiran global dengan elemen-elemen budaya atau pemikiran lokal, yang tetap mempertahankan nilai-nilai kedaerahan sehingga membentuk identitas lokal budaya.

Menarik untuk dilihat ketika konsepsi keadilan gender secara global telah masuk pada arus utama dalam hal ragam cara berpikir masyarakat dan bahkan pada diratifikasinya beberapa regulasi yang disahkan di Indonesia.

Baca Juga  Gagasan 'Muslim Progresif’ Omid Safi: Antara Tasawuf dan Humanisme

Alhasil, ranah domestik pun telah diinfiltrasi nilai-nilai keadilan gender. Sehingga, norma-norma yang berlaku di masyarakat yang dulunya bersifat patriarki kini sedikit demi sedikit telah ditangkis dengan norma-norma baru yang bersifat egalitarianisme.

Glokalisasi gerakan keadilan gender memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam tentang konteks lokal di Indonesia. Setiap daerah memiliki budaya, tradisi, dan norma-norma yang unik, dan glokalisasi memungkinkan gerakan keadilan gender untuk mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam perancangan strategi dan program-programnya.

Seperti halnya di daerah-daerah yang masih dipengaruhi oleh tradisi patriarkis, pendekatan glokalisasi dapat membantu dalam mengidentifikasi cara-cara untuk meruntuhkan struktur-struktur yang menindas perempuan secara lebih efektif. Sehingga, nilai-nilai yang mulanya berada di dunia Barat tidak serta-merta diadopsi dan diaplikasikan di Indonesia tetapi melalui berbagai cek-cok dan perdebatan intelektual.

Glokalisasi memberdayakan komunitas lokal untuk berpartisipasi aktif dalam gerakan keadilan gender. Ketika upaya-upaya tersebut didesain dan dilaksanakan oleh individu-individu yang tinggal di wilayah tersebut, mereka akan memiliki tingkat keterlibatan yang lebih besar dan lebih berdaya untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan.

Itu juga memungkinkan adanya kreativitas dan inovasi dalam merancang solusi-solusi yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat setempat. Meskipun demikian, masih terdapat tantangan-tantangan yang perlu diatasi dalam mewujudkan glokalisasi gerakan keadilan gender di Indonesia.

Salah satu tantangan utamanya adalah resistensi terhadap perubahan, terutama dari pihak-pihak yang masih mempertahankan struktur-struktur yang menguntungkan mereka secara tidak adil. Selain itu, kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender juga belum merata di seluruh lapisan masyarakat, sehingga diperlukan upaya-upaya pendidikan dan sosialisasi yang lebih luas.

Maka dari itu, seperti yang dikatakan bell hooks dengan menitikberatkan para aktor-akor akar rumput untuk menyosialisasikan kesetaraan gender secara masif dan komprehensif dan kemudian akan terwujud perubahan sosial menuju masyarakat yang adil dan setara.

Baca Juga  Belajar Politik dari Sangkuni dan Khrisna

Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, penting untuk melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, LSM, akademisi, dan masyarakat sipil, dalam upaya glokalisasi gerakan keadilan gender.

Pemerintah perlu memberikan dukungan dan kebijakan-kebijakan yang mendukung kesetaraan gender, sementara LSM dan masyarakat sipil dapat berperan sebagai agen perubahan di tingkat lokal. Lebih jauh, akademisi dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika gender dalam konteks budaya dan sosial di Indonesia.

Alih-alih mengadopsi paham feminisme liberal dan radikal yang cenderung bergerak secara ekstrem dengan melakukan dekonstruksi budaya, justru dengan glokalisasi gerakan keadilan gender, Indonesia memiliki potensi besar untuk menciptakan perubahan yang signifikan dalam hal kesetaraan gender.

Dengan memahami dan menghargai keragaman budaya dan sosial di Indonesia, gerakan keadilan gender dapat menjadi lebih inklusif dan relevan bagi semua orang. Hal ini tidak hanya akan membawa manfaat bagi perempuan, tetapi juga bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam menciptakan sebuah masyarakat yang lebih adil dan harmonis. [AR]

Satrio Dwi Haryono Aktif di Komunitas Dianoia, Sukoharjo, dan Pengelola di Optimisme Media