Survei Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap jumlah penduduk tersebut penyandang disabilitas di Indonesia mencapai sekitar 22,5 juta orang pada tahun 2022. Jumlah tersebut telah meningkat dari tahun 2021 yang sebesar 16,5 juta. Penelitian yang sama menunjukkan bahwa hanya 7,6 juta dari 17 juta penyandang disabilitas usia produktif yang bekerja. Sedangan, secara khususu di wilayah Kota Yogyakarta, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta menyebutkan terdapat jumlah penyandang disabilitas di Kota Yogyakarta sebanyak 3.447 jiwa. Ini tentu patut menjadi perhatian kita bersama.
Menilik kembali peraturan dalam mewujudkan kehidupan yang inklusif bagi penyandang disabilitas di kota Yogyakarta, pemerintah daerah telah mengaturnya dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2019. Penyandang disabilitas mempunyai kedudukan hukum dan Hak Asasi Manusia yang sama, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari satu kesatuan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, prosedur yang mesti dilakukan oleh pemerintah dalam mengimplementasikannya adalah peningkatan aksebilitas fisik, fasilitas umum yang ramah disabilitas, serta perencanaan yang mampu memahami kebutuhan masyarakat dengan disabilitas. Langkah tersebut dapat diupayakan dalam ketersediaan infrastruktur yang ramah bagi disabilitas, seperti tempat ibadah, pusat perbelanjaan, tempat wisata, dan transportasi publik.
Selain upaya dalam perbaikan infrastruktur, pemerintah Yogyakarta juga melihat perkembangan terhadap isu disabilitas dalam kesadaran masyarakat. Adanya kampanye pendidikan dan sosialisasi dari komunitas lokal dan organisasi non-pemerintah sebagai suatu bentuk upaya peningkatan pemahaman tentang hal-hal yang dihadapi penyandang disabilitas. Hal ini sangat penting guna menghilangkan stigma sosial serta totalitasnya inklusi yang lebih baik di tengah masyarakat agar menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi setiap individu
Pemerintah kota diharapkan agar lebih tegas terkait penegakan aturan dan hukum guna mencapai standar dalam mewujudkan pendekatan inklusi dalam perencanaan proyek infrastruktur yang ramah bagi difabel. Di antaranya memastikan keterlibatan ahli dalam proses perencanaan agar mampu memahami dan mengatasi kebutuhan masyarakat dengan disabilitas.
Dengan demikian kita dapat memastikan fasilitas umum yang tidak memihak dan dapat diakses oleh semua kalangan. Dengan adanya upaya yang berkelanjutan, setiap orang memiliki akses penuh terhadap fasilitas umum. Dengan adanya upaya yang berkelanjutan dari pemerintah dan dukungan serta kerjasama dari semua pihak, Jogja dapat menjadi contoh sebagai kota dengan implementasi lingkungan yang inklusi bagi masyarakat disabilitas.
Sudahkah Kampus Menjadi Tempat yang Ramah bagi Penyandang Disabilitas?
Kota pelajar sebutan yang telah lama melekat untuk Yogyakarta, karena di kota ini banyak kampus yang menjadi primadona para mahasiswa dari Sabang sampai Merauke. Namun secara historis bahwa mengapa julukan itu melekat, pada pasca-kemerdekaan Yogyakarta telah dipandang sebagai pusat perjuangan, pusat pendidikan, hingga pusat kebudayaan. Seperti UGM, UII yang dulunya Sekolah Tinggi Islam, ISI, hingga UIN.
Namun seiring perkembangan zaman, apakah Yogyakarta sebagai Kota Pelajar atau Pendidikan ramah bagi Penyandang Disabilitas dan secara khusus bagi mereka yang berkeinginan melanjutkan studi ?
Dalam beberapa observasi yang dilakukan, dalam jenjang pendidikan perguruan tinggi di Yogyakarta, dapat dikatakan sudah ramah bagi penyandang disabilitas. Salah satunya sudah banyak yang merombak kembali bangunan serta memberikan akses jalan kaki dengan batu alam disabilitas. Akses tersebut juga termasuk dalam fasilitas umum yang ada di lingkungan perguruan tinggi, seperti tempat ibadah, kamar mandi, ruang kuliah dan lainnya
Hal ini sangat membantu bagi para penyandang netra. Tidak hanya itu saja, akan tetapi juga sudah terdapat unit-unit kampus yang melayani penyandang disabilitas. Seperti di UIN Sunan Kalijaga yang terdapat Pusat Layanan Difabel. Di UGM ada UKM Peduli Difabel UKM Peduli difabel atau SAUDC (Student Activity Unif of Diffable Care) yaitu suatu organisasi kemahasiswaan Universitas Gadjah Mada yang berfokus pada isu disabilitas. Organisasi ini beranggotakan beberapa mahasiswa difabel dan non-difabel aktif UGM sebagai relawan.
Ada hal terpenting lain yang juga patut menjadi perhatian selain dalam bentuk infrastuktur yakni bagaimana dengan sistem pendidikannya, yakni terkait tenaga pengajarnya? Apakah sudah ramah. Semoga hal ini semua juga sudah masuk pada tingkat ramah terhadap penyandang disabilitas. Tentunya tidak hanya untuk wilayah Yogyakarta saja, namun di wilayah dan daerah lagi di Indonesia.