Yoyok Amirudin Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Islam Malang dan Pengurus Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Jawa Timur

Temuilah Tuhan di dalam Rumahmu

2 min read

Keimanan umat Islam sedang teruji pada Ramadan 1441 H. Bagaimana tidak, setiap bulan Ramadan umat Muslim berlomba-lomba meningkatkan ibadah dan berjemaah di masjid. Di tengah pandemi Covid-19 kini harus berpikir ulang untuk berlomba. Coba dipikirkan, ketika sahur tiba warga Kediri ramai melean (tidak tidur malamnya) untuk keliling sahur pukul 01.00-03.00 pagi. Pick up yang biasa untuk mengangkut padi berubah menjadi full music. Baknya di isi dengan sound system mirip karnaval. Satu sama lain saling sautan, belum lagi traktor dijadikan untuk ngangkut gerobak sound system. Musiknya mulai dari dangdut koplo, campursari, dan selawat. Pemandangan ini menarik pengguna jalan pada dini hari. Dan pada hari esoknya berlomba untuk tidur. Bukankah tidur juga bagian dari ibadah nawmu shāim ‘ibadah (tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah). Namun, kejadian seperti itu sekarang tidak terjadi karena corona menghantui siapapun yang bernafas di dunia ini.

Di sisi lain, masyarakat berlomba-lomba untuk melaksanakan qiyamul lail salat tarawih. Saking semangatnya lima hari pertama Ramadan jemaahnya membludak sampai jalan. Hari ke-10 jemaahnya semakin maju (safnya berkurang). Hal yang demikian ini bentuk fastabiqul khairāt (berlomba-lomba dalam kebaikan) di bulan Ramadan. Siapa yang kuat imannya tidak tergoda dengan kenikmatan berbuka dan kemalasan maka dia bisa penuh ikut salat tarawih. Dengan adanya wabah Covid-19, manusia diuji untuk beribadah di rumah. Tidak ditemukan lagi umat berdesakan di dalam masjid untuk melaksanakan salat tarawih.

Alhasil, tarawih dilaksanakan di rumah masing-masing. Antar-tetangga tidak tahu, apakah tetangga salat tarawih atau masih menikmati sajian buka. Setiap kepala keluarga pun mendadak jadi imam bagi keluarganya. Yang mengetahui ibadah tarawih ini hanya Allah dan hambanya yang tahu. Persis ketika pada masa Nabi Muhammad SAW. Karena pada masa Khalifah Umar lah salat tarawih berjemaah dilakukan. Inilah yang menjadi dasar agamawan, sekelas Khalifah Umar pun melakukan bid’ah hasanah (bidah yang bagus). Maka, tidak aneh jika ditemukan tradisi dan kebiasan yang pada zaman nabi dulu tidak ada.

Baca Juga  Cara Bermaafan Di Hari Raya Idul Fitri yang Benar

Beribadah di rumah saat Ramadan membutuhkan niat dan semangat tinggi. Jika seseorang berkumpul untuk demonstrasi di jalan dalam jumlah banyak, maka itu menjadi semangat dan motivasi ikut sampai selesai. Sama halnya ibadah tarawih dan lainnya yang berkumpul orang banyak menjadi magnet tersendiri. Berarti tipe orang tersebut extrofert (adanya perubahan dalam dirinya jika ada dorongan dari luar). Hal ini berbeda halnya jika dilakukan sendiri, di rumah. Ada yang menganggap ibadah itu terasa berat, malas, dan lebih menyibukkan diri dengan handphonenya.

Agar itu tidak terjadi, ibadah dalam Ramadan tetap berjalan dengan semestinya. Hal yang diperlukan adalah niat dan keistikamahan. Apa lantas anda merasa tidak kuat ibadah sendiri di rumah sehingga mundur dari peperangan ibadah Ramadan seperti mundurnya staf khusus presiden Belva Devara dan Andi Taufan. Atau anda akan bertarung habis-habisan hingga babak usai sampai idhul fitri tiba seperti petinju Manny Pacquiao seperti Filipina sampai selesai babak akhir.

Yang tahui isi niat seseorang, ya orang itu sendiri. Dalam beribadah di rumah ini, tidak ada lagi niatan mengharapkan pujian orang lain. Yang ada hanya mengharap rida Allah. Ada hadis yang menjelaskan ketika di meninggal masuk neraka, karena ada orang jihad berperang bukan karena Allah, tapi karenan ingin dipuji sahabatnya. Ada juga penghafal Alquran bukan di surge, tapi dineraka. Malaikat heran akan hal ini, kemudian bertanya kepada Allah “kenapa si fulan yang hafiz Alquran tidak masuk surga?”. “Karena hafalannya bukan tujuan untuk-Ku, tapi untuk dipuji seseorang (sum’ah)” Jawab Allah. Begitu juga ada orang bersedekah, masuk neraka. Karena niatnya ingin dipuji orang dan jadi omongan orang lain Allah memasukkan ke dalam Neraka. (HR. Muslim).

Baca Juga  Meneladani Empat Nilai Kehidupan Sufistik Dari Semar

Ramadan bulan yang sudah dipilih Allah dari 12 bulan, ini menunjukkan ada keunggulan di dalamnya. Mulai dari bulan rahmah, bulan maghrifah, dan bulan melatih kesabaran. Semua orang berkesempatan untuk beribadah pagi sampai malam. Tidak ada yang mengganggu beribadah di bulan ini kecuali kemalasan. Ada orang ataupun tidak, ingatlah Allah mengawasi kita selama 24 jam yang tidak terbatas memorinya, yang tidak pernah berhenti CCTV-nya melalui malaikat Raqib dan Atid. Selamat bertemu Tuhan! [MZ]

Yoyok Amirudin Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Islam Malang dan Pengurus Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Jawa Timur

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *