
Belakangan ini viral di media sosial perselisihan tetangga yang menyebabkan pro dan kontra di masyarakat. Berdasarkan informasi yang ramai di media sosial konflik tersebut terjadi antara mantan dosen UIN Malang yaitu Muhammad Imam Muslimin yang akrab disapa Yai Mim dengan tetangganya Sahara yang merupakan seorang pemilik rental mobil. Sampai saat ini kedua belah pihak masih saling lapor kepada polisi dengan dalih masing-masing.
Penulis tidak akan panjang lebar menjelaskan perseteruan dua tetangga ini, karena berita ini sudah ramai sehingga pembaca dapat membacanya langsung di media sosial dan berita-berita lainnya. Fokus penulis di sini adalah terkait bagaimana seharusnya hidup saling bertetangga agar tetap aman, nyaman dan tidak saling menyinggung satu sama lain.
Sebagai makhluk sosial sepertinya tidak dapat dinafikan lagi bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri. Sehingga dalam hal ini sudah dipastikan bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain. Terlebih lagi dalam hidup bermasyarakat kita akan dihadapkan dengan aturan sosial yang harus kita patuhi. Sebab aturan tersebut bersangkutan dengan etika sosial kita sebagai manusia.
Perseteruan antar tetangga bukanlah kasus yang cukup baru. Artinya kasus Yai Mim dan Sahara adalah kasus yang kesekian kali terjadi, seperti di Ponorogo, Tulungagung, Probolinggo, Tangerang, Kudus, dan Karang Anyar. Konflik tersebut pun penyebabnya beragam, ada yang perebutan tanah, akses rumah ditutup dan lain-lain.
Etika Bertetangga Dalam Islam
Pada dasarnya Islam telah mengatur setiap perbuatan manusia yang baik dan benar, yang harus dilakukan dan ditinggalkan pun termasuk dalam bertetangga dalam hal etika berkomunikasi dan interaksi. Secara umum telah dijelaskan dalam Qs. an-Nisa ayat 36
وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًا
Artinya; Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan jauh, teman sejawat, ibnusabil, serta hamba sahaya yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri.
Dalam Tafsir Al Misbah Quraish Shihab menjelaskan bahwa tetangga adalah penghuni yang tinggal di sekeliling rumah dari rumah pertama hingga rumah ke empat puluh. Tetapi ada juga yang tidak memberi batas tertentu baik yang dikenal ataupun yang tidak dikenal. Meskipun begitu, Seluruhnya adalah tetangga yang wajib mendapatkan perlakuan baik. Saling bantu, turut bergembira dengan kegembiraannya dan menyampaikan belasungkawa karena kesedihannya.
Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsir al Munir menjelaskan bahwa cara berbuat baik kepada tetangga diantaranya adalah dengan membantu keperluannya, bergaul dengan baik, tidak melakukan hal-hal yang dapat menyakiti mereka, memberikan hadiah kepada mereka, dan menjenguk mereka ketika sakit. Rasulullah bersabda yang artinya
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka dia haruslah memuliakan tetangganya”, (HR. Bukhari dan Muslim)
Relasi Kesalingan antar Tetangga
Berdasarkan hadis dan ayat di atas dari sini dapat dipahami bahwa tetangga masuk kedalam kategori kerabat dekat meskipun tidak terdapat hubungan keluarga. Sehingga kita dalam pandangan Islam tetangga memilki kedudukan yang penting. Bahkan kewajiban berbuat baik kepada tetangga tidak hanya ditujukan kepada sesama muslim saja, tetapi juga kepada umat muslim.
Perlu diketahui juga bahwa dalam bertetangga interaksi baik tidak hanya berjalan satu arah tetapi dua arah. Artinya harus menimbulkan sikap kesalingan antara tetangga. Contohnya ketika tetangga berbuat baik kepada kita, maka kita juga harus membalas kebaikan tetangga tersebut, bahkan kalau bisa berbuat baiklah secara Ihsan yaitu membalas yang lebih baik dari apa yang diberikan kepada kita.
Namun, perlu dicatat bahwa sikap kesalingan ini hanya dilakukan dalam konteks kebaikan saja. lantas bagaimana jika tetangga yang berbuat tidak baik kepada tetangganya, maka yang perlu dilakukan adalah berkomunikasi dan musyawarah untuk menyeselaikan permasalahan yang terjadi dengan sopan. Bahkan jika perlu dapat memanggil ketua RT sebagai penengah dan saksi.
Pada akhirnya dalam bertetangga memang membutuhkan sikap kesalingan dalam berbagai hal, tolong menolong, menghargai dan lain-lain. Menjaga keharmonisan dalam bertetangga juga dapat menimbulkan kemaslahatan dan keberkahan dalam ruang sosial. Di sisi lain sikap seseorang kepada tetangga juga menunjukkan kualitas keimanannya kepada Tuhannya. Mari bertetangga dengan baik, tanpa saling hujat dan menyakiti. Wallahua’lam
Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta