Pemilu merupakan salah satu ekspresi demokrasi yang menjadi pilar bagi suatu negara untuk membangun struktur pemerintahannya. Meskipun sifat pemilu menyiratkan adanya benturan ide dan kepentingan, keindahan proses demokrasi yang sejati terletak pada kemampuannya untuk mengatasi perbedaan-perbedaan ini secara damai.
Konsep pemilu yang damai bukan hanya tentang tidak adanya kekerasan, melainkan juga membawa nilai-nilai yang lebih krusial seperti toleransi, inklusivitas atau keterbukaan, dan menghormati perbedaan pendapat.
Dalam negara demokrasi, pemilu merupakan benang merah yang menyatukan aspirasi suatu bangsa. Namun, proses pemilihan pemimpin kadang-kadang berpotensi merusak hubungan sosial yang ada, sehingga menimbulkan ketegangan dan permusuhan antarindividu.
Dengan kata lain, pemilu adalah saat-saat kritis yang sering kali gampang membangkitkan emosi yang kuat dan perdebatan yang sengit. Namun, untuk menjamin vitalitas masyarakat demokratis dan integritas proses pemilu, menumbuhkan toleransi politik adalah hal yang sangat utama untuk diterapkan.
Pilihan politik berakar kuat pada pengalaman, nilai, dan latar belakang individu. Dengan kata lain, setiap orang memiliki pengalaman, perspektif, dan prioritas unik yang membentuk keyakinan politiknya. Untuk membangun toleransi, penting untuk mengenali dan memahami beragam perspektif semacam ini yang memengaruhi keputusan individu. Menghargai kekayaan keberagaman adalah langkah pertama untuk menerima kecenderungan dan preferensi politik masing-masing.
Dengan mengakui bahwa setiap individu mempunyai wawasan dan latar belakang yang unik dalam setiap pilihannya, toleransi terhadap perbedaan dan keragaman preferensi politik mesti diletakkan sebagai landasan untuk memupuk empati dan saling menghormati sebagai sesama saudara dalam kemanusiaan.
Lebih lanjut, dialog yang konstruktif dan terbuka merupakan alat yang sehat untuk membangun toleransi di musim politik. Terlibat dalam percakapan yang memungkinkan pertukaran ide, tanpa menghakimi atau mencaci, akan menciptakan lingkungan di mana beragam pendapat dapat hidup berdampingan.
Kebanyakan orang kesulitan melakukan hal tersebut lantaran mereka acap kali bertingkah sebagai ‘mulut’ dan tak mau menjadi ‘telinga’. Sebab, mendengarkan sudut pandang orang lain yang berbeda dengan sudut pandang diri sendiri akan meningkatkan pemahaman dan dapat membantu mengidentifikasi kesamaan. Pendekatan ini berkontribusi merawat dialog politik yang lebih inklusif dan mencegah terjadinya perpecahan.
Meskipun pilihan politik mungkin berbeda, nyaris semua individu sering kali memiliki nilai dan aspirasi yang sama, yaitu demi kemajuan bangsa serta kesejahteraan tanah air. Malangnya, hal ini yang sering dilupakan oleh khalayak pada umumnya.
Maka dari itu, berfokus pada kesamaan nilai dan aspirasi semacam itu dapat memberikan landasan bagi persatuan di tengah keberagaman.
Baik itu komitmen terhadap keadilan, kemakmuran ekonomi, atau keamanan nasional, fokus pada kesamaan dapat menjembatani kesenjangan dan menyoroti keterkaitan berbagai preferensi politik yang berbeda-beda. Mengakui nilai dan aspirasi bersama dapat membantu setiap individu menghargai rasa kemanusiaan yang mendasari perbedaan politik.
Tak kurang dari itu, mendidik masyarakat tentang pentingnya pemilu, proses pemilu, dan peran warga negara menjadi sangat urgen untuk menumbuhkan budaya pemilu yang damai.
Dalam hal ini, pemerintah, organisasi masyarakat, dan media massa harus berkolaborasi untuk mengembangkan program pendidikan kewarganegaraan yang komprehensif. Inisiatif-inisiatif ini mencakup informasi tentang prosedur pemungutan suara, pentingnya setiap pemungutan suara, dan dampak keterlibatan masyarakat terhadap lanskap demokrasi secara keseluruhan.
Para pemilih yang terinformasi sangat penting bagi keberhasilan demokrasi. Untuk bersikap toleran terhadap pilihan politik yang berbeda, setiap individu mesti mendapat informasi tentang kandidat, kebijakan mereka, dan permasalahan yang ada. Sehingga, dalam konteks ini pendidikan memberdayakan pemilih untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan, bukan prasangka, bias pribadi, atau semisalnya.
Ketika setiap individu dapat mengantongi informasi yang baik dan akurat, mereka dapat berkontribusi pada diskusi yang lebih substantif, sehingga menciptakan lingkungan di mana toleransi dapat tumbuh subur.
Di era informasi, media massa dan media sosial memainkan peran penting dalam hal membentuk opini publik. Oleh sebab itu, masyarakat harus memiliki bekal keterampilan literasi media untuk mengevaluasi sumber informasi secara kritis, mengidentifikasi bias, serta membedakan antara fakta dan opini.
Literasi media memberdayakan individu untuk membuat keputusan yang tepat serta mengurangi kemungkinan terpengaruh oleh informasi yang salah sehingga berkonsekuensi baik, yakni pemilih yang lebih berpengetahuan dan rasional. Akibatnya, warga negara tetap dapat menjalani musim pemilu dengan damai tanpa harus melibatkan emosi yang bertalu-talu yang dapat menyebabkan perpecahan.
Setelah pendidikan politik dan literasi media, pada akhirnya menghargai otonomi setiap individu untuk membuat pilihan politiknya sendiri merupakan hal mendasar dalam masyarakat yang toleran. Menghormati perbedaan-perbedaan ini memperkuat prinsip demokrasi bahwa setiap warga negara berhak atas pendapat dan pilihannya sendiri.
Dalam rangka mewujudkan pemilu yang damai, menghidupkan toleransi politik sangatlah diperlukan. Memahami beragam perspektif, terlibat dalam percakapan yang konstruktif, menekankan nilai-nilai bersama, mengedukasi diri sendiri, dan menghormati otonomi individu secara bersamaan melahirkan proses pemilu yang lebih toleran dan harmonis.
Dengan menerapkan poin-poin di atas, setiap individu dapat berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi, menciptakan lingkungan di mana beragam pilihan politik tidak hanya diterima, melainkan juga dirayakan bersama dengan damai.
Pada akhirnya, tak sulit bagi kita semua untuk membuka jalan menuju masyarakat demokratis yang lebih damai, inklusif, dan berperikemanusiaan. Pemilu damai akan semakin mengeratkan relasi sosial kita karena dapat memupuk rasa persatuan di antara berbagai pendapat dan kelompok dalam suatu masyarakat.
Ketika pemilu dilaksanakan dalam suasana saling menghormati dan saling memahami, masyarakat akan lebih cenderung memandang lawan politik sebagai mitra, bukan sebagai musuh, dalam perjalanan demokrasi bersama. [AA]