Dr. KH. Abdul Ghafur Maimoen S3 Universitas al-Azhar Mesir; Ketua STAI al-Anwar Sarang Rembang

Cinta yang Terkadang Membutakan

1 min read

Pada zaman dahulu kala belum ada manusia dan juga makhluk hidup lainnya di muka bumi. Seluruh alam raya hanya terdiri dari karakter-karakter mulia dan karakter-karakter rendah. Suatu hari karakter-karakter ini dihinggapi rasa bosan. Setelah musyawarah mereka menyepakati sebuah permainan untuk menyingkirkan kebosanan. Mereka menyebutnya permainan petak-umpet.

Semua menyenangi ide tersebut. Karakter gila bersuara lantang:

“Saya yang memulai permainan! Saya ingin yang pertama. Saya akan segera memejamkan mata dan mulai menghitung. Kalian semua mulailah bersembunyi!”

Karakter-karakter lain berlarian menyebar. Karakter gila menghadap ke sebuah pohon dan melakukan penghitungan, sementara karakter-karakter lain mulai bersembunyi.

Karakter khianat bersembunyi di gundukan sampah, sementara karakter kelembutan mengambil tempat di atas rembulan. Karakter ‘kelangenan’ pergi jauh dan menyembunyikan diri di antara awan, sementara karakter rindu mengungsikan diri dalam perut bumi.

Karakter bohong—seperti kebiasaannya—menyatakan akan bersembunyi di bawah batu akan tetapi dia sendiri berjalan untuk bersembunyi di dalam perairan.

Sementara karakter-karakter lain terus bersembunyi, karakter gila menghitung angka-angka: delapan puluh lima .. delapan puluh enam .. Di tengan penghitungan ini, semua karakter telah bersembunyi kecuali karakter cinta.

Itu bukan sesuatu yang aneh. Karakter cinta—sebagaimana kebiasaannya—tak pernah mampu mengambil keputusan. Sebagaimana banyak diketahui, ia tak kuasa menyembunyikan diri. Kita semua tahu betapa sulitnya cinta bersembunyi atau sekadar menyamarkan diri.

Karakter gila telah sampai pada ujung penghitungannya. Saat itulah karakter cinta tiba-tiba mengambil keputusan melompat ke semak-semak bunga mawar yang ia temui di depannya.

Karakter gila berteriak:

“Sembilan puluh sembilan .. seratus .. Saya pasti akan mendatangi kalian! Pasti akan mendatangi kalian!”

Seperti dugaan semual, karakter malas adalah orang pertama yang kalah. Ia bahkan tak berusaha sama sekali untuk menyembunyikan diri. Sementara itu, karakter bohong kehabisan nafas dan menyerah diri keluar dari perairan.

Baca Juga  Thoha Hamim: Profesor Sederhana yang Tidak Sederhana

Kelembutan terlihat di atas rembulan, dan gila tak perlu kerepotan menemukan karakter rindu. Karakter gila beruntung sekali dalam permainan ini, semua karakter berhasil ia temukan tanpa kesulitan kecuali karakter cinta. Ia telah melanglang ke seluruh pelosok alam raya dan jatuh dalam keputusasaan.

Ia mencari, mencari, dan terus mencari, akan tetapi semua tanpa arti. Hingga datanglah karakter dengki dan menggoreskan torehannya. Kata dia kepada karakter gila:

“Karakter cinta bersembunyi di semak bunga mawar ..”

Karakter gila lari menuju ke karakter cinta. Ia menjumput kayu berduri sebesar tombak. Ia menggunakannya untuk menusuk-nusuk karakter cinta dengan sembarangan dan sekenanya untuk memaksanya keluar.

Karakter gila terus-menerus menusuknya hingga ia mendengar suara tangisan cinta. Ia telah mengenai matanya dan melukainya. Karakter gila menyesal sekali atas perbuatannya ini dan menjerit:

“Wahai Tuhanku, apa yang telah aku lakukan ini?! Apa yang harus aku lakukan? Saya telah menyebabkan cinta tertimpa kebutaan!”

Karakter cinta menjawabnya dengan suara pelan:

“Penglihatanku tak mungkin kembali selamanya. Akan tetapi, masih ada yang bisa engkau lakukan. Jadilah dirimu sebagai petunjukku!”

Inilah apa yang terjadi sejak itu: Cinta menjalani langkah-langkahnya dengan kebutaan, dan karakter gila yang menuntunnya. [MZ]

Dr. KH. Abdul Ghafur Maimoen S3 Universitas al-Azhar Mesir; Ketua STAI al-Anwar Sarang Rembang