Biasanya, di bulan Ramadan, orang akan sering melakukan kegiatan publik semisal buka bersama, sahur on the road, tarawih berjemaah, hingga tradisi mudik ke kampung halaman. Kali ini, semua kebiasaan itu harus dibatasi, karena pemerintah menerapkan physical-distancing untuk memutus mata rantai penularan virus corona. Physical-distancing memaksa masyarakat mengubah kegiatan sosial di luar rumah menjadi kegiatan di (atau dari) rumah.
Berkembangnya virus corona dan munculnya berbagai kebijakan pemerintah yang membatasi kegiatan publik membuat banyak orang berada dalam kebingungan: bingung tidak tahu apa yang harus dilakukan selama berada di rumah, bingung memikirkan nasib ekonomi dan pekerjaan, bingung menghadapi kerumunan. Kebingungan seperti ini bisa membuat sikap saling menjaga jarak dan saling curiga. Pada saat seperti ini, seseorang sejatinya bisa belajar dan mengambil hikmah dari apa yang disebut Suluk Linglung Sunan Kalijaga, yakni melakukan introspeksi dan mendekatkan diri kepada Allah, dengan hati yang tenang dan yakin.
Introspeksi sebagai upaya meningkatkan kualitas spiritual merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada yang Mahakuasa. Ajakan Sunan Kalijaga untuk melakukan suluk di tengah ke-linglung-an manusia selaras dengan himbauan physical distancing yang ditetapkan pemerintah. Suluk linglung menemukan pijakannya pada bulan Ramadan ini, yaitu dengan cara mendorong manusia meningkatkan ketakwaan melalui ibadah di rumah. Suluk linglung lahir ketika Sunan Kalijaga berada dalam kondisi linglung dan tidak tahu pasti kapan perintah sang guru untuk menjaga tongkatnya berakhir. Kesabaran dan introspeksi untuk mendekatkan diri pada sang Ilahi-lah yang menjadi solusi.
Kondisi linglung Sunan Kalijaga saat itu sama persis dengan kelinglungan manusia saat ini, yang berada pada kondisi ketidakpastian berakhirnya virus Covid-19. Kesabaran Sunan Kalijaga menjalankan perintah gurunya perlu diikuti oleh masyarakat di tengah pandemi Covid-19 ini, agar senantiasa sabar mengikuti semua himbauaan dan kebijakan pemerintah. Pada tahap ini, suluk sebagai perjalanan spiritual untuk membentuk kualitas keimanan dan ketakwaan menjadi solusi.
Setidaknya ada tiga bentuk perenungan dalam Suluk Linglung Sunan Kalijaga yang bisa dijadikan dasar perenungan seseorang selama menjalani #stayathome.
Pertama, di tengah pandemi Covid-19, seseorang perlu menenung dan introspeksi diri bahwa manusia hidup semata karena kuasa Allah, Gusti kang murbeng dumadi. Perenungan seperti ini penting, karena masih banyak manusia yang merasa hidupnya bergantung kepada makhluk Allah yang lain. Beribadah di rumah adalah bentuk ikhtiar manusia, namun mereka harus yakin bahwa Allah-lah yang mengatur hidup.
Kedua, manusia harus berpegang teguh pada kesatuan rasa, tepa selira. Artinya, jika seseorang merasakan sakit waktu dicubit, maka hendaklah ia tidak mencubit orang lain. Jika sesseorang merasa sedih dirasani orang, maka jangan ngerasani. Perenungan semacam ini penting untuk membentuk pribadi yang lebih baik, karena dengan sengaja atau tidak terkadang seseorang telah menyakiti orang lain dengan ucapan atau perbuatan. Melalui perenungan ini, kita bisa introspeksi bahwa virus Covid-19 adalah akibat dari keburukan yang kita lakukan.
Ketiga, manusia perlu menyadari untuk tidak suka memaksakan kehendak, ojo seneng mokso. Jika kita memaksakan kehendak pribadi kepada orang lain, maka sebenarnya kita membenarkan bahwa orang lain juga memiliki hak yang sama untuk melakukan pemaksaan kehendak. Salah satu keburukan manusia era milenial adalah selalu merasa benar dan orang lain selalu salah.
Melalui pembacaan terhadap suluk linglung-nya Sunan Kalijaga, saya yakin kita akan mampu mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara melakukan ibadah di rumah, melakukan perenungan, membentuk pribadi bertakwa yang sehat rohani dan jasmani. Sambil berdoa semoga bangsa Indonesia segera terbebas dari Covid-19. [AS, MZ]