Saban pagi, bertempat di Musholla Timur di Pondok Pesantren Nurul Jadid, biasa diadakan pengajian tasawuf. Saat ini kitab yang dikaji adalah kitab Mau’izhotul Mukminin karya Syekh al-allamah al-Marhum Muhammad Jamaluddin al-Qosimi ad-Dimasyqi.
Pengajian ini biasa diampu oleh guru kami KH. Moh. Zuhri Zaini. Dan bila beliau ada udzur, biasanya akan digantikan oleh putra beliau, yakni Gus Imdad Robbani. Tadi pagi, pengajian menjelaskan terkait keutamaan belajar dan amalan wiridan.
Dalam kehidupan sehari-hari, barang kali kita pernah menemui orang-orang yang sangat suka beribadah. Di masjid ndak turun-turun. I’tikaf. Sibuk membaca al-qur’an, berdzikir dan sibuk mengerjakan ibadah-ibadah mahdah lainnya.
Akan tetapi, posisi atau keadaan orang tersebut adalah bukan orang yang tidak memiliki tanggungan kewajiban apa-apa. Semisal santri yang punya tanggungan belajar, atau bapak yang memiliki tanggungan menafkahi istri dan anak-anaknya.
Dalam hal ini, Syekh Jamaluddin menulis dengan redaksi demikian:
اعلم أن الأوراد والأذكار المروية والوظائف الليلية والنهارية إنما تستحب للمتجرد للعبادة الذي لا شغل له غيرها أصلا بحيث لو ترك العبادة لجلس بطالا
Artinya: “Ketahuilah, bahwasanya wirid-wirid, dzikir-dzikir yang diriwayatkan (dari al-qur’an & hadits), tugas-tugas siang dan malam itu disunahkan bagi orang menyendiri beribadah yang tidak ada kesibukan sama sekali pada pekerjaan lain”.
Jadi jelas, bahwa menyibukkan diri dengan banyak ibadah itu sangat baik. Baik sekali. Tapi itu bagi siapa? Bukan semua orang. Tapi bagi mereka yang tidak punya kesibukan apa-apa.
Alasannya kenapa?
Orang berilmu tidak hanya memberikan manfaat pada dirinya sendiri, tapi juga orang lain dengan cara berfatwa, mengajar serta mengarang. Sedangkan untuk melaksanakan ibadah, dzikir misalnya, perlu adanya ilmu.
Dalam kitab Zubad karya Ibnu Ruslan diterangkan :
وكل من بغير علم يعمل # عمله مردودة لا تقبل
Artinya : “Setiap orang yang tidak beramal tanpa ilmu, amalnya ditolak tidak diterima”.
Dawuh Gus Imdad, “Dzikir itu tidak bisa menggantikan belajar. Sedangkan belajar itu dapat menggantikan (kedudukan) wiridan.”
“Kegiatan paling utama dan wajib setelah sholat wajib (lima waktu) adalah belajar.”
Dengan ilmu, kita dapat menetapi untuk mengingat Allah (dzikir), merenungi firman-firman Allah, sabda nabi Muhammad Saw, menerangi dan memberi petunjuk manusia kepada jalan Akhirat.
Dan menjadi titik intinya, Syekh Jamaluddin menekankan begini:
ورب مسألة واحدة يتعلمها المتعلم فيصلح بها عبادة عمره ولو لم يتعلمها لكان سعيه ضائعا
Artinya : “Betapa banyak satu masalah yang dipelajari oleh santri (pelajar) maka sebab mempelajari masalah itu, menjadi baik ibadah seumur hidupnya. Andaikan ia tidak mempelajarinya, niscaya amal (ibadahnya) sia-sia”.
Tak heran, di pesantren ada tradisi bahtsul masail. Menyelesaikan problematika sehari-hari, harus membuka banyak kitab, bertukar pikiran dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Tapi, jangan anggap sepele. Di toko buku sebesar gramedia, bahkan sudah beredar buku-buku yang menjelaskan ibadah orang yang sudah berpuluh-puluh tahun tidak diterima gara-gara tidak tahu ilmunya.
“sebelum belajar kitab-kitab tasawuf, al-hikam misalnya, harus paham fiqih terlebih dahulu. Ilmu fiqih itu sangat penting.” Dawuh gus Imdad.
Tak heran, bila Syekh Jamaluddin memberikan solusi seperti ini:
وأما العامي والمتعلم فحضوره مجالس العلم والوعظ أفضل من اشتغاله بالأوراد ، وكذلك المحترف الذي يحتاج إلى الكسب لعياله فليس له أن يضيع العيال ويستغرق الأوقات في العبادات بل ورده في وقت الصناعة حضور السوق والاشتغال بالكسب ، ولكن ينبغي أن لا ينسى ذكر الله تعالى في صناعته .
Artinya: “Adapun orang awam dan pelajar, maka hadirnya mereka ke majelis ilmu dan nasehat itu lebih utama dari pada menyibukkan diri dengan wirid-wirid. Begitu pula bagi orang tidak memiliki kesibukan yang membutuhkan pada pekerjaan, untuk keluarganya, maka baginya tidak boleh menyia-nyiakan keluarganya dan menghabiskan waktunya dalam ibadah”.
Akan tetapi, wiridnya orang seperti itu ketika bekerja adalah dengan hadir ke pasar menyibukkan diri dengan pekerjaan.
Dengan catatan seperti diatas : “hendaknya ia juga tidak lupa akan berdzikir kepada Allah ketika bekerja.”
Kesimpulannya, belajar lebih utama daripada wiridan. Karena ia memiliki tanggungan kewajiban lebih yang harus dilakukan daripada wiridan. (MMSM)