Armansyah Alumnus Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Mesir

Kisah Empat Orang Muhammad yang Kelaparan, Kemudian Menjadi Ulama Besar

2 min read

Imam al-Hafizh Abu Bakar Ahmad ibn Ali al-Khatib al-Baghdadi (w. 463 H.) meriwayatkan sebuah kisah dengan sanad yang berasal dari Abu al-Abbas al-Bari (salah seorang keturunan Abu Bakar as Shiddiq ra.), ia berkata

Syahdan di suatu masa di abad ke-3 Hijriyah, ada 4 anak muda penuntut ilmu belajar di kota Kairo. Mereka datang dari negeri yang jauh di Asia Tengah. Uniknya, keempat orang ini bernama Muhammad; hanya nama ayah mereka saja yang berbeda.

Karena serba kekurangan biaya, mereka tinggal bersama menyewa sebuah rumah di sudut kota.

Suatu hari hari, mereka kehabisan bekal dan uang, sehingga tidak ada makanan sama sekali yang bisa mereka jadikan pengganjal lapar di hari itu. Kondisi ini terus berlanjut hingga beberapa hari, hingga di suatu malam mereka benar-benar ditimpa kelaparan yang hebat.

Akhirnya, keempat pencari ilmu itu bermufakat. Setelah berembuk, mereka sepakat mengutus salah seorang di antara mereka untuk keluar mencari makanan. Caranya, mereka melakukan undian, siapa yang keluar namanya, dialah yang pergi. Setelah undian dicabut, keluarlah nama Muhammad Ibn Khuzaimah.

Dengan berat hati, Muhammad Ibn Khuzaimah pun bersiap-siap pergi mencari makanan. Tapi sebelum pergi, ia berkata kepada ketiga sahabatnya:

“Tunggulah sebentar, biarlah aku sholat dulu 2 rakaat”.

Ketiga sahabat itu kemudian menyalakan lilin menunggu Ibn Khuzaimah selesai salat.

Belum selesai Ibn Khuzaimah salat, tiba-tiba terdengar ketika pintu. Setelah dibuka, ternyata seorang kasim (orang kebiri) tengah menunggang keledai berdiri di luar pintu. Orang kasim itu adalah utusan gubernur Mesir.

Setelah mengucapkan salam, si kasim itu bertanya:

“Siapa di antara kalian yang bernama Muhammad ibn Nashr?”

“Itu orangnya!” Jawab rekan-rekannya sambil menunjuk salah seorang sahabat mereka.

Baca Juga  Dari Nahwu Konseptual ke Nahwu Praksis: Catatan Bedah Buku Epistemologi Nahwu Modern

Setelah tahu, orang kasim itu menyerahkan kantung kain berisi uang 50 dinar emas kepadanya.

Setelah itu, orang kasim itu kembali bertanya, “Siapa di antara kalian yang bernama Muhamamd ibn Jarir?”

“Itu orangnya!” Jawab rekan-rekannya sambil menunjuk.

Sang kasim itu pun menyerahkan kantung kain berisi uang 50 dinar kepadanya.

Setelah itu, sang kasim itu kembali bertanya, “Siapa di antara kalian yang bernama Muhammad bin Harun?”

“Itu orangnya” Jawab rekan-rekannya.

sang kasim itu pun menyerahkan kantung kain yang juga berisi uang 50 dinar kepadanya.

Sang kasim itu kembali bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang bernama Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah?”.

“Itu orangnya tengah sholat!” Jawab ketiga rekannya.

Orang kasim itu pun menunggu Ibn Khuzaimah menyelesaikan sholatnya, setelah itu ia pun menyerahkan kepadanya kantung kain yang juga berisi uang 50 dinar.

Empat sekawan itu terperangah penuh heran. Dari mana kasim ini tahu nama mereka berempat. Lalu, mengapa mereka diberi uang?

“Saya adalah utusan gubernur Mesir. Kemarin, saat tidur siang, sang gubernur bermimpi bermimpi bertemu seseorang, dan orang tersebut berkata kepadanya bahwa ada empat orang Muhammad yang dirundung kelaparan hebat di kota ini, dan ia diperintahkan untuk menyelamat mereka. Makanya, aku diutus sang gubernur untuk mengirim kantung-kantung uang ini untuk kalian. Dan sang gubernur bersumpah, jika uang ini habis, datanglah kepadanya dan ia akan membantu kalian”.

***

𝑆𝑢𝑏ℎ𝑎𝑛𝑎𝑙𝑙𝑎ℎ, siapa gerangan 4 Muhammad sekawan itu?

Empat pemuda sekawan itu adalah orang-orang terpilih dalam sejarah. Kelak di kemudian hari, keempat Muhammad itu menjadi ulama besar, nama mereka terukir dalam tarikh dan menjadi rujukan dalam syariat.

Keempat Muhammad itu adalah, pertama, Muhammad ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H, dari Thabaristan), ulama besar penulis tafsir dan tarikh al-Thabari; kedua, Muhammad ibn Ishaq ibn Khuzaimah (w. 311H, dari Nisabur), penulis kitab hadits Shahih Ibn Khuzaimah; ketiga, Muhammad ibn Nashr al-Marwazi (w. 294 H, dari Nisabur), ulama hadis dan fikih; keempat Muhammad ibn Harun al-Ruyani (w. 307 H, dari Thabaristan, ulama hadits dan fikih, penulis Musnad al-Ruyani. [AA]

Baca Juga  Gus Pitik

*Kisah ini disadur dari kitab: Tarikh Baghdad, karangan Al-Khatib al-Baghdadi, Juz. II, hlm. 552. Cet. Dâr al-Gharb al-Islami, Beirut: 2002. Tahqiq: Dr. Basyar Ma’ruf.

Armansyah Alumnus Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Mesir