Asep Saipul Hamdani Dosen Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya

Belajar dari Masyarakat Rumpun Bambu

5 min read

Perjalanan singkat bersama dosen-dosen sebuah perguruan tinggi swasta di Surabaya pada tanggal 15 sampai dengan 19 November 2019 ke pulau Hainan China begitu membawa kesan mendalam. Bukan hanya karena pemandangan alam di dua kota yang kami kunjungi, yaitu kota Haikou dan kota wisata Sanya yang sangat indah, akan tetapi banyak hikmah dan pengetahuan yang kami peroleh sepulang dari perjalanan itu. Saya baru menemukan jawaban, mengapa Rosullah SAW sejak beberapa abad yang lalu menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu ke negeri Cina, tanpa mempertentangkan apakah hadis ini soheh atau tidak.

Hainan sebagai sebuah provinsi terkecil dan terselatan di Republik Rakyat China atau Tiongkok (RRC) memiliki segala macam infrastruktur dan sarana prasarana modern. Penerbangan langsung Surabaya-Haikou menggunakan maskapai milik swasta cukup ditempuh selama 5 jam. Bandara Haikou menjadi pintu masuk dan keluar pulau Hainan bagi yang menggunakan perjalanan udara. Alat transfortasi berupa kereta cepat juga dapat digunakan sebagai sarana penghubung pulau Hainan dan China daratan.

Dua kota besar Haikou dan Sanya nampaknya sengaja didesain dengan tata kota yang indah beserta gedung-gedung apartemen dan hotel menjulang tinggi menambah pemandangan yang indah untuk dinikmati apalagi di malam hari. Jalan raya sekelas jalan tol di Indonesia yang menghubungkan kota Haikou dan Sanya dengan pemandangan indah selama 3 jam perjalan darat tanpa ada hambatan dan pintu pembayaran menambah kesan tersendiri.

RRC atau lebih dikenal sebagai negara Tirai Bambu adalah salah satu negara terbesar di dunia dengan luas wilayah 9,69 juta kilometer persegi memiliki jumlah penduduk 1,393 milyar jiwa. Mengapa negara ini sering disebut sebagai negara tirai bambu? Ternyata pemberian sebutan ini syarat makna filosofis sesuai makna dua kata “tirai” dan “bambu”.

Kata “Bambu” melekat pada julukan negara RRC, karena tanaman bambu banyak tumbuh di berbagai wilayah negeri ini. Bambu juga makanan bagi panda, binatang khas China yang menggemaskan. Selain itu bambu terkenal dengan kualitasnya yang baik sehingga tidak mudah dipatahkan serta banyak manfaatnya. Laksana tirai, bambu juga tumbuh bergerombol membentuk sebuah rumpun dan sering menutupi sesuatu dari pandangan.

Makna ini sesuai dengan falsafah politik China yang menganut paham sosialis. Negara ini menutupi hal-hal tertentu dengan sangat rapat, skandal-skandal yang melibatkan orang penting, termasuk kejadian luar biasa pandemi Covid-19 di kota Wuhan tidak mudah diakses publik dunia.

Sepanjang perjalan wisata di Hainan, banyak ditemukan berbagai produk riset yang berbahan baku bambu. Handuk dan pakaian dalam berbahan serat bambu berlapis kolagen produk Pusat Penelitian Microorganisme Akademi Sains Shanghai China banyak diminati para wisatawan. Menurut penjelasan, produk berbahan serat bambu bersifat anti bakteri, dapat menyerap dan menghilangkan bau.

Baca Juga  Memahami Hadis Tidak Semudah yang Dipikirkan Khalayak Awam

Produk berupa sabun anti bakteri dan berbagai souvenir berbahan baku arang bambu yang disamping memiliki nilai seni juga memiliki nilai manfaat kesehatan. Serat bambu dan arang bambu tidak mengandung ion bermuatan listrik atau anti listrik statis, sehingga dapat melancarkan sikulasi darah dan mengaktifkan sel-sel tubuh serta afek dominonya adalah menyehatkan dan meningkatkan stamina tubuh. Demikian, paparan seorang Profesor yang pandai berbahasa Indonesia menjelaskan berbagai produk riset tentang bambu kepada kami.

Pada bagian akhir paparan sang Profesor, terdapat satu pernyataan yang sangat menarik dan menggelitik, yakni pernyataan “saya suka orang Indonesia, karena mereka ramah kepada setiap pendatang”. Pernyataan berikutnya dengan nada berseloroh “orang itu Indonesia memiliki karakteristik seperti rumpun bambu”. Secara spontan saya bertanya, bagaimana bisa Prof? Jawab sang Profesor spontan pula, kalau diterpa angin suka berisik. Karena waktu sangat terbatas, beliau tidak menjelaskan lebih lanjut maknanya.

Analogi sang Profesor tentang “masyarakat Indonesia seperti rumpun bambu” mendorong minat saya untuk terus mencari tahu, apa makna personifikasi tersebut? Beberapa literatur yang saya temukan tentang penalaran analogi, di antaranya adalah penalaran analogi dalam memecahkan masalah matematika. Proses penalaran analogi dalam memecahkan masalah matematika selalu berawal dari memahami “masalah sumber” menuju penyelesaian “masalah target”.

Masalah sumber dapat dimaknai sebagai masalah sebelumnya yang pernah ditemukan dan berhasil diselesaikan, sedangkan masalah target adalah masalah yang sedang dihadapi sekarang dan memiliki kemiripan karakteristik dengan masalah sumber. Pemahaman yang baik terhadap masalah sumber akan digunkan untuk menyelesaikan masalah target. Pola pikir ini akan saya gunakan sebagai metode memecahkan makna personifikasi sang Profesor.

Analisis Masalah Sumber: Biologi menjelaskan, bambu merupakan tanaman jenis rumput-rumputan yang memiliki batang sangat keras, berbuku dan berongga.Tumbuhan dengan nama ilmiah bambuceae ini  hidup secara bergerombol membentuk rumpun bambu. Bambu muda atau lebih sering disebut “rebung” selalu tumbuh lurus menjulang ke atas dengan cepat hingga 60 cm perhari, setelah tumbuh besar bagian batang atas mulai berubah bengkok. Setelah dipanen, tanaman ini sangat mudah tumbuh lagi sehingga bambu tidak akan menjadi langka. Hampir di seluruh daerah di Indonesia, bambu dapat hidup di wilayah beriklim panas atau dingin.

Baca Juga  Garis Pemisah antara Sains dan Filsafat dan Kematian Metafisika [Bag 1]

Dalam satu rumpun, bambu hidup berdempetan cenderung rapat, pada saat angin datang menerpa akan terjadi pergesekan antar daun dan menimbulkan suara berisik. Bagi sebagian orang, gemerisik suara daun bambu yang diterpa angin spoi-spoi dapat menimbulkan suasana tenang dan menenangkan. Akan tetapi, apabila angin yang datang menerpa berupa badai yang sangat kencang, bukan hanya daun yang bergesekan tetapi batang pun akan saling bertubrukan. Suara yang ditimbulkan kadang terdengar sangat menakutkan. Itulah gambaran tentang bambu.

Analisis Masalah Target: Andai kelompok etnik dipandang sebagai rumpun bambu, masyarakat Indonesia memang sudah sejak lama dikenal memiliki ribuan kelompok etnik atau suku bangsa. Berdasar hasil sensus BPS pada tahun 2010, Indonesia memiliki tidak kurang dari 1.340 suku bangsa. Tersebar dari Sabang sampai Marauke, dari pulau Miangas sampai pulau Rote. Dalam satu kelompok etnik tertentu juga masih terdapat kelompok-kelompok kecil. Perbedaan agama, pilihan politik, kasta, tingkat ekonomi, jenis pekerjaan dan lainya menjadi latar terbentuknya kelompok kecil ini.

Fanatisme kelompok masyarakat kita akhir-akhir ini semakin mengeras. Kelompok tertentu cenderung tidak mau mendengarkan opini maupun gagasan yang dianggap bertentangan. Merasa paling benar lalu memaksakan kebenarannya kepada kelompok yang lain. Ketidaksetujuan sering diekspresikan dalam bentuk kemarahan yang tidak dilandasi kejernihan berpikir, keluhuran akhlak, dan abai terhadap nilai-nilai kemanusian. Demikian gambaran masyarakat bangsa ini yang dapat kita saksikan di berbagai media.

Analisis Kesamaan Karakteristik Masalah Sumber dan Masalah Target: Sebagaimana bambu yang hidup membentuk rumpun bambu, masyarakat Indonesia secara faktual terdiri atas beribu suku bangsa. Dalam masing-masing kelompok suku, kadang masih terbagi lagi menjadi kelompok kecil atas dasar perbedaan agama, pilihan politik, kasta, tingkat ekonomi, jenis pekerjaan, fakta inilah yang menunjuk bahwa masyarakat kita seperti batang bambu yang berbuku atau beruas.

Sebagaimana bambu muda tumbuh lurus ke atas dengan kecepatan pertumbuhan, ada yang mencapai 6 cm perhari, berpersonifikasi dengan karateristik bangsa Indonesia yang pada saat tumbuh dan berjuang dari bawah, menunjukkan semangat dan etos kerja tinggi tidak kalah dengan bangsa Jepang, berani, lurus dan penuh kejujuran.  Namun, pada saat mencapai puncak karir, pada posisi memegang jabatan tinggi mulai menunjukkan perilaku yang tidak lurus lagi, perlahan mulai membengkok. Fakta ini berpersonifikasi dengan karakteristik bambu yang selalu bengkok di bagian atas. Posisi di puncak ketinggian dengan terpaan angin yang kencang ditambah beban daun yang semakin lebat menjadi penyebab bambu mulai melengkung.

Baca Juga  Ngaji Kitab al-Hikam [1]: Jangan Sekutukan Tuhan dengan Amalmu (Bag. 1)

Terpaan angin kencang yang datang pada akhir-akhir ini membuat masyarakat Indonesia mudah terguncang, terkadang mengeluarkan suara berisik. Terlebih, terpaan badai besar berupa pandemi global Covid-19, menimbulkan guncangan besar bagi masyarakat Indonesia. Dampak yang ditimbulkan cukup signifikan merobohkan banyak rumpun kehidupan masyarakat. Kebijakan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sebagai cara yang dipilih pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran berdampak pada merosotnya pertumbuhan ekonomi, gesekan sosial, keamanan dan banyak aspek kehidupan lainnya.

Sebagaimana bambu, bangsa Indonesia adalah bangsa kuat dan tahan banting, kalaupun roboh tetapi tidak pernah patah. Kalau dibantu untuk berdiri, maka dengan segera akan tumbuh normal sebagaimana bambu, bambu memiliki akar serabut yang sangat kuat dan mudah menyerap air sebagai sumber kehidupan.

Batang bambu memang keras dan berbuku, fakta berpersonikfikasi dengan fanatisme kelompok masyarakat kita akhir-akhir ini yang semakin mengeras. Kelompok tertentu cenderung tidak mau mendengarkan opini maupun gagasan yang dianggap bertentangan. Merasa paling benar lalu memaksakan kebenarannya kepada kelompok yang lain. Ketidaksetujuan sering diekspresikan dalam bentuk kemarahan yang tidak dilandasi kejernihan berpikir, keluhuran ahlak, dan abai terhadap nilai-nilai kemanusian, simbolisasi dari kosongnya ruas bambu.

Bambu merupak tumbuhan yang memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap air, pada saat musim hujan sungai tidak mudah banjir, sedangkan pada musim kemarau sungai tidak mudah kekeringan. Bambu juga merupakan tumbuhan penghasil oksigen yang sangat bermanfaat bagi manusia dan penghambat global warming.  Sebagaimana karakteristik bambu yang memiliki banyak manfaat, bagi lingkungan alam dan manusia.

Masyarakat bangsa ini sebenarnya memiliki karakteristik ramah, suka menolong dan memiliki kecintaan yang tinggi terhadap bangsanya. Sebagaimana bambu yang sering dijadikan bahan pembuat rumah, anak bangsa ini juga selalu berdiri paling depan, siap menjadi tameng pelindung pada bangsa ini mendapat ancaman dari luar. Namun demikian, mudah-mudahan anak muda bangsa ini tidak mudah menjadi santapan bangsa lain sebagaimana “sayur rebung” menjadi santapan lezat di meja makan.

Tulisan ini lahir semata-mata didorong keinginan penulis untuk belajar membaca setiap ayat-ayat Allah SWT yang tersaji dalam setiap gejala atau fenomena ada. Kalau ada pemaknaan yang kurang tepat, saya memohon maaf itu semata-mata kefakiran penulis. Kalau terdapat kebenaran dan ibrah positif yang dapat diambil mudah-mudahan bermanfaat. [AH].

Asep Saipul Hamdani Dosen Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *