Al-Husain bin Manshur al-Halaj berasal dari Persia, Iran saat ini, lahir pada tahun 858 M bertepatan 244 H. Ia berguru kepada kepada al-Junaid dan Sufyan al-Tsauri. Walaupun kemudian hari al-Junaid termasuk yang menentang paham sufisme al-Hallaj.
Namun demikian kapasitas keilmuan al-Hallaj diakui ulama pada masanya, Ibn Suraij menulis, “Aku melihat al-Hallaj seorang yang hafal Alquran, menguasai tafsirnya, menguasai ilmu fikih, menguasai hadis, tārīkh, puasa selama bertahun-tahun, tahajud tiap malam, memberikan ceramah dan membicarakan banyak hal yang tidak aku pahami, bagaimana mungkin aku menuduhnya kafir.
Al-Hallaj seorang yang sangat zuhud dibanding ulama zuhud pada masanya. Ia banyak mengerjakan salat dan puasa. Ibrahim al-Halwani salah seorang murid dekat al-Hallaj pernah sowan pada saat waktu Maghrib dan melihat gurunya membaca Q.S. al-Baqarah pada rakaat pertama dan Ali Imran pada rakaat kedua, dilanjutkan doa-doa yang panjang.
Sebagaimana para wali lain, al-Hallaj masyhur dengan banyaknya karāmah yang disaksikan banyak orang, di antaranya ia pernah mengadahkan tangannya ke angkasa dan menariknya kembali, ketika dilihat ditangannya terdapat banyak uang dirham bertulisakan ayat pertama surah al-Ikhlas.
Riyadah al-Hallaj sangat ekstrem. Ia senantiasa memupuk dan memperkuat rohaninya dengan memperlemah dorongan psikisnya dengan cara menyedikitkan makan dan menyediakan apa yang ia inginkan tapi tidak mengkonsumsinya. Tujuannya hanya untuk “menyiksa” dorongan lahiriahnya. Ia terkadang duduk di gurun dengan bertelanjang kaki sampai keringat bercucuran dari tubuhnya.
Seperti dikemukakan Abd al-Karīm al-Jīlī, rohani dan jasmani seperti dua sisi mata uang. Jika dilemahkan salah satunya akan memperkuat sisi lainnya, demikian sebaliknya. Dengan memiskinkan aspek jasmani, maka aspek ruhani akan semakin kuat. Semua sufi melalui jalan ini dan terus seperti itu sampai mereka wafat. Al-Hallaj menyatakan sikapnya itu dalam pernyataannya:
عليك نفسك ان لم تشغلها شغلتك
Jaga nafsumu jika engkau tidak menyibukannya (dengan riyadhah), ia akan menyibukanmu (dengan dorongannya).
Tidak sangsi lagi, al-Hallaj adalah seorang alim yang sangat kontroversial sepanjang masa. Kontroversi al-Hallaj salah satunya disebabkan konsep hulūl-nya; al-Hallaj menganggap fenomena adalah petunjuk wujudnya Allah. Ia tidak melihat segala sesuatu kecuali ia menyaksikan penciptanya. Al Hallaj mengatakan:
العين تبصر من تهوى وتفقده * وناظر القلب لا يخلوا من النظر
ان كان ليس معى فالذكر منه معى* يراه قلبي وان قد غاب عن بصري
Mata melihat apa yang ia inginkan dan yang ia cari
Dan penglihatan hati juga demikian halnya
Jika dia tidak bersamaku maka aku mengingatnya
Hatiku menyaksikannya walaupun terkadang ia menghilang dari padangan mataku
Puncak kontroversinya, al-Hallaj dieksekusi di tiang salib karena perselisihannya dengan menteri penguasa Dinasti Abbasiyah saat itu, Hamid bin al-Abbas. Al-Hallaj difitnah oleh pejabat tinggi dengan cara memasukan tulisan palsu ke dalam bukunya, pada era Khalifah Ja’far al Mu’tadid. Tulisan yang diselipkan itu berbunyi:
” ان الأنسان اذا عجز عن الحج فاليعتمد الى غرفة بيته فيطهرها ويطيبها ويطوف بها ويكون كمن حج البيت
“Jika seseorang tidak mampu melaksanakan ibadah haji maka hendaklah ia masuk kekamar rumahnya bersihkan, beri wewangian, lalu berputar-putar di kamar (tawāf), orang tersebut seperti telah melakukan haji”.
Dengan bukti palsu itu ulama mengeluarkan fatwa al-Hallaj harus dieksekusi. Al-Hallaj ditangkap, dirantai, dipenjara, dan dalam tiga hari disiksa dengan diamputasi kaki dan tangannya lalu ditebas lehernya. Abu Bakar al-Syibli mendokumentasikan dalam catatannya detik-detik terakhir sebelum al-Hallaj dieksekusi. Al-Syibli menulis:
“Aku menuju tempat al-Hallaj dieksekusi, ketika aku tiba kedua tangan dan kakinya telah diamputasi, dan ia disalib di sebatang kayu. Aku bertanya kepadanya “apakah itu tasawuf?”. Al-Hallaj menjawab “ujian paling ringan seperti yang engkau lihat ini”. Aku bertanya lagi kepada al-Hallaj, apa yang paling berat?”, ” Tidak bisa dijelaskan tapi engkau akan melihatnya tidak lama lagi…”.
Ibrahim bin Syaiban sowan kepada Ibn Suraij pada hari al-Hallaj dieksekusi, “Wahai Syeikh, bagaimana menurut Anda fatwa ulama yang memutuskan al-Hallaj harus dieksekusi?”. Ibn Suraij menjawab, “sepertinya mereka lupa firman Allah Taala,
” أَتَقْتُلُونَ رَجُلا أَنْ يَقُولَ رَبِّيَ اللَّهُ
“Apakah kalian akan membunuh seseorang yang mengucapkan Allah-lah Tuhanku?”
Al-Hallaj wafat di tiang salib pada 26 Maret 922 M bertepatan dengan tahun 309 H. Semoga Allah melimpahi pusaranya dengan limpahan rahmat, dan percikannya menghidupkan hati kita semua yang membaca kisahnya. Amin. [MZ]