Ahmad Tsauri Alumnus PP Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Lirboyo; Dosen IAIN Pekalongan

Tutorial Wudhu Ala Wahabi yang Rancu

1 min read

Menyimak dan melihat praktik atau totorial ustaz Wahabi tentang Wudhu sesuai sunah itu sungguh menggelikan. Maklum mereka tidak bermazhab, jadi ketika praktik Wudhu; Rasulullah saw, Ustman bin Affan, Imam Bukhari, Imam Syafii dan Imam Nawawi disebut semua.

Kalau dalam mazhab Syafii ini namanya talfīq kepada banyak ulama. Wudhu seperti itu tidak dibenarkan menurut semua mazhab; air misalnya, menurut semua mazhab tidak sah, menurut mazhab Syafii musta’mal menurut mazhab lain seperti Maliki; Thāhir ghayr muthahhir (suci tapi tidak bisa dijadikan alat untuk mensucikan).

Dalam mazhab Syafii boleh اغتراف الماء باليد mengambil air dari gayung dengan tangan saat wudhu tapi dengan niat اغتراف, niat menjadikan tangan sebagai alat mengambil air. Tapi syaratnya kedua telapak tangan harus dibersihkan dulu. Niat memang dalam hati, seharusnya pada momen memberikan contoh seperti itu dia menjelaskan itu.

Wudhu seperti itu juga tidak sah menurut mazhab Maliki karena mazhab Maliki mewajibkan جريان الماء فى أعضاء الوضؤ, mengalirnya air pada organ tubuh yang menjadi rukun wudhu, dan wajib الدلك menggosok-gosok organ wudhu.

Mazhab Syafii, seperti dia kutip dari Imam Nawawi, mencukupkan استيعاب الماء menyeluruh air ke organ wudhu tanpa mengalir dan menggosok, tapi penggunaan air seperti itu menurut Imam Nawawi juga tidak sah, menurut Imam Nawawi dan ulama Syafiiyah lainnya air bekas wudhu atau air sedikit yang terkena tetesan air bekas wudhu jadi mus’tamal, atau dalam mazhab lain masuk ke dalam kategori طاهر غير مطاهر suci tapi tidak bisa dijadikan alat bersuci.

Kalau wudhunya tidak sah menurut semua ulama mazhab, maka salat dan ibadah lain yang mensyaratkan wudhu juga tidak sah. Jadi implikasinya tidak sepele.

Baca Juga  Pasal dalam Piagam Madinah yang Mendukung Toleransi dan Kesetaraan

Soal baca Quran keliru, dari kelompok ini persoalannya bukan hanya karena malas atau tidak belajar atau tidak berguru, tetapi akibat kekacauan sistemik dan epistemik yang pada akhirnya menyepelekan dan rancu dalam pengalaman beragama. Epistemologi mereka lahir prematur, kira-kira begitu kata Khalid Aboul Fadl. Akhirnya cacat seumur hidup.

Jangankan ustaz mereka yang bergurunya langsung kepada Rasulullah dan Google, yang langsung ke Arab saja kacau seperti yang mencontohkan praktik wudhu itu.

Sekaliber Imam Bukhari saja bermazhab, Tajudin Asubki memasukan Imam Bukhari ke dalam Thabaqāt Syafi’iyah dalam Thabaqāt Syafi’iyah, Shadiq Hasan Khan memasukan beliau sebagai Syafi’iyah dalam Abjadul Ulum, Abu Ya’la memasukan beliau ke dalam Thabaqāt Al-Hanabilah, dan Syeikh Nurudin Itr menyebut al-Bukhari pembaca kitab-kitab fikih Hanafiyah.

Meskipun ada ulama yang mengatakan Mujtahid Mustaqil, tapi kita tahu beliau mempelajari semua mazhab. Tidak anti mazhab dan tidak meremehkan mazhab hanya karena Imam Bukhari pakar hadis.

Lalu kita siapa? Mengaku berguru langsung kepada Rasulullah dan belajar wudhu langsung melalui al-Quran dan hadis. Berwudhu sesuai sunah itu menurut saya sangat tendensius; maksud dia selama ini kita orang Indonesia wudhunya tidak benar menurut Rasulullah.

Paham lah arah mereka, ucapan dan perbuatan mereka dalam pengajian memang selalu tendensius.

Jadi jangan percaya kalau ada orang yang ngomong langsung berguru kepada Rasulullah saw.

Ahmad Tsauri Alumnus PP Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Lirboyo; Dosen IAIN Pekalongan