Atun Wardatun Dosen Fakultas Syari’ah UIN Mataram; Direktur Yayasan LA RIMPU (Sekolah Rintisan Perempuan Untuk Perubahan)

Tips Menyelesaikan Masalah dari Rukun Iman

4 min read

Sebelumnya: Tips Menghindari Masalah… (2)

Rukun Iman yang pertama adalah percaya terhadap Allah sebagai pencipta segala sesuatu dan yang maha berkuasa. Apapun yang terjadi di dunia adalah kehendak Allah. Ketika kita sudah berupaya dan bersikap untuk menghindari masalah, lalu masalah datang, kita meyakini sebagai orang beriman, itu adalah kuasa Allah. Allah menguji kita dengan masalah , tetapi Allah juga menyediakan solusi.

Dengan akal dan nurani yang dianugerahkan kita bisa gunakan untuk menemukan solusi terbaik. Tentu usaha ini juga diringi dengan memohon kepad sang Pencipta untuk mempermudah segalanya. Ikhtiyar yang dibarengi oleh  do’a adalah wujud nyata keimanan kita. Dengan cara ini kita bisa memandang bahwa masalah yang dihadapi adalah kecil jua di hadapan kuasa Allah yang Maha Besar.

Rukun Iman yang kedua adalah mempercayai adanya malaikat- malaikat. Malaikat adalah makhluk Allah yang tidak pernah berbuat salah dan selalu menta’atinya. Pada saat manusia pertama (Adam) diciptakan, malaikat protes. “untuk apa menciptakan manusia yang akan menghancurkan bumi dan menumpahkan darah sedangkan kami ini terus bertasbih dan memujimu” Allah meyakinkan mereka bahwa Allah lebih tahu daripada malaikat tentang apa yang akan Dia lakukan.

Kita perlu mengingat keraguan malaikat ini terhadap  penciptaan manusia. Bahwa manusia akan menciptakan masalah di muka bumi. Menumpahkan darah dan bertengkar, serta merusak. Maka ketika menghadapi masalah dalam skala yang paling kecil yaitu dalam keluarga, manusia perlu fokus pada pencarian solusi. Tidak memperbesar masalah. Apalagi sampai melebar sehingga destruktif dan mengorbankan satu sama lain. Tidak sampai terjadi kekerasan dalam rumah tangga, apalagi menumpahkan darah. Kepercayaan Allah sampai berdebat dengan makhluk yang paling taat padaNya perlu dijaga.

Bagaimana caranya? Fokus pada masalah yang dihadapi. Jangan kait-kaitkan dengan masa lalu atau hal lain yang sebenarnya justeru akan membuat runyam. Contoh, jika masalahnya adalah berawal dari rumah yang tidak bersih. Terjadi karena isteri tidak sempat membersihkan atau suami tidak mau membantu. Solusinya adalah manajemen waktu yang lebih ketat oleh istri. Atau menumbuhkan kemauan untuk ikut berpartisipasi pada urusan rumah tangga oleh suami.

Baca Juga  Berislam dengan Santuy

Jangan mengkaitkan dengan kondisi istri yang bekerja di luar rumah, atau membawa-bawa masa lalu suami yang tidak pernah dilatih oleh orang tuanya melakukan pekerjaan rumah. Hal-hal seperti itu yang akan memperbesar masalah. Ada keterlibatan orang lain atau lembaga lain yang ikut disalahkan. Apakah bisa kemudian solusinya, istri berhenti bekerja? Apakah lembaga itu yang harus memberi waktu khusus untuk istri membersihkan rumah? Juga apakah suami harus balik kecil lagi sehingga dibiasakan lagi dalam lingkungan keluarga asalnya? Beberapa solusi yang lebih kompleks begini sulit diupayakan.

Bahkan tidak mungkin.  Masalah kecil yang diperbesar cenderung menjauhkan kita dari solusi. Lalu menumpuk, kemudian tunggu waktu untuk meletus (eksplosif). Pada saat itulah kita mengimani adanya malaikat sekaligus membuktikan bahwa prasangka mereka tidak terjadi di dalam kehidupan pribadi dan keluarga kita

Rukun Iman yang ketiga adalah Iman kepada kitab-kitab Allah. Kitab, salah satunya Al Qur’an, petunjuk tertulis bagi kehidupan manusia yang langsung diturunkan oleh Allah. Al Qur’an dari segi bahasa adalah sesuatu yang dibaca. Ayat pertamapun adalah perintah membaca. Dari sini kita dapat mengambil ajaran bahwa membaca adalah menemukan petunjuk dan memahami pedoman.

Ketika menghadapi problem, pasutri perlu membaca situasi, membaca tips-tips penanganan. Dewasa ini sumber banyak sekali yang bisa diakses. Referensi berupa buku elektronik maupun kertas lebih mudah didapatkan. Buku adalah sahabat yang paling jujur. Menasehati pasangan lewat buku juga menjadi  cara yang efektif dan romantis. Buku biasanya ditulis oleh para ahli topik terkait. Jangan segan mengkonsultasikan dengan referensi yang relevan ketika merasa buntu menghadapi masalah yang timbul.

Selanjutnya rukun Iman yang keempat adalah Iman kepada Rasul Allah. Rasul adalah utusan bagi tiap-tiap umat manusia untuk menjelaskan kitab atau ajaran Allah. Rasul adalah orang-orang yang terpilih. Mereka memiliki kemampuan dan kepribadian yang unggul. Sehingga Allah mengamanahkan tugas berat. Menemani umat dan menjawab permasalahan yang dihadapi.

Baca Juga  Diplomasi Publik ala Bucin

Dari rukun Iman yang ini kita dapat mengambil ajaran bahwa ada orang-orang tertentu yang karena kemampuan dan keahliannya bisa dipercaya. Sekarang banyak muncul konsultan masalah keluarga yang bisa membantu. Biasanya permasalahan keluarga ditangani dulu oleh orang-orang terdekat. Rembug antar keluarga kedua belah pihak.

Tetapi seringkali hal ini menjadi tidak efektif ketika masing-masing pihak menilai secara subyektif. Hal ini karena ada ikatan emosional dengan pihak yang sedang bermasalah.  Jika tidak mampu menyelesaikan, perlu untuk menghubungi mereka yang ahli untuk bisa berkonsultasi. Karena dalam sebuah konflik, selalu ada dua sisi cerita yang sering berlawanan. Mediator akan berupaya menghadirkan sisi ketiga yang biasanya lebih obyektif dan mengurai persoalan.

Iman yang kelima adalah kepada hari akhir. Akhir adalah ujung dari kehidupan manuisia di dunia.  Mengimani ini adalah juga mengakui bahwa kehidupan dunia ini tidak ada yang abadi. Masalah yang merupakan bagian terkecil dari kehidupan juga pasti berakhir. Time heals. Begitu kata orang. Masalah  berlalu atau terlupakan seiring dengan berjalannya waktu.

Tetapi yang menentukan baiknya hari akhir (husnul khotimah) kita adalah bagaimana proses hidup dilalui. Masalah akan berakhir baik jika proses penyelesaiannya juga dilakukan dengan baik. Yakinlah saja bahwa badai pasti berlalu. Karena itu adalah sunatullah. Keyakinan ini akan memberikan kekuatan menghadapi masalah secara jernih.

Iman yang keenam adalah percaya kepada Qadha’ (takdir baik) dan  Qadar (takdir buruk). Ada kebaikan dan keburukan yang timbul dalam masalah. Pelajari kedua hal tersebut. Pertahankan yang baik, lalu buang hal yang buruk. Misalnya masalah yang berkaitan dengan kemampuan finansial keluarga yang berubah menurun. Dengan perspektif syukur dan sabar, kita akan melihat itu sebagai ujian untuk memperkuat ikatan cinta.

Baca Juga  Membincang Sisi Positif Sertifikasi Ulama

Terlepas dari dampak buruknya yang menggangu stabilitas pemenuhan kebutuhan keluarga. Fokus dan refleksikan sebab dari semua itu, daripada terlena memikirkan masalah. Apakah karena manajemen keuangan yang tidak baik? Apakah karena etos kerja yang bermasalah? Temukan faktor-faktor penyebab sehingga bisa memutuskan solusi yang tepat. Hindari sikap saling menyalahkan bahwa problem keuangan ini karena istri boros dan suami yang malas. Cukup hal itu diketahui untuk menjadi titik tolak perbaikan. Tentu dengan mengedepankan introspeksi diri.

Jelaslah dari pemaparan di atas, bahwa nilai-nilai rukun Islam dan rukun Iman itu jika dihayati penuh akan mengilhami solusi-solusi praktis bagi kehidupan. Inilah wujud dari berislam dan beriman yang ‘hidup’ dan memperbaiki diri dalam relasi sosial. Tidak berhenti pada kesalehan individual. Atau pada beragama yang formalistik dan kering dari dampak positif terhadap diri dan sesama.

Tips menghindari masalah maupun mencari solusi masalah di atas harus dilakukan secara hersama-sama. Hal ini merupakan syarat mutlak untuk berhasilnya upaya-upaya tersebut. Suami dan istri dalam posisinya yang setara adalah dua insan yang berkesempatan untuk memperbaiki diri juga saling memperbaiki. Itulah makna yang bisa diambil dari peryataan bahwa menikah adalah ibadah terlama sebagaimana yang sering kita dengar. Ibadah untuk terus muhasabah (menghitung kekurangan diri) dan islah (memperbaiki diri).

Untuk melakukan hal ini kita memerlukan bantuan pasangan untuk saling mengingatkan dan menggandeng. Kesalingan inilah yang akan memberikan fondasi yang kuat bagi pernikahan seorang muslim. Sehingga benar-benar ikatan pernikahan bagi mereka adalah ikatan yang kokoh dan kuat (mitsaqan ghalidza) sebagaimana digambarkan oleh al Qur’an. Kitab suci yang mereka percaya (iman) dan tunduk (islam) pada aturan di dalamnya. (mmsm)

 

 

Atun Wardatun Dosen Fakultas Syari’ah UIN Mataram; Direktur Yayasan LA RIMPU (Sekolah Rintisan Perempuan Untuk Perubahan)