Alquran Hadir dari Allah Yang Maha Agung
Di sisi lain, dari sisi teksnya, Alquran “turun dari atas”. Dikatakan, Alquran “diturunkan” pada bulan Ramadan (al-Baqarah:185), pada malam lailat al-qadar (al-Qadar:1). Ia diturunkan dari lauh al-mahfuz (al-Buruj:21-22) melalui Malaikat Jibril lalu diturunkan secara sekaligus (inzal) ke langit dunia yang bernama baitul izzah, dan dari baitul izzah diturunkan secara berangsur-angsur (tanzil) kepada nabi Muhammad yang ada di bumi.
Dari keyakinan umum umat Islam tentang nuzul Alquran ini, setidaknya ditemukan tiga istilah kunci, yakni istilah lauh al-mahfuz, baitul izzah serta nazala dan derivasinya. Ketiga istilah kunci itu mencerminkan bahwa lauh al-mahfuz dan baitul izzah berada di atas. Lauh al-mahfuz berada di tempat paling atas, lalu di bawahnya adalah baitul izzah dan yang paling bawah adalah bumi tempat manusia hidup yang akan menerima Alquran.
Jadi, Alquran “diturunkan” dari tempat paling atas bernama lauh al-mahfuz, ke langit dunia yang bernama bait al-izzah, lalu diturunkan lagi ke bawah yakni bumi, tempat manusia hidup.
Apa benar Alquran itu “diturunkan” dari atas ke bawah?
Selain argumen dari sisi subyeknya tadi, bahwa Allah ada dimana-mana, kita juga bisa melihatnya dari sisi teksnya. Kalau kita kaji istilah yang digunakan teks Alquran tentang masalah ini, yakni istilah nazala dan derivasinya di dalam Alquran, yang selama ini dimaknai sebagai “turun dari tempat di atas”, akan kita temukan betapa istilah nazala dan derivasinya itu masuk kategori teks ambigu (mutasyabihat), yang memerlukan interpretasi rasional, karena tidak semua istilah nazala mempunyai makna turun dari suatu tempat yang tinggi.
Istilah nazala mempunyai beragam makna. Ia bisa bermakna ciptaan (al-Hadid:25, al-A’raf:26, al-Zumar:6). Besi, baju dan binatang yang disinggung di dalam ayat-ayat itu adalah benda-benda yang ada di bumi, tetapi Alquran menggunakan istilah nazala dengan makna ciptaan.
Alquran juga menggunakan istilah nazala dengan makna lain (al-Fath:4, al-A’raf:160, al-Qashash:24, al-Zumar:6). Ayat pertama bermakna ja’ala, yakni menjadikan; ayat kedua bermakna razaqna, yakni memberi rizqi; dan ayat ketiga bermakna a’tha’a, yakni memberi.
Karena itu, dari dua sisi argumen tadi (subjek dan teks), Alquran tidak turun dari atas ke bawah, dari langit ke bumi, karena Allah tidak bertempat di langit. Selain itu, Alquran itu adalah salah satu sifat Tuhan, dan karena itu ia tidak bergerak dari satu tempat yang tinggi ke tempat lain yang berada di bawahnya.
Sebab, sebagaimana sifat-sifat-Nya yang lain, Alquran tidak mempunyai bentuk yang bersifat bendawi, seperti berbentuk lafaz, suara dan gerak. Alquran bersifat maknawi, yang tersimpan di lauh al-mahfuz (al-Buruj:21-22) atau kitabun maknun (al-Waqi’ah:77-78). Terkadang, Jibril mengambil makna itu lalu menyampaikannya kepada nabi Muhammad yang pertamakali terjadi di bulan Ramadan, dan terkadang Nabi Muhammad berhubungan langsung dengan Allah.
Nabi Muhammad mewadahkan wahyu ilahi yang bersifat makna tadi ke dalam bahasa Arab, sebagai bahasa masyarakat penerima pertama agar pesan-Nya bisa dipahami oleh umat manusia. Peristiwa hadirnya Alquran di bulan ramadan inilah yang kemudian dikenal dengan istilah nuzul al-Qur’an, tetapi tidak dalam arti “turun” dari langit, karena Allah tidak bertempat di atas langit, melainkan dalam arti “hadir” dari Allah karena Dia ada dimana-mana dan senantiasa hadir bersama manusia.
Mengapa Alquran menggunakan istilah nazala untuk kehadiran Alquran yang dari segi lahiriahnya bermakna turun dari atas ke bawah? Penggunaan nazala dan derivasinya dengan makna “turun” itu dimaksudkan sebagai sebuah pengagungan akan kemahakuasaan dan kemahabesaran Tuhan, bukan hendak menunjukkan Tuhan berada di suatu tempat “di atas atau tinggi”, dan dari sana Dia menurunkan wahyu-Nya.
Karena pengertian “agung” biasanya bermakna berada “di atas atau tinggi”, maka digunakan istilah nazala, yang dari segi makna hakikinya adalah turun dari tempat yang tinggi, dan Allah berada di tempat yang tinggi itu. Akan tetapi, yang dimaksudkan sebenarnya dari istilah itu adalah dalam arti nilai pengangungan akan Allah dan wahyu-Nya. Jadi kesimpulannya, Alquran hadir dari Allah yang Maha Agung, bukan turun dari “atas sana”. Inilah sisi lain pengertian nuzul al-Qur’an yang tentu saja terbuka untuk didiskusikan lebih lanjut. (HM)