Ustaz Ahmad Z. El-Hamdi Ustaz Milenial Tinggal di Sidoarjo

Mengenal Buhaira, Pendeta Kristen yang Meramal Kenabian Muhammad (Bag. 1)

3 min read

Suatu hari, saat kanjeng Nabi Muhammad berusia antara sembilan atau dua belas tahun, ia ikut pamannya, Abu Thalib, pergi besama kafilah dagang ke negeri Syam/Suriah. Di Bostra, tempat yang biasa digunakan sebagai pemberhentian kafilah dagang, berdiri sebuah Biara Nasrani yang dihuni oleh pendeta dari masa ke masa.

Dinyatakan, bahwa di dalam Biara itu terdapat manuskrip-manuskrip kuno yang berisi tentang ramalan akan datangnya seorang nabi pada masyarakat Arab. Saat itu yang tinggal di Biara tersebut adalah Pendeta Buhaira.

Pendeta Buhaira sudah terbiasa melihat kafilah dagang singgah di dekat Biaranya. Tapi kali ini dia merasa ada yang aneh dengan beberapa tanda alam yang menyertai kafilah itu.  Bagi orang yang memiliki kepekaan spiritual seperti dirinya, tanda-tanda alam itu mengusiknya dan mengingatkannya pada kemungkinan datangnya seorang nabi. “Benarkah ia sudah datang?” batinnya dengan penuh takjub dan harap.

Sang pendeta kemudian menyiapkan jamuan makan dan mengundang kafilah itu untuk singgah ke dalam biaranya. Tapi dia sedikit masygul karena tidak ada satu pun orang yang ikut jamuan makan memiliki aura kenabian sebagaimana yang digambarkan dalam kitab-kitabnya.

Dia bertanya kepada rombongan adakah yang masih tertinggal di luar. Dia kemudian mendapatkan jawaban bahwa ada satu anak remaja yang tidak diajak masuk ke dalam Biara karena si anak diminta untuk menjaga barang-barang dagangan di luar. Buhaira bersikeras agar si anak diajak masuk ke dalam Biara.

Ketika si anak remaja awal itu masuk, Buhaira langsung bisa mengenalinya. Setelah mengajaknya berbicara dan meminta ijin untuk melihat beberapa tanda lahir di tubuhnya sebagaimana yang dia temukan di beberapa manuskrip kuno yang ada di perpustakaan Biaranya. Dia sangat yakin, inilah nabi yang dijanjikan itu.

Baca Juga  Peluang Riset dalam Normalitas Baru Pandemi Covid-19

Ketika Abu Thalib menyatakan bahwa remaja itu adalah putranya, Buhaira langsung tidak percaya karena di kitabnya dinyatakan bahwa nabi itu terlahir sebagai yatim. Abu Thalib buru-buru menjelaskan bahwa remaja itu adalah keponakannya yang berada di bawah asuhan-perlindunganya karena sang ayah telah meninggal saat ia masih berada di dalam kandungan.

Pendeta Buhaira kemudian menasihati Abu Thalib agar membawa kembali Muhammad ke Mekkah dan melindunginya dari berbagai kemungkinan kejahatan. “Anak saudaramu ini kelak akan menjadi orang besar,” kata Buhaira mantap kepada Abu Thalib (Lings, Muhammad, 43-45).

Kisah Pendeta Buhaira ini sangat terkenal di kalangan umat Islam yang mengkaji sirah Nabi (biografi Nabi Muhammad). Namun, siapa sesungguhnya Pendeta Buhaira ini, banyak yang menganggap bahwa dia hanyalah tokoh fiktif. Pendeta Buhaira dianggap sebagai bukan tokoh historis yang pernah ada. Dia dimunculkan semata sebagai tokoh fiksi  untuk membenarkan agama Islam yang dibangun di atas legitimasi kenabian Muhammad.

Untuk mengenal Pendeta Buhaira, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Dari masa yang sangat awal, Arabia telah menjadi area transit negara-negara di sekitar Laut Tengah (Mediterranean Sea). Hijaz, salah satu kota Arab, adalah rute yang menghubungkan antara wilayah pantai Laut Merah di sebelah selatan, di mana di situ terletak negeri Yaman, dan wilayah Suriah, Palestina, Libanon dan Jordania di sebelah utara.

Negara-negara di wilayah utara ini dulu disebut sebagai negeri Syam. Negeri Syam ini sejak dulu adalah wilayah bagi penduduk beragama Yahudi dan Nasrani. Inilah rute utama yang menghubungkan Yaman di sebelah selatan dengan Suriah di sebelah utara (Lewis, The Arabs in History, 22).

Secara tradisi, penduduk Arab terbagi menjadi dua, yaitu utara dan selatan. Penduduk Arab utara secara tradisi dekat dengan tradisi yang berkembang di wilayah Palestina dan Suriah. Sedang Arab selatan lebih dipengaruhi dan memiliki hubungan dekat dengan peradaban Ethiopia, terutama yang berkembang di wilayah Abyssinia, yang dalam lidah orang Arab Selatan disebut Habasyat (Ibid., 24).

Baca Juga  Bunyai Ainur Rohmah: Potret Otoritas Perempuan dalam Kepemimpinan Pesantren

Budaya Persia dan Bizatium (sebutan untuk wilayah Romawi Timur yang wilayahnya menjangkau hingga Suriah), baik material maupun moral, menjangkau hingga wilayah Arab. Beberapa pengikut Yahudi dan Nasrani tinggal di beberapa tempat di wilayah Arab. Bahkan, Kristen Arab selatan berpusat di Najran, sebuah kota yang terletak di Barat Daya Arab, yang berbatasan dengan Yaman.

Kota ini sekarang masuk dalam wilayah Srab Saudi. Sementara orang-orang Yahudi atau orang Arab yang memeluk agama Yahudi banyak tinggal di Yatsrib, sebuah wilayah yang berada di sebelah utara Makkah, yang di kemudian hari berubah nama menjadi Madinah.

Keberadaan orang Nasrani dan Yahudi ini jelas sudah dikenali oleh suku Quraisy. Keberadaan Waraqah, saudara sepupu Khadijah, dari Bani Asad, yang seorang Kristen jelas dikenali oleh mereka. Bahkan, ketika terjadi penentangan suku Quraisy terhadap klaim kenabian oleh Muhammad, salah satu cara yang digunakan untuk mendeligitimasinya adalah dengan bertanya kepada rabi Yahudi yang ada di Yatsrib.

Kepada utusan yang akan berangkat ke Yatsrib, para pemuka Quraisy yang menentang kenabian Muhammad itu berpesan, “Tanyakan kepada mereka tentang Muhammad. Gambarkan siapa dia, dan ceritakan apa yang dikatakannya; karena mereka adalah para Ahli Kitab pertama yang mengetahui perihal nabi yang tidak kita ketahui” (Lings, Muhammad, 117).

Sebelum lahirnya Islam, Makkah dikuasai oleh penduduk Arab utara dari suku Quraisy, yang merupakan suku pedagang penting di wilayah itu. Para pedagang Quraisy memiliki hubungan perdagangan dengan Bizantium di utara, Abyssinia di Selatan dan Persia di Timur. Dua kali dalam setahun mereka melakukan perjalanan dagang dalam karavan besar ke utara dan selatan. Sekalipun demikian, karavan-karavan dagang kecil bisa melakukan perjalanan kapan saja ke berbagai tempat.

Baca Juga  Daeng Nachoda: Buku Penting bagi Generasi Muda Muslim Bali

Inilah lingkungan di mana Muhammad lahir. Ia terlahir dari suku Quraisy yang merupakan orang Arab wilayah utara. Suku Quraisy menjadi penguasa Makkah yang merupakan tujuan penting dari peziarahan spiritual suku-suku Arab dan sekitarnya karena di situ ada Ka’bah, sebuah kuil kuno yang diakui kesuciannya oleh orang-orang Arab dan sekitarnya. Suku Quraisy, dari mana Muhammad berasal, telah membangun kontak dengan wilayah Kristen di sebelah utara (Lewis, 34). [AA] Bersambung…

Mengenal Buhaira… (Bag. 2)

Ustaz Ahmad Z. El-Hamdi Ustaz Milenial Tinggal di Sidoarjo