Moh Syaiful Bahri Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Sinergi Perpustakaan Nasional dan Taman Bacaan Masyarakat: Membangun Ekosistem Literasi untuk Semua Kalangan

2 min read

“Aku selalu membayangkan bahwa surge

akan menjadi semacam perpustakaan.” – Jorge Luis Borges

 

Tak berlebihan bila Jorge Luis Borges mengungkapkan hal demikian, sebagai seorang pustakawan, ia sangat mengapresiasi ilmu pengetahuan, buku, dan literatur tentunya. Perpustakaan layaknya tempat yang mendekati surga, di dalamnya berjibun kekayaan ilmu pengetahuan, kebijaksanaan, dan imajinasi tanpa batas.

Hari Kunjungan Perpustakaan menjadi ruang masyarakat menumbuhkan kesadaran literasi. Salah satunya tujuannya adalah mengembalikan spirit gemar baca dari semua kalangan. Hari Kunjungan Perpustakaan pertama kali ditetapkan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1995, sebagaimana tertuang dalam surat Nomor 020/A1/VIII/1996, yang kemudian ditetapkan setiap tanggal 14 September sebagai Hari Kunjungan Perpustakaan.

Peringatan Hari Kunjungan Perpustakaan Nasional juga merupakan momen penting untuk menyoroti urgensi penguatan budaya literasi di kalangan masyarakat Indonesia. Dalam konteks ini, perpustakaan memiliki peran strategis dalam meningkatkan minat baca, yang masih menjadi salah satu tantangan nasional. Dengan menyediakan bahan bacaan yang beragam serta menginisiasi berbagai program literasi inovatif, seperti diskusi buku, pameran literasi, dan pelatihan berbasis teknologi digital, perpustakaan berkontribusi dalam mengatasi berbagai hambatan terhadap peningkatan literasi tersebut.

Selama ini, Perpustakaan Nasional Indonesia berperan sebagai pusat literasi yang memiliki kontribusi signifikan dalam membangun masyarakat yang berpengetahuan luas. Selain menyediakan koleksi buku dan referensi fisik, perpustakaan ini juga menghadirkan akses terhadap beragam koleksi digital, mulai dari manuskrip kuno hingga literatur kontemporer. Dalam hal ini perpustakaan berfungsi sebagai penghubung antara masa lalu dan masa kini, serta menjadi sarana untuk merespons tantangan masa depan melalui penerapan teknologi informasi.

Menurut Rahayunintyas dan Yuliyani (2020), masyarakat abad ke-21 harus menguasai keterampilan literasi dasar, kompetensi, serta memiliki karakter yang kuat. World Economic Forum juga mengakui pentingnya penguasaan literasi dalam pertemuan tahun 2015 (Kemendikbud, 2017). Solikhah, sebagaimana dikutip oleh Indriyani, Zaim, Atmazaki, dan Ramadhan (2019), mendefinisikan literasi sebagai kemampuan dalam membaca dan menulis.

Baca Juga  Pendidikan dan Demokrasi Awal Abad XXI: Merumuskan Arah Pendidikan Indonesia

Pendidikan yang berorientasi pada masyarakat harus menekankan pembelajaran yang berbasis pada keterampilan hidup agar dapat mencetak individu yang mandiri. Pembangunan sistem pendidikan dan akses terhadapnya harus terbuka bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali. Gerakan literasi atau membaca harus menjadi ruh bagi keberlangsungan sistem pendidikan nasional. Tentu hal ini berangkat dari kesadaran penuh atas kualitas sumber daya manusia unggul untuk menuju Indonesia Emas tahun 2045.

Dari sini, saya tertarik menghadirkan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) sebagai wadah masyarakat menumbuh kembangkan minat literasi di akar rumput. Keberadaan TBM sangat penting dalam meningkatkan literasi masyarakat, terutama bagi mereka yang mungkin tidak memiliki akses ke perpustakaan besar atau pendidikan formal. Selain sebagai tempat membaca, TBM juga sering dijadikan sebagai pusat kegiatan edukatif dan pelatihan, baik untuk anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Kegiatan ini bisa mencakup pelatihan keterampilan, diskusi buku, hingga workshop yang berkaitan dengan pengembangan pengetahuan dan kreativitas.

TBM biasanya berbentuk perpustakaan kecil atau pusat bacaan yang terbuka bagi umum, sering kali dikelola secara swadaya atau oleh komunitas lokal. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat, khususnya yang berada di daerah terpencil atau kurang terjangkau, untuk memperoleh akses pada buku-buku, majalah, dan berbagai bahan bacaan lainnya.

Pendidikan Nonformal, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan jalur pendidikan di luar sistem formal yang dapat diselenggarakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan Nonformal muncul sebagai solusi terhadap rendahnya minat baca di Indonesia, dengan menyediakan program TBM sebagai sarana pendukung dan pelengkap pendidikan. TBM berfungsi serupa dengan perpustakaan, yakni menyediakan fasilitas membaca, namun memiliki keunggulan dalam hal kedekatan dan keterlibatan langsung dari masyarakat setempat.

Baca Juga  Al-Ghazali dan Tesis Kemunduran Peradaban Islam

Baru-baru ini, Perpustakaan Nasional meluncurkan program bantuan 1000 buku dan 1 rak buku untuk 10.000 Taman Bacaan Masyarakat, Perpustakaan Desa/Kelurahan seluruh Indonesia. Program ini tentu sinyal baik bagi pegiat, pengelolaan dan penggerak TBM dan perpustakaan. Selain bentuk keseriusan pemerintah dalam meningkatkan minat baca dan literasi juga ruang masyarakat untuk mengakses buku dengan kualitas baik yang selama ini menjadi persoalan serius di berbagai daerah.

Pada tahun 2023, tingkat kegemaran membaca mengalami peningkatan sebesar 3,19 poin, mencapai angka 66,77 dan berada dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan peningkatan dari angka 63,58 yang tercatat pada tahun 2022. Tentu ini kabar baik. Setidaknya, ada hasil dari kerja-kerja literasi dari berbagai kalangan, baik pemerintah dan masyarakat secara umum. Kedepannya, butuh kolaborasi intens antar instansi untuk terus meningkatkan gemar membaca di Indonesia.

“Ini adalah program baru yang sedang kami kembangkan, dan di tahap awal kami berharap dapat menjangkau sekitar 10.000 perpustakaan desa, kelurahan, dan taman baca masyarakat, dengan masing-masing menerima sekitar seribu judul buku,” ungkap E. Aminuddin Aziz, Plt. Kepala Perpusnas, dalam keterangannya, Rabu, (17/1/2024).

Kita tidak boleh menutup mata bahwa bantuan 1000 buku dan 1 rak buku yang digawangi Perpusnas benar-benar komitmen yang luar biasa. Artinya, bila selama ini kita mendengar tidak ada fasilitas buku di perpustakaan desa/kelurahan dan TBM, misal, hari ini sudah ada buku anak bermutu dengan jumlah yang lumayan besar. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan. Sinergi Perpusnas dan TBM ini menjadi titik awal membangun budaya literasi dan menyediakan ruang bagi masyarakat untuk terus belajar.

Uniknya, TBM hadir sebagai alternatif dan pendukung program penguatan literasi. Hal ini bisa dilihat dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan. Seperti membaca nyaring, membacakan buku pada anak, mendongeng, kelas bercerita, menangkap ide dari buku dan lain semacamnya. Dari sini kita melihat ada semacam ruh literasi yang terus berkembang di tengah masyarakat lewat layanan baca di TBM seluruh Indonesia.

Baca Juga  HTI dan Cinta Palsunya kepada Pancasila

Selamat merayakan Hari Kunjungan Perpustakaan.

Moh Syaiful Bahri Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta