Bahrulloh Aziz Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Degradasi Moral Umat Islam Indonesia dalam Berpakaian

2 min read

Globalisasi membawa berbagai macam budaya dan gaya hidup ke berbagai belahan dunia, termasuk ke komunitas muslim. Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk muslim terbanyak di dunia mengalahkan negara Timur Tengah yang sangat kental nilai-nilai keislamannya.

Namun, beberapa tahun terakhir Indonesia mengalami degradasi moral dalam hal berpakaian baik dari kaum wanita maupun pria. Fi zaman modern ini tidak sedikit masyarakat muslim terbawa arus globalisasi dan westernisasi (budaya barat).

Bahkan saat ini muncul beberapa trend fashion dari budaya asia bagian timur yang sedang digemari oleh banyak orang. Akibatnya, banyak umat Islam yang terpengaruh oleh budaya dan gaya berpakaian yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

Hal inilah yang dapat menggerus moral dan nilai-nilai syariat Islam dalam hal berpakaian apabila tidak segera dilakukan tindakan untuk memperbaiki. Fenomena degradasi moral umat Islam dalam berpakaian dapat dilihat dari beberapa aspek, termasuk hilangnya nilai modest fashion.

Banyak umat Muslim, terutama di kalangan muda, lebih memilih busana yang dianggap modis atau tren meskipun tidak sesuai dengan prinsip-prinsip berpakaian dalam Islam, seperti menutup aurat dan tidak menonjolkan bentuk tubuh.

Pengaruh budaya populer dan media sosial sering kali mendorong gaya berpakaian yang lebih terbuka dan kurang sopan, yang kemudian diikuti oleh sebagian umat Muslim tanpa mempertimbangkan nilai-nilai agama.

Kurangnya pendidikan agama yang memadai tentang pentingnya berpakaian sesuai syariat Islam bisa menyebabkan banyak orang muslim tidak menyadari atau tidak peduli terhadap aturan berpakaian dalam Islam. Tren busana muslim yang dikomersialkan sering kali lebih menekankan pada gaya dan estetika daripada kesesuaian dengan prinsip-prinsip agama.

Misalnya, busana yang diberi label “hijab” atau “modest fashion” tetapi tetap memperlihatkan bentuk tubuh atau menggunakan bahan yang transparan. Dalam beberapa kasus, tekanan sosial dan ekonomi juga dapat mempengaruhi cara berpakaian umat Islam.

Baca Juga  Membincang Peluang Tumbuhnya Ideologi Antirezim di Muhammadiyah

Ada yang merasa harus mengikuti tren mode untuk diterima dalam lingkungan sosial atau untuk tujuan profesional, meskipun itu bertentangan dengan ajaran agama. Fenomena-fenomena ini menunjukkan bahwa ada tantangan yang signifikan dalam menjaga nilai-nilai moral dan religius dalam berpakaian di kalangan umat Islam di tengah perubahan sosial dan budaya yang cepat.

Kasus yang muncul sangat beragam tentang degradasi moral dalam berpakaian khususnya pada masyarakat muslim. Saat ini banyak ditemukan seorang perempuan muslimah yang memakai pakaian yang ketat meski dia tetap berhijab.

Bahkan tidak sedikit juga didapati seorang perempuan muslimah yang mengenakan pakaian pendek dengan style dari Asia bagian timur tetapi keseluruhan bagian yang terpampang hanya ditutupi oleh manset atau stocking yang juga berwarna kulit sehingga terlihat seperti warna kulit aslinya.

Trend fashion yang diikuti para perempuan muslimah saat ini banyak memperlihatkan lekukan atau bentuk tubuh yang dapat memicu meningkatnya nafsu dari kaum laki-laki dan tak sedikit pula kejadian pelecehan terjadi yang mengatasnamakan sebab perempuan yang tidak menutup auratnya dengan semestinya.

Selain itu, bukan hanya muslimah, kini juga banyak ditemukan laki-laki yang mengikuti trend fashion yang menampakkan dirinya dengan anggun layaknya seorang perempuan sehingga agak kefemininan yang saat ini menjadi perbincangan ramai di masyarakat umum.

Adanya trend fashion ini juga banyak dikaitkan dengan kasus meningkatnya homoseksualitas yang ditemukan saat ini. Trend fashion memang sangat beragam saat ini, tetapi sebagai masyarakat muslim kita harus pintar-pintar dalam memilih tren yang sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam Islam.

Sebagai seorang muslim atau muslimah, dalam agama kita telah ditetapkan anjuran yang dapat menjadi pedoman dalam berpakaian. Dilansir dari NU Online bahwa menurut KH. Ali Mustafa Yaqub, Islam tidak merekomendasikan satu model pakaian tertentu, tetapi Islam mempunyai aturan umum dalam berpakaian.

Baca Juga  Israel, “Etno-Demokrasi,” dan Paradoks Modernitas (1)

Aturan umum ini diistilahkan dengan 4T, yaitu tidak terbuka (tutup aurat), tidak transparan, tidak ketat, dan tidak menyerupai lawan jenis. Maksud dari 4T yaitu tidak terbuka, artinya Islam mewajibkan laki-laki dan perempuan untuk selalu menutup aurat, khususnya ketika berhadapan dengan lawan jenis ataupun orang lain.

Menurut pendapat mayoritas ulama, aurat perempuan itu dari keseluruhan tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Sementara aurat laki-laki dari pusar sampai lutut.

Yang kedua tidak transparan. Selain menutup aurat, pakaian yang digunakan juga tidak boleh transparan. Karena terasa akan sia-sia jika pakaian yang dipakai menutup aurat, tetapi masih tampak atau transparan dan dapat memperlihatkan bagian tubuh.

Oleh sebab itu, laki-laki dan perempuan perlu memilih bahan pakaian yang lebih tebal dan tetap nyaman dipakai, agar aurat tidak terlihat oleh orang lain.

Selanjutnya tidak ketat, pakaian yang digunakan oleh umat Islam semestinya harus longgar dan tidak ketat, karena pakaian yang baik adalah pakaian yang tidak memperlihatkan lekukan tubuh sehingga orang yang melihat kita tidak terpancing untuk melakukan perbuatan negatif.

Yang terakhir tidak menyerupai lawan jenis, agar dapat membedakan laki-laki dan perempuan, Islam menganjurkan agar laki-laki tidak memakai pakaian yang menyerupai perempuan, dan begitu pula sebaliknya.

Jadi, penting bagi kita sebagai umat generasi bangsa terkhusus yang beragama Islam untuk melakukan filterisasi terhadap segala sesuatu yang dapat melunturkan, mencederai, dan merusak nilai-nilai keyakinan (keislaman), kebangsaan, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama saling menasihati sesama saudara satu bangsa dan satu negara untuk menjaga budaya dari pengaruh luar yang dapat merusak dan mencemari nama baik NKRI agar kita dapat meminimalisir terjadinya degradasi moral. [AR]

Bahrulloh Aziz Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya