Brunei Darussalam, atau yang dikenal dengan Adobe of Peace atau “Ranah Semayam Nan Damai”, merupakan salah satu kerajaan tertua di antara kerajaan-kerajaan di Tanah Melayu. Kata Darussalam adalah istilah Bahasa Arab untuk “tempat yang damai” yang pada abad ke-15 disematkan oleh Sultan ke-3, Sultan Syarif Ali, seorang ulama yang datang ke Brunei untuk menyebarkan agama Islam. Beliau berasal dari kalangan Ahlul Bait dari keturunan Sayyidina Hasan bin Ali, yang kemudian diangkat menjadi Sultan setelah dinikahkan dengan putri sultan sebelumnya.
Negara yang secara resmi merdeka pada tahun 1984 ini terletak di ujung utara pulau Borneo dengan luas 5.765 km persegi. Ukurannya yang kecil dan jumlah penduduknya yang hanya sekitar 437.479 jiwa tidak menghambat kemajuan sosial dan ekonomi, karena terbantu dengan kekayaan alam yang melimpah berupa ladang minyak bumi dan gas alam yang terbesar di Asia Tenggara.
Pada saat ini, negara yang menganut sistem kesultanan ini dipimpin oleh Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah, Sultan Brunei ke-29, sosok pemimpin bijak yang mencintai dan dicintai oleh rakyatnya. Beliau memimpin rakyatnya bersendikan kepada nilai-nilai dan ajaran Islam Ahlul Sunnah Wal Jama’ah dengan falsafah negara Melayu Islam Beraja (MIB).
Ramadan di Brunei
Meski wabah covid-19 sedang melanda dunia secara umum, dan Brunei Darussalam khususnya, tetapi penduduk Brunei masih menyambut Ramadan dengan suka cita. Di antara tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat Brunei dalam menyambut Ramadan adalah ziarah kubur, dengan membaca surah Yasin dan menyirami makam dengan air asah-asahan, sejenis air yang dicampur dengan berbagai macam bunga. Tradisi yang tidak jauh beda dengan Indonesia.
Di setiap bulan Ramadan, Kebawah Duli Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah juga membagikan kurma yang dikemas dalam kotak dan diberi label “Kurma Kurnia Sultan” kepada seluruh penduduk Muslim yang ada Brunei, baik penduduk asli maupun pendatang, seperti mahasiswa-mahasiswa dan para ekspatriat asal Indonesia.
Sebelum covid-19 melanda, biasanya di saat Ramadan—sama halnya seperti di Indonesia—di Brunei akan banyak ditemukan warung dadakan di pinggir jalan menjajakan berbagai jenis makanan untuk “sungkai” atau berbuka puasa. Ada makanan seperti lemang (beras ketan yang dimasak dengan cara dibakar dan dimasukan ke dalam bambu), wajit temburong, dan ambuyat yaitu sejenis makanan dari sagu yang dinikmati dengan daging, gulai, ikan, dan dengan sambal tempoyak yang sedap. Makanan ini persis dengan makanan khas papua. Selain itu, kita juga bisa menemukan berbagai jenis minuman seperti cendol temburong, kelapa muda, air bandung dan lain sebagainya.
Di tempat lain seperti Pasar Malam Gadong, kita juga bisa dengan mudah menemukan makanan khas dari Indonesia seperti martabak, bakwan, mie goring, bakso, dan sate.
Ada tradisi berbuka bersama di restoran khas masyarakat Brunei selama bulan Ramadan, yang disebut dengan sungkai. Jangan heran jika pada masa ketika azan magrib dikumandangkan, restoran-restoran penuh dengan orang-orang yang berbuka puasa. Biasanya restoran-restoran ini sudah fully-booked sejak sebelum Ramadan.
Masjid-masjid juga menyediakan menu untuk berbuka puasa, yang biasa menjadi pilihan mahasiswa asing untuk berbuka. Selain karena makanan yang disediakan enak-enak, mahasiswa tidak perlu merogoh kantong karena disediakan secara gratis. Di antara masjid yang jadi pilihan mahasiswa UNISSA (Universiti Islam Sultan Sharif Ali) adalah Masjid Jame’ Asr Hassanil Bolkiah di kampong Kiarong. Masjid ini hanya berjarak sekitar 2 km dari asrama kampus. Masjid megah ini dikelilingi oleh taman yang indah, berkubah emas, dan mampu menampung 5000 jamaah dengan kran air wudhu otomatis.
Walaupun Negara Brunei sudah secara bertahap menerapkan undang-undang syariah akan tetapi hak minoritas non-Muslim yang berjumlah 34% tetap dijaga dan diperhatikan dengan baik, termasuk hak mereka untuk mendapatkan asupan makanan di siang hari selama bulan Ramadan. Semua restoran di seluruh kawasan Brunei diizinkan untuk melayani konsumen di siang hari bulan Ramadan, tanpa harus ditutupi dengan tirai atau penutup kain. Akan tetapi, pelayanan konsumen hanya diizinkan dengan cara tapau (take away) dan tidak menyajikan makan siang untuk dine-in. Aturan ini menjadi bagian hukum Islam yang berlaku di Brunei yang memiliki populasi muslim sekitar 66%. Jika aturan ini dilanggar, pemilik restoran maupun konsumen (apapun agamanya) harus siap-siap dikenakan denda 4000$ (sekitar 40 juta) atau penjara selama 1 tahun.
Salat Tarawih dan Iktikaf
Muslim di Brunei melaksanakan salat tarawih sebanyak 20 rakaat dan meramaikan itikaf di masjid pada sepuluh terakhir bulan Ramadan. Kebawah Duli Sultan Haji Hassanal Bolkiah juga memberikan kesempatan kepada rakyatnya untuk salat tarawih di Masjid Istana Nurul Iman, atau dengan cara mengadakan salat tarawih keliling ke masjid-mesjid. Sultan melakukannya tanpa ada protokol khusus, bahkan seringkali dilakukan secara mendadak tanpa memberi tahu pihak masjid. Biasanya beliau datang menyetir mobil sendiri, didampingi oleh salah satu putranya dan hanya dikawal oleh satu motor polisi.
Tetapi, di tengah situasi covid-19 yang tidak memungkinkan untuk berkumpul, sejak 17 Maret 2020 sampai sekarang seluruh masjid untuk sementara ditutup, baik untuk salat wajib lima waktu, salat jumat, salat sunnah tarawih, maupun kegiatan iktikaf di penghujung bulan Ramadan. Langkah ini diambil oleh pihak kerajaan untuk meminimalisir penularan virus covid-19. Langkah tersebut, dengan izin Allah, telah membuahkan hasil. Jumlah jangkitan di seluruh Brunei sampai saat ini hanya 141 orang dengan 136 sudah dinyatakan sembuh dan hanya tersisa 5 orang lagi yang masih dirawat.
Kemeriahan Ramadan memang tidak tampak di masjid-masjid, tetapi masih ada cara lain yang dilakukan oleh penduduk Brunei, di antaranya dengan melakukan salat tarawih bersama keluarga di rumah dan tadarus Alquran.
Idul Fitri
Menyambut Hari Raya Idul Fitri, salat sunah berjamaah dan perayaan Idul Fitri terpaksa dibatalkan oleh pihak kerajaan. Tradisi berkunjung dilarang sementara waktu. Semua ini adalah bentuk ikhtiar pencegahan penularan covid-19. Di tahun-tahun normal tanpa covid-19, Idul Fitri di Brunei biasanya dirayakan dengan mengadakan takbir keliling dari rumah ke rumah di malam lebaran. Tradisi lainnya adalah majlis “rumah terbuka” atau open house. Majlis ini biasanya berlangsung selama 1 bulan penuh di bulan Syawal dengan jadwal dan undangan resmi yang dibagikan khusus kepada tamu undangan. Untuk menjamu tamu yang hadir, berbagai hidangan makanan turut disediakan, baik yang modern maupun tradisional.
Sultan Haji Hassanal Bolkiah selalu menggelar open house untuk semua penduduk Brunei, Muslim ataupun non-Muslim, penduduk asli maupun pendatang, tanpa ada undangan khusus. Open house ini dibuka selama tiga hari selama hari raya di Istana Nurul Iman yang dalam kesehariannya tertutup untuk umum.
Istana megah yang memadukan arsitektur Eropa dan Melayu tradisional dengan ciri khas kubah emas ini terletak di tepi Sungai Brunei dan didesain oleh arsitek Khuan Chew, yang juga mengerjakan pembangunan Burj al-Arab di Dubai. Istana ini merupakan istana hunian terbesar di dunia (luasnya 200.000 m2) dengan jumlah kamar mencapai 1788. Selain dapat menikmati keindahan sebagian kecil interior dalam Istana Nurul Iman dan bersalaman dengan Baginda Sultan, pengunjung juga disediakan jamuan berbagai jenis makanan. Ketika pulang, para pengunjung diberi bingkisan berupa kotak kecil berwarna kuning dengan lambang kesultanan Brunei di tutupnya yang berisi kartu ucapan Idul Fitri dari Sultan disertai foto. Khusus untuk anak-anak, selain bingkisan kotak mereka juga diberi angpao sebesar BND 5 atau setara dengan Rp. 50.000. []